Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrasi Bukan Hanya untuk Memilih, Tetapi untuk Hidup Bermartabat

21 Juli 2023   23:57 Diperbarui: 22 Juli 2023   06:43 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendekati tahun politik, berbagai manuver para elit politik terus mengalir, seperti aliran sungai, untuk memberikan warna dan pesan bahwa memang ada riak-riak dalam bernegara di negeri ini. Itu sebagai tanda bahwa  demokrasi memang perlu dan dibangun dengan kesadaran tinggi. 

Lebih-lebih menjelang perhelatan besar "Pemilu 2024", akan terjadi pergantian isi ruang DPR, DPD dan Presiden dan wakil presiden, di negeri tercinta Indonesia. Ketika berbagai perdebatan dan kritikan hadir, saya sepakat  dengan  pesan bijak Naomi Klein, yaitu  Demokrasi bukan hanya hak untuk memilih; itu adalah hak untuk hidup bermartabat.

Dalam benak Naomi A. Klein (lahir 8 Mei 1970) yang  seorang penulis, aktivis sosial, dan pembuat film Kanada, demokrasi harus terus dibangun  untuk menata dan mengangkat bahwa warga negara harus peka untuk membentuk suatu "dignified country".

Tentu, dalam konteks  Indonesia  wujud 'dignified country'  mampu menciptkana kesejahteraan warga  bangsanya'  bebas dari hutang-hutang yang menumpuk, banyak ada lapangan pekerjaan,  akses pemerataan Pendidikan yang luas dan berbiaya murah, dan bebas korupsi, serta hukum tidak tebang pilih.

Dignified country'  atau  Hidup bermartabat sebagai bangsa saat ini, untuk sebagaian warga bangsa sudah mulai terasa di zaman pemerintahan presiden Joko Widodo, namun masih dianggap belum memadai bagi mereka yang berseberangan. 

Berseberangan karena sumber fundi-fundi monopolinya kekuasaan dan bisnis diamputasi oleh Pemerintah, Revolusi mental terus bergulir dasyat, yang dahulunya nyaman, menikmati keuntungan atas penderitaan orang lain, telah dipangkas. 

Itu sebabnya  serangan  terhadapnya  muncul dalam bentuk aneka variannya. Namun Jokowi tetap bekerja dan terus bekerja. Disini Jokowi tampil sebagai pemimpin yang identik  meminjam  seruan Dave Thomas dalam  karyanya bertajuk "Crazy Billionaires Speak", menulis " Pemimpin besar adalah orang yang mempraktikkan apa yang diucapkannya. 

Mereka memberikan contoh, menciptakan iklim loyalitas dan kerja sama, dan aktif di masyarakat untuk berbagi kesuksesan mereka dengan orang- orang yang membutuhkan.

Di bingkai itu, kritikan dan kenyinyiran terhadap Jokowi, sejatinya Presiden sedang diuji,  seberapa tahan bantingnya Jokowi itu, Kritikan bukan hanya dari luar negeri namun juga dari dalam negeri, banyak yang tidak suka, dan memfitnah, karena menjelekkan tidak berdasarkan fakta. 

Pada mensi ini kepemimpinan seorang Jokowi semakin bersinar terang, seperti cahaya akan semakin terang berada dalam kegelapan. Di sini berlaku "kata bijak "Ujian terakhir dari seorang pemimpin adalah mewariskan kepada orang-orang yang dipimpinnya keyakinan dan kemauan untuk terus maju."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun