Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

A Cultural Imperative pada Perang Rusia Ukraina

4 Maret 2022   22:40 Diperbarui: 7 Maret 2022   06:53 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentara Ukraina memeriksa kendaraan militer yang rusak setelah pertempuran di Kharkiv, Ukraina, Minggu (27/2/2022). Pemerintah kota mengatakan bahwa pasukan Ukraina terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Rusia yang memasuki kota terbesar kedua di negara itu pada Minggu.(AP PHOTO/MARIENKO ANDREW via KOMPAS.com)

Jadi, teka-teki standar dalam hubungan internasional yang berusaha menjelaskan optimisme sebelum perang di kedua belah pihak mungkin tidak begitu relevan.

Kedua belah pihak berada pada fase kosombongan yang memuncak, itu terlihat ketika ia tidak menundukkan diri kepada otoritas di atasnya. Kita dengan keliru mempercayai bahwa kita tahu lebih banyak daripada pemimpin yang telah Tuhan ditempatkan untuk kita.

Kembali ke perang, itu karena banyak hal tak terselesaikan , ego dan titik pandang yang berbeda membuat tak bertemu, walaupun manusia dianugerahi akal. Sebab, dimensi perkembangan kognitif masing-masing pemimpin kerap mempengaruhi presfektif penyelesaian perang. Rusia dan Ukraina, memiliki karakteritik gaya kepemimpinan berbeda.

Tentu, Kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika, transmisi sosial dan pengaturan sendiri dipengaruhi oleh tingkatan perkembangan intelektual  Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky

Perang sejatinya, menentang ketidakadilan, saya terkesima dengan pesan Pramoedya Ananta Toer, "Keadaan seluruh dunia berubah. Sekarang apa? Negara-negara komunis pun mengakomodasi kapitalisme. Perang Dingin tidak ada lagi. Saya sendiri tetap seperti dahulu, menentang ketidakadilan dan penindasan. Bukan sekadar menentang, tetapi melawan! Melawan pelecehan kemanusiaan. Saya tidak berubah" (Nama Saya Tidak Pernah Kotor. Jawa Pos, 18 April 1999).

Kapitalisme adalah ekonomi yang memberikan kebebasan penuh pada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh keuntungan.

Dalam sistem ekonomi ini, setiap individu memiliki hak penuh untuk mengambil manfaat atas harta atau kekayaannya sebagai alat produksi dan berusaha.

Negara/pemerintah tidak dapat melakukan intervensi atau ikut campur dalam sistem ekonomi kapitalisme, tetapi berperan untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas.

Perang maskin seru, dan tak akan bisa berakhir, karena ego masing-masing pemimpin untuk mengaku untuk mensejahterakan rakyatnya. Dunia semakin terkotak,

Albert Einstein berkata dengan penuh keyakinan "Anda tidak dapat secara bersamaan mencegah dan bersiap untuk perang." Artinya perang harus didamaikan oleh mereka yang mencegah perang.

Mencegah perang, adalah salah satu bargaining Model untuk perang yang membayangkan inisiasi, penuntutan, penghentian, dan konsekuensi perang sebagai bagian dari proses tawar-menawar tunggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun