Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prabu Salya dan Politik Meja Makan

20 Agustus 2023   21:59 Diperbarui: 21 Agustus 2023   07:21 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabu Salya (Dok. FB-Bambwp)

Saat ini santap bersama dan undangan menikmati santapan bisa bermakna politis, memberikan kesan untuk mendapat dukungan politik, atau sebaliknya. Memang berbagai kiat dapat dimainkan untuk  menggedor simpati hati sang rakyat.  Yang penting dapat berkuasa.

Kekuasaan adalah terminal akhir , dengan berkuasa maka banyak hal bisa direngkuh, manusia tak bisa lepas dari harta, tahta dan wanita. Itu sebabnya benar kata orang bijak " kekuasaan,  bagaikan anggur bila kau memilikinya. Bagaikan racun bila kau kehilangannya.

Oleh karena itu, berbagai siasat dijalani, untuk memuluskan  pencapaian tujuan kekuasaan. Politik meja makan, menjadi salah satu strategi baru di dunia politik. Tak pelak,  dengan mengadakan  jamuan makan, atau strategi membuat  nasi goreng  untuk " makan bersama" mempermulus  aliansi strategis politik dukungan.

Kita banyak belajar dari kisah pewayangan.  Prabu Salya , Raja Mandraka,  telah terperosok dengan politik meja makan Duryodana.  Sang Raja  dengan pasukan  datang ke kuru kstera maunya bertemu Pandawa, namun telah disambut oleh para pagar ayu dan mempersilahkan menikmati hidangan. Pucuk dicinta ulam tiba, perjalanan jauh yang melelahkan sangat berterima kasih sudah dipersilahkan makan sebagai tamu . Dalam benak Prabu Salya, terbersit memuliakan tamu bisa ditampilkan dalam bentuk menyambut kedatangannya dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan, menunjukkan raut muka yang menyenangkan dan membicarakan hal-hal yang baik dengannya.

Selain itu, memuliakan tamu juga bisa diwujudkan dengan menempatkannya di tempat yang baik, melayani dan menyiapkan makan minum serta keperluannya.

Namun Prabu Salya, pun menyantap makanan yang disajikan, kemudian muncul Duryodana , yang sejatinya adalah  menantunya itu,karena istri Duryodana Diah Banowati adalah putri Prabu Salya)  mengucapkan terima kasih, atas kesediaannya menikmati makanan  dan minuman yang telah disediakan.

Oh.. akhirnya dia terjebak, ternyata itu makanan  milik Kurawa, lalu setelah selesai menyantap makanan, Duryodan berkata " Raja Salya menjadi kehormatan besar bagiku telah mau menikmati hidangan yang aku sajikan.Terima kasih mertuaku, kini aku meminta mu untuk berada di pihakku dalam menghadapi Pandawa. Sebagai seorang kesatria, pantang melupakan jasa orang, apa lagi menantu. 

Duryodana tersenyum, dia sadar bahwa Prabu Salya memiliki kekuatan yang luar biasa dan senjata bernama Cakrabirawa sungguh menjadi harapannya menang melawan Pandawa. Cakrabirawa, adalah kesaktian  yang berupa raksasa buas yang tak bisa dibunuh karena jumlahnya terus berkembang. Setiap kali satu mati, menjadi dua, dua menjadi empat, dan seterusnya. Kekuatan Prabu Salya begitu hebat sehingga tidak ada yang bisa melawannya. Duryodhan puas atas strategi meja makannya. 

Prabu Salya itu menyesali dirinya datang ke tempat Kurusetra dengan tergesa-gesa dengan perjalanan  jauh dihadiahi santapan , langsung menikmati tanpa bertanya lebih dahulu, siapa pemilik makanan ini. Kini, hatinya bimbang dan ragu, jiwaku ada di pandawa, sedangkan ragaku ada di Kurawa.

Prabu Salya menduga menantunya memahami konsep ketulusan, Berbahagialah orang yang bisa memberi tanpa mengingat-ingat dan orang yang mengambil tanpa melupakan (yang memberinya).namun Duryodana bukan didasari oleh sifat itu, namun ada maksud menjebak Prabu Salya, agar dia bisa ada dipihaknya.

Keraguan dan kembimbangan Prabu Salya, yang membuatnya menderita selama perang Baratayuda, Salya harus berhadapan dengan Pandawa, yang tiada lain adalah keponakannya sendiri.

Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya harus berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur Pandawa akan tetap jaya dalam peperangan..

*****

Tengah malam di hari ke tujuh belas perang Mahabarata itu Nakula diutus untuk bertemu dengan Prabu Salya. Nakula adikku, datanglah temui Prabu Salya, pamanmu, dia sangat sayang padamu, dari pada besok engkau dibunuh, lebih baik mintalah engkau dibunuh malam  ini, pesan Krishna.  Nakula mengangguk, tanda paham.

Dalam keremangan malam yang hanya ditemani kerlipan bintang dan cahaya remang bulan sabit, dia berjalan mengendap-mengendap menyusuri pinggiran  Kurusetra itu,  menuju tempat penginapan Prabu Salya.

Sesampai di tenda itu, dia mengucapkan salam, Paman besok engkau menjadi Senapati Kurawa. Aku tidak mengerti mengapa hidup ini seperti ini. Dunia tidak mengizinkan kita selalu Bersama denganmu. Kata Nakula.

 Nakula kemudian melanjutkan pembicaraannya, Paman, Ketika engkau ada di pihak Korawa, aku seperti saudara tiri dengan kakakku di Pandawa, aku sedih akan keadaan ini?  Oleh karena itu bunuhlah aku sekarang,  dari pada aku engkau bunuhku  di Medan kuru kestra, Paman.

Salya berkata, anakku Nakula, yang aku sayangi lebih dari  semua anak-anakku,mengapa demikian?  Engkau kehilangan ayah Ketika engkau masih kecil, aku sangat menyadari kekecewaan ini. Namun ketahuilah Jiwa raga tinggal di dunia bersifat sementara. Tuhan bersemayam di dalam hati. Selalu ada interaksi yang berlangsung antara yang satu dengan yang lainnya. Orang menangis ketika mereka dilahirkan. Orang-orang menangis ketika mereka mati. Menyadari ini,  Aku sebagai pamanmu bisa menerima , takdir-takdir ini, aku ikhlaskan semuanya.

 Prabu Salya menambahkan, aku menyadari, engkau menangis atau orang kebanyakan menangis bahkan antara kelahiran dan kematian untuk berbagai hal. Namun, kita harus bertanya, apakah orang menangis untuk mendapatkan pengetahuan sejati tentang yang tertinggi? Apakah mereka menangis untuk kasih karunia Tuhan? Apakah mereka menangis untuk memahami dan menyadari Tuhan?  Pertanyaan yang dalam terlontar  dari bibir Prabu salya. Suasana menjadi hening.

Nakula berkata, aku kurang paham Paman, apa yang paman maksudkan itu? Kini suasana bukan untuk pembelajaran filsafat, saat ini adalah perang, antara  mati dan hidup, kita membunuh atau dibunuh, Paman.

Nakula anakku,  perlu engkau pahami dengan hati-hati, bahwa Dalam hidup, adalah keinginan setiap manusia untuk menikmati kedamaian dan kebahagiaan., untuk mencapai itu dualisme suka duka selalu berdampingan. Tapi apakah kita sudah berusaha untuk mengetahui alasan sebenarnya dari kurangnya kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup kita? Ketiadaan kedamaian dan ketiadaan kebahagiaan seperti itu hanya dapat dihilangkan ketika kita mengetahui apa yang seharusnya kita ketahui, ketika kita melupakan apa yang seharusnya kita lupakan, ketika kita mencapai tujuan yang seharusnya kita capai.  Kata Salya tak pernah berhenti.

Salya melanjutkan, "walaupun dalam perang, kita tidak boleh lupa anakku tentang nilai penyemat  kehidupan, untuk perjalanan ke alam lain. Dalam hal ini, ada tiga langkah utama yang akan membawa kita pada pengetahuan tentang apa yang harus diketahui. Ada kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan sekali lagi: Apa yang harus kita lupakan? Apa yang harus kita ketahui? Apa yang harus kita capai? Jawabannya, kita harus melupakan aspek jiva. Kita harus tahu siapa diri kita yang sebenarnya. Kita harus mencapai Ketuhanan. Tiga aspek inilah yang dijelaskan kepada kita dengan tiga kata jiva, Easwara dan Prakruthi. Untuk memampukan kita dan memberi tahu kita serta memahami aspek dan atribut dari ketiganya itulah kitab suci anakku.

 Anakku Nakula, ketahuilah, Apa yang disebut Beautika mengacu pada aspek tubuh, apa yang disebut Daivika mengacu pada aspek Atma atau jiwa dan apa yang disebut Adhyatmika mengacu pada aspek jiva. Apa yang berhubungan dengan jiwa bertanggung jawab atas perbudakan. Yang berhubungan dengan Atma adalah untuk melepaskan segala sesuatu yang bersifat belenggu. Jiva Thathwa mengikat dirinya sendiri sedangkan Atma Tatwa melepaskan segalanya. Atma Thathwa (pengetahuan tentang atma)  harus menjadi landasan kita.

Dirimu itu sejatinya, bukan satu orang tetapi tiga, yaitu, yang Anda pikirkan tentang Anda, yang menurut orang lain tentang Anda, dan diri Anda yang sebenarnya. Jika kita mampu mengarahkan hidup kita, dengan mengingat ketiga aspek ini, maka Atma Tatwa dapat masuk ke dalam hidup kita sampai taraf tertentu

Kita, pada gilirannya, membuat diri kita terikat pada gagasan material dan mendorong diri kita menjauh dari jalan spiritual. Sangat mudah untuk mengusir orang, tetapi sangat sulit untuk memimpin dan membuat mereka mengikuti dirimu

Nakula bertanya lagi,  kami Pandawa akan berperang melawan paman? Apa yang akan terjadi Ketika Aku berhadapan dengan Paman?

Anakku, Nakula, engkau akan tetap menang, dan  sebentar lagi aku akan berikan rahasia bagaimana aku bisa engkau kalahkan. Namun setelah kamu menang, ajaran ku ini, belum ada yang aku berikan, hanya padamulah aku berikan prinsip-prinsip hidup ini untuk engkau terus dalam mengisi kemenangan itu.

Mendengar itu Nakula berbinar dia mulai tampak tidak murung. Lalu Prabu Salya melanjutkan " Nakula perlu engkau campakan,   setiap individu bahwa itu adalah cara dunia orang mengejar kekayaan, setelah biji-bijian makanan, setelah logam mulia seperti perak dan emas, dan sebagainya. Tapi sungguh, ini bukan kekayaan kita, ini bukan kebahagiaan kita dan ini bukan hal-hal yang harus dianggap menandakan kemakmuran kita.

Nakula, Tingkah laku kita yang baik adalah kekayaan sejati kita. Pengetahuan Ilahi adalah kekayaan sejati yang harus kita miliki. Tindakan yang tepat dan perilaku yang tepat adalah kemakmuran kita. Hanya ketika engkau  menyadari bahwa sifat-sifat baik ini adalah apa yang harus kami peroleh sebagai kekayaan kamu dan bukan kesenangan duniawi, Perlu engkau sadari bahwa,  bahwa di antara semua makhluk , terlahir sebagai manusia sangatlah sulit. Oleh karena itu, Anda harus memberikan perhatian yang besar untuk mengembangkan tingkah laku yang baik dan perilaku yang baik sepanjang hidup Anda. Bisa tidur, bisa makan dan merasa takut bila ada rasa takut adalah hal yang biasa bagi manusia dan hewan. Kualitas-kualitas ini tidak membedakan manusia dari binatang. Ciri pembeda satu-satunya yang menandai manusia adalah ia memiliki kecerdasan atau buddhi; dan jika manusia tidak menggunakan kecerdasannya dengan benar, dia sama seperti binatang.

Atas pemaknaan itulah aku ada di Kurawa namun hatiku ada di Pandawa. Aku rela bersekutu dengan Kurawa agar Kurawa  memiliki semangat untuk berperang, dan kemudian dapat engkau kalahkan.

 Anakku, berangkatlah perang, aku akan mengeluarkan, kesaktianmu, Salya maju perang menggunakan senjata Rudrarohastra atau cakrabirawa. Muncul raksasa-raksasa kerdil namun sangat ganas yang jika dilukai justru bertambah banyak. Salya pun dengan jujur mengatakan,  Cakrabirawa ini hanya bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci. Anakku mintalah kamu  Yudistira yang terkenal berhati suci untuk maju menghadapi Aku., Ingat anakku, Ketika aku marah,  jangan diperhatikan , dan jangan di lawan , karena dengan demikian, Cakrabirawa  akan menyusut dengan sendirinya, pada saat itu panggil Yudistira untuk mengeluarkan  melepaskan pusaka Kalimahosaddha ke arah ku maka senjata itu akan membunuhku. Nakula menitikkan air mata yang deras membasahi pipi. Paman  engkau rela mati demi menyelamatkan diri kami, betapa agung  sifatmu. Prabu Salya tersenyum. Nakula kemudian  memeluk pamannya,  pelukan terakhir ke paman yang menyayanginya.******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun