Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alam, Doa dan Keindahan

11 Juni 2022   13:07 Diperbarui: 11 Juni 2022   13:19 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya merasakan bahwa hari ini mentari bersinar cerah. Pertiwi  meruah dengan cahaya , hari menjadi demikian indah, sehingga manusia dan interaksinya dengan alam menjadi penanda waktu,goresan kenangan bernarasi dalam benak., melahirkan persenyawaan baru yang memukau.

 Lebih-lebih saat mendengar irama pemujaan beresonansi beradu dengan suara burung -burung pagi hari.  Semua itu membawa ke zona ekstasi rohani yang dalam, menundukan kepala , mengurangi ego, dan menatap dengan tulus, betapa Hyang maha agung, selalu memberikan rahmat-Nya yang tak ternilai harganya. Lalu manusia berada dalam wilayah penyadaran diri, bersimpuh di keharibaannya yang maha damai. Lantas melakukan penyesalan karena alpha pada  sumber kasih Ilahi, yang memberikan kehidupan yang tulus.

Di bingkai ketulusan, seperti layaknya daun menyerap karbon dioksida dan air, serta mengolahnya menjadi oksigen, yang bermanfaat bagi kehidupan. Di dunia ini, organisme dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tidak henti-hentinya dimana sumber energi tersebut tersimpan dalam molekul-molekul organik. Pertanyaannya siapa yang melakukan itu, demikian ritmis dan keteraturan yang sangat mengagumkan. semua itu tak sepatutnya manusia sombong. Kesombongan akan selalu takluk pada akhirnya. Itu sebabnya, Albert Einstein berkata, Satu-satunya hal yang lebih berbahaya dari ketidaktahuan adalah kesombongan."

Kita bisa bercermin pada salah satu ciptaan Tuhan, yakni tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan hijau merupakan organisme yang dapat menghasilkan suatu energi dengan jalan menangkap energi matahari yang digunakan untuk sintesis molekul-molekul organik kaya energi dari senyawa anorganik H2O dan CO2. reaksi metabolisme kimia yang rumit bisa dilakukan tanpa banyak bicara.

Hal ini membawanya dianugerahi sifat autotrof dengan kebalikan dari sifat tersebut yaitu heterotrof yang dimiliki oleh organisme yang hidupnya bergantung pada organisme autotrof sebagai contoh manusia, yang tak ada tumbuhan hijau nasibnya sudah lama punah. namun semua itu adalah wujud ketulusan yang dibangun alam semesta. Untuk kehidupan. Oksigen yang dihasilkan dimanfaatkan manusia dengan gratis.

Ketika hati terbalut rasa kasih dan ketulusan, air mata yang menetes bak butiran embun pagi seakan membuat hadirnya telaga jernih dalam hati. Mengalirkan sungai dengan air mata bakti, dan penyesalan atas kelpaan yang menyelimuti badan hadir tak terduga, menyapa kesucian, dan tekad untuk untuk memasuki ruang perubahan jiwa menuju sikap mental yang lebih baik.

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam laju fotosintesis. Cahaya matahari berasal dari cahaya putih yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen warna karena panjang gelombang cahaya yang berbeda untuk setiap warna yang berbeda. Komponen-komponen warna tersebut adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.

Di bingkai  itu , terasa temuan  Loveless (1991) hadir membuat kesadaran baru, bahwa  cahaya matahari memiliki sifat polikromatik bila dibiarkan akan menghasilkan cahaya-cahaya monokromatik. Cahaya-cahaya monokromatik inilah yang ditangkap oleh klorofil dan digunakan dalam proses fotosintesis. Dalam suatu percobaan diketahui bahwa gelombang cahaya biru dan cahaya merah adalah yang paling efektif dalam melakukan proses fotosintesis. Hal ini memotivasi untuk dilakukannya suatu percobaan pula untuk mengetahui pengaruh spektrum cahaya tampak terhadap laju fotosintesis.

Asap dupa beraroma cendana, menghiasi para Wanita untuk upacara nganyarin, sebuah bentuk upacara umanis Galungan, sehari setelah Galungan yang banyak ditunggu. Tirta suci pendeta pun beriringan hadir untuk memulai sembahyang bersama, Doa, akan menjadi narasi keinginan untuk memperbaiki diri, atas keterbatasan manusia dihadapan kasih yang maha Agung sang pencipta.

Bersama angin selatan, dari pantai dan sawah menghijau, saya duduk menatap pemandangan dan curhatannya sang surya, dalam jeda waktu yang demikian singkat, dengan alam yang memukau mata.

 

Tetua adat dating untuk memberikan sebuah pesan, pesan dan nasihat sangat bermakna, layaknya butiran air yang dirindukan oleh tanah tandus, betapa kesegaran menjadi sahabat yang sangat menyejukkan hati terdalam.


Saat itu terjadi diskusi yang sangat dalam dengan alam, tetua di bali berpesan. Gelembung naik dari air, mengapung di atas air, pecah dan akhirnya menyatu di dalam air itu sendiri. Gelembung adalah fase air sementara dengan nama sementara dan bentuk sementara. Jika ia merasa bahwa menjadi terang dan terang, ia terpisah dari air, maka idenya adalah delusi yang lahir dari ketidaktahuan.

Tergurat juga , bahwa juga dengan laki-laki. Manusia adalah Atman (jiwa), hidup sebagai Atman (diri ilahi) dan menyatu dalam Atman (Diri Tanpa Batas). Apa pun yang dikandung selain Atman adalah palsu.

Keterikatan badan itu, akan hadir dalam bentuknya yang asli, yaitu Ketakutan dan kecemasan, kesedihan dan rasa sakit, kekalahan dan kesusahan dari keberadaan duniawi manusia - ini adalah hasil dari identifikasinya dengan kepalsuan. Manusia adalah kebenaran, kesadarannya adalah kebenaran.

Jadi semacam pemantik perjalan, sang diri harus melanjutkan dari satu kebenaran ke kebenaran lain, dari satu sisi kebenaran ke sisi lain yang lebih terang dan lebih jelas. Tidak ada yang benar-benar bergerak dari ketidakbenaran menuju kebenaran. Apa yang disebut ketidakbenaran hanyalah kebenaran sebagian, atau kebenaran yang tumpul atau kebenaran yang kabur.

Tujuan utamanya dari kegiatan hari yang cerah ini adalah mengungkap Kebenaran. Pikiran adalah seperti batu besar yang diubah oleh intelek menjadi sebuah gambar, bahkan seperti yang dilakukan oleh seorang pematung, mengubah batu menjadi sesuatu yang seperti layaknya ada dalam benaknya.

Jika intelek mengizinkan indra untuk mendikte desain, batu itu akan dibentuk menjadi sosok bayangan yang mengerikan. Namun, jika indra disublimasikan oleh roh, gambar yang dibuat oleh intelek akan sangat menggemaskan. Seseorang harus memiliki pikiran yang sepenuhnya bekerja sama dalam disiplin spiritual dan tidak menghalangi kemajuannya di setiap langkah. jawabannya adalah pikiran menentukan apapun yang terjadi.

Pembebasan adalah tujuan dan pikiran harus membantu peziarah di setiap tahap perjalanannya. Pikiran seharusnya tidak menerima aktivitas apa pun yang bertentangan dengan dharma (kebenaran) atau merugikan kemajuan spiritual.

Untuk memenuhi standar yang tinggi, moralitas yang dianjurkan oleh budaya besar dunia. Anda harus menumbuhkan cinta kasih, tanpa kekerasan, ketabahan, dan keseimbangan batin. Tiga yang terakhir menjaga dan memelihara yang pertama, cinta yang Anda kembangkan terus menjadi penyempurnanya.

Banyak orang telah berhasil, dengan bantuan tiga kualitas terakhir, untuk memantapkan pikiran mereka dalam cinta universal, tetapi sejumlah besar pecinta spiritual, menyerah di tengah jalan karena mereka kehilangan kepercayaan pada diri mereka yang sebenarnya. Mereka tidak percaya kepada Tuhan yang merupakan Perwujudan Cinta dan merupakan rezeki mereka yang sebenarnya. Bisikan keraguan pertama membuat mereka putus asa dan mereka kembali ke kehidupan kepuasan sensual.

Hanya Sadhana (laku spiritual) yang dapat menguatkan orang-orang seperti itu untuk terus maju di jalan spiritual. Para bijaksana dibangkitkan oleh kebahagiaan kesadaran sejati mereka; para pencari dan calon memiliki dorongan mereka puas dengan pengalaman orang-orang di mana mereka memiliki iman. Kaum ateis bertahan, dengan alasan tipis, pada keyakinan yang pernah mereka yakini.

Jika mereka memiliki keyakinan pada diri mereka sendiri, mereka akan menyimpulkan bahwa diri mereka memperoleh kekuatan dan kegembiraan hanya dari Yang Maha Berlebih atau Tuhan.

Mereka yang menyangkal Tuhan atau Kehendak Tertinggi atau Penyebab Pertama, tidak dapat memberikan pembenaran yang benar-benar memuaskan atas pendirian mereka; juga tidak dapat mereka yang menyatakan bahwa ada Tuhan.

Keduanya harus mengandalkan pengalaman mereka sendiri. Lagi pula, bagaimana rasa manis bisa ditolak oleh orang yang menolak mencicipi gula?

Bagaimana seseorang dapat diyakinkan bahwa gula itu manis sampai ia mencicipinya? Kita harus merasakan keajaiban energi yang memanipulasi baik atom dan sel terkecil maupun bintang terjauh dan terluas.

Bagaimana lagi kita dapat memahami Kemahahadiran dan Kemahakuasaan ini kecuali dengan menerima Tuhan sebagai Arsitek Alam Semesta?

Anda pasti pernah mendengar beberapa orang berkata bahwa tidak ada orang yang hidup yang dapat dipuja sebagai Tuhan, meskipun shruthis (teks suci yang diungkapkan) menyatakan, 'Deivam manushya rupena' (Dewa muncul dalam bentuk manusia).

Mungkin mereka hanya bisa memuja mayat! Bukan Shivam (Dewa) tetapi shavam (mayat) yang ingin mereka hormati. Itulah dunia yang selalu bertingkah dalam sendunya waktu.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun