Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Insulting Politicians Menyerang Presiden Jokowi?

5 Agustus 2023   01:09 Diperbarui: 5 Agustus 2023   01:20 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok FB-Jokowi Untuk Indonesia)

 Insulting politicians  semakin menggila, ketika  sasaran tembak seperti Presiden Jokowi  menganggap cacian itu adalah  hal kecil, sehingga yang mencaci  tidak bisa diproses hukum,  karena kasus  semacam itu berasaskan delik aduan. Dimana Jokowi tidak mengadukannya. Presiden Jokowi membiarkannya, dan ada yang lebih besar dari itu untuk dipecahkan dalam bernegara dan mensejahterakan rakyat luas.Pak Jokowi semakin bersinar, karena kesabarannya dan sifat pemaafnya walapun belaiu zalimi. Tak bisa dipungkiri inilah yang membuat belaiu bersinar. 

Rocky Gerung adalah sebuah sosok dengan tarian  insulting politicians, dengan Bahasa tolol, bajingan dungu dan lain sebagainya, kejadian itu mengaduk emosi masyarakat  dan  munculnya polarisasi reaksi terhadap agresi verbal pemimpin politik: yang hebat mayoritas pengikutnya memperburuk nada tetapi pada saat yang sama minoritas "aktif" tumbuh mengekspresikan kemarahan dan mencerminkan pada moralitas politik karena adanya  perbedaan" komentar.

 Tetapi bagaimana jika komunikasi ini  diungkapkan dalam bahasa sinis? Bagaimana jika interaksi ini tidak beradab dan melibatkan bahasa yang berprasangka buruk, menyakitkan, mengecilkan hati, dan merusak yang tidak dapat dicegah dan konstan? Inilah yang terus menjadi pemikiran kita semuanya, demokrasi  akan mencari bentuk untuk saling mendewasakan kita semua dalam bernegara. 

Oleh karena itu  , Ketidaksopanan dan pelecehan online dalam komunikasi politik telah menjadi topik perhatian penting di kalangan politisi, jurnalis, dan akademisi. Meskipun fenomena meningkatnya ketidaksopanan dalam arena politik (Mutz, 2015; Uslaner, 1993) dan hubungannya dengan itu (Funk, 2001; Sigelman & Bullock, 1991) telah banyak dibahas (Mutz & Reeves, 2005), komunikasi media sosial telah menghidupkan kembali perdebatan ini dengan menyoroti aspek-aspek baru untuk dipertimbangkan karena kemampuan platform yang bervariasi. 

Diberdayakan oleh kapasitas interaktif platform seperti Twitter atau Facebook, pengguna individu (tetapi juga bot) sekarang dapat secara langsung dan terbuka menyampaikan komentar kepada perwakilan mereka dalam kondisi anonimitas. Kapasitas media sosial untuk memperkuat hubungan antara perwakilan dan konstituen mereka telah lama dilihat sebagai potensi kemajuan besar menuju ruang publik yang lebih inklusif dan penguatan deliberasi publik (Coleman, 2005). Namun, bahaya ketidaksopanan---dan kekhawatiran lebih lanjut tentang normalisasi---di lingkungan anonim seperti itu tampak besar (Coe et al., 2014; Sobieraj & Berry, 2011) dan dapat memiliki konsekuensi penting bagi demokrasi.

Beberapa hasil  Penelitian menunjukkan  bahwa ketidaksopanan memiliki efek negatif yang kuat pada sikap dan perilaku di berbagai tingkatan (Anderson et al., 2013; Gervais, 2015; Massaro & Stryker, 2012). Pertama, paparan ketidaksopanan antara politisi telah dikaitkan dengan ketidakpuasan publik terhadap institusi politik dan sikap negatif terhadap politisi (Capella & Jamieson, 1997; Elving, 1994, tetapi lihat Brooks & Geer, 2007). Kedua, paparan ketidaksopanan online antara warga negara di tempat-tempat seperti blog dan forum online dapat menurunkan keterbukaan pikiran, kepercayaan politik, dan kemanjuran (Borah, 2012) dan mempolarisasi pandangan individu tentang suatu topik (Anderson et al., 2013; Lyons & Veenstra , 2016).

 Selain itu, pelecehan yang ditujukan langsung kepada individu, terutama kelompok minoritas dan rentan, cenderung membuat mereka lebih cemas akan keselamatan mereka dan membuat mereka tidak dapat bergerak (Henson et al., 2013; Hinduja & Patchin, 2007; Munger, 2016). Ketiga, di area penelitian yang paling tidak berkembang tentang interaksi tidak beradab, yaitu antara warga negara dan politisi, bukti menunjukkan bahwa meskipun kandidat politik kadang-kadang terlibat dalam keterlibatan timbal balik dengan warga negara (Enli & Skogerb, 2013; Tromble, 2018), mereka yang memanfaatkan Twitter lebih cenderung menerima tweet yang tidak sopan dan tidak sopan daripada mereka yang cenderung hanya "menyiarkan" (Theocharis et al., 2016). 

Akhir kata saya kutipkan pesan  Kang Emil (Ridwan Kamil) " Politik itu mulia. Cara untuk memperjuangkan nilai. Politik praktis juga umumnya bising berintrik. Butuh nalar jernih & sabar dalam menavigasinya. Moga bermanfaat. ****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun