Hari masih pagi, titik -titik embun bak kristal bertengger di lembar-lembar pucuk rumput. Disinari matahari pagi itu, tampak sangat indah, mempesona jiwa. Memandang pak tani membersihkan rumput-rumput pematang sawahnya, menandakan bahwa kehidupan memberikan banyak makna, bekerja menjadi sebuah inspirasi, karena bekerja tidak semata-mata untuk mencari materi, namun bekerja untuk berguna bagi orang banyak., entah sanak saudara, maupun berproduksi untuk menyiapkan kebutuhan orang lain.
Petani itu, yang tak kenal lelah, seakan mengabarkan bahwa bekerjalah yang berkualitas dan lebih banyak daripada yang ditunjukkan dari orang lain, karena usaha yang baik tidak pernah membohongi hasil yang didapat.
Petani dengan sawahnya, merupakan sebuah kehidupan ekosistem yang saling terkait, salah satu elemennya adalah komunitas keong sawah, yang selalu hadir untuk sebagai sebuah anggota ekosistem yang dinamis , namun tetap seimbang, karena adanya interaksi peristiwa makan dan dimakan dalam rantai makanan ekosistem.
Keong sawah, yang dikenal di desa saya sebagai 'kakul" sangat disukai untuk panganan  lauk pauk, yang berjuluk 'sate kakul dan serapah kakul. Di singaraja temapat saya tinggal di kota itu, paling tidak ada dua dagang yang selalu mangkal di pelabuhan Buleleng, yang peminatnya 'lumayan banyak' kalau ingin menikmati sate kakul.
Namun pesan orang tua saya, kalau mengkonsumsi sate kakul, jangan banyak-banyak karena bisa membuat kepala pusing/pening, serta tidur bisa mengeluarkan iler  (ngeces)  yang banyak.  Walaupun demikian orang pada suka  sate kakul itu karena rasanya enak. Itu sebabnya, ketika musim tanam tiba orang berbondong-bondong mencari  kakul di sawah.
Di  sebelah rumah saya, masih banyak sawah, Setelah panen jerami  disiangi, kemudian  di bajak dengan traktor, lalu menunggu bibit pada bulir pada  bersemi kurang lebih 2 mingguan, sawah itu  dibiarkan tergenang air, pada saat itulah  terlihat keong sawah berkembang biak dengan cepat, menjadi endemik, dan cepat sekali besar.  Ukurannya yang diambil Keong sawah 30-  40 mm dengan diameter 15--25 mm, berbentuknya  seperti  kerucut membulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan. Puncak cangkang agak runcing, tepi cangkang menyiku tumpul pada yang muda, jumlah seluk 6-7, agak cembung, seluk akhir besar.
Mulut membundar tidak melebar, umumnya hitam. Operculum agak bundar telur, tipis, agak cekung, coklat kehitaman. Sebagaimana anggota Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum, semacam penutup/pelindung tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya.
Hidup dalam air namun kerap juga mau bertelur ke rumput yang dekat dengan pematang sawah. Keong sawah ini juga memangsa jentik-jentik nyamuk yang juga berbiak, di sini terjadi rantai makanan  dan jaring makanan yang alami sehingga ekosistem di sawah itu tetap terjaga. Tak aneh,  banyak orang ikut mencari keong atau kakul itu untuk dimakan. Oleh karena itu manusia adalah salah satu komponen jaring-jaring makanan itu, yang juga bisa menciptakan keseimbangan, atau membuat alam juga tidak seimbang., karena di eksploitasi secara berlebihan.
SELAYANG PANDANG KEONG SAWAH.
Keong sawah  memiliki nama ilmiah yang menarik "Pila ampullacea'  hewan  ini di gambarkan dengan sangat baik oleh  seorang ilmuwan Swedia,  Carolus Linnaeus pada tahun 1758. Penggambarannya, salah satu  hewan yang  setia membawa pondoknya kemana-mana di dalam air, tanpa merasa lelah tentu. Keong sawah,  termasuk jenis siput air tawar yang mudah ditemukan di aliran parit, sawah, sungai, serta danau, di perairan tawar di kawasan  Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, serta danau.
Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai siput sawah, siput air, atau keong gondang,  Bentuk keong sawah agak menyerupai siput murbai, masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Nama daerah d yang populer adalah  tutut.
Keong sawah (Pila ampullacea)  merupakan kelas Gastropoda , Gastropoda diketahui  sebagai siput dan siput telanjang, dan termasuk  kelas taksonomi di dalam filum Mollusca. Kelas ini meliputi segala jenis siput dengan berbagai ukuran, dari ukuran mikroskopis hingga ukuran yang besar.
Gastropoda memiliki  sekitar 80.000 spesies merupakan  kelas terbesar dari Mollusca. Di antara gastropoda, keong sawah ini termasuk dalam keluarga Ampullariidae, atau dikenal dengan "siput apel", yang  tersebar secara global di ekosistem air tawar tropis dan subtropis dan banyak spesies penting secara ekologis dan ekonomis.
 Keluarga Ampullariidiae menunjukkan berbagai adaptasi morfologi dan fisiologis ke habitat masing-masing, yang menjadikannya kandidat ideal untuk mempelajari adaptasi, divergensi populasi, spesiasi, dan pola keragaman skala besar, termasuk biogeografi populasi asli dan invasif.
Lebih jauh Keong apel adalah famili (Ampullariidae) dari keong yang termasuk ke dalam Caenogastropoda, terbesar dan paling beragam dalam kelas Gastropoda. Keong apel tampaknya berasal dari Gondwana, dengan fosil tertua berasal dari endapan Kapur Awal di Afrika. Setelah pecahnya Gondwana kira-kira 100 juta tahun yang lalu, siput apel telah mengalami diversifikasi di Dunia Baru dan Dunia Lama masing-masing
 Saat ini, sekitar 120 spesies keong apel dikenali dalam sembilan genera, termasuk genera Dunia Lama Afropomus, Forbesopomus, Lanistes, Pila dan Saulea, dan genus Dunia Baru Asolene, Felipponea, Marisa dan Pomacea
Ampullariids  terdistribusi  di berbagai habitat air tawar, termasuk rawa, lahan basah, danau dan sungai Anggota keluarga menunjukkan berbagai adaptasi morfologi, perilaku dan fisiologis untuk lingkungan yang mereka huni.  Misalnya, radiasi evolusi Lanistes di Danau Malawi mengandung spesies dengan ciri morfologi dan perilaku yang kontras yang telah ditafsirkan sebagai adaptasi diferensial terhadap habitat yang berbeda dalam aksi gelombang, sumber makanan, dan predator.
Karena sejarah evolusi yang panjang, distribusi geografis yang luas dan keragaman yang tinggi, Hayes et al.  menyarankan bahwa ampullariids secara keseluruhan menyediakan sistem yang menarik untuk mempelajari spesies dan filogeni pada gastropoda air tawar. Selanjutnya, beberapa spesies keong apel, terutama P. canaliculata dan P. maculata, adalah spesies invasif yang terkenal di Asia dan Hawaii, di mana mereka menyebabkan kerugian pertanian yang dramatis, dan masalah konservasi lainnya seperti pengurangan keanekaragaman tanaman air dan pergeseran fungsi ekosistem lahan basah. Oleh karena itu, ada minat yang besar dalam mekanisme adaptasi yang memungkinkan spesies ini menjadi hama invasif  dan dalam pengendalian biologisnya.
Ampullariids terkenal dengan perilaku reproduksinya yang beragam. Sementara mereka semua dioecious dan sebagian besar genera keong apel menyimpan telurnya dalam massa jeli di bawah air, dua genera (yaitu, Pomacea dan Pila) menghasilkan cengkeraman telur berkapur yang disimpan di atas permukaan air. Pergeseran dari oviposisi akuatik ke udara dengan demikian telah terjadi setidaknya dua kali dalam evolusi ampullariids, menunjukkan evolusi paralel dalam genera Pomacea dan Pila sehubungan dengan perubahan perilaku pengendapan telur dan morfologi (misalnya, ukuran paru-paru yang lebih besar dan sifon yang lebih panjang.
Terlepas dari penggunaannya dalam studi ekologi dan evolusi, beberapa ampullariids, termasuk P. canaliculata dan M. cornuarietis, telah digunakan dalam studi toksikologi karena fekunditasnya yang tinggi dan sensitivitas yang tinggi dari remajanya terhadap polutan seperti logam berat, pestisida organik. dan organotin [28]. Kematian dan defisiensi pertumbuhan atau perkembangan biasanya dianggap sebagai titik akhir toksisitas yang informatif. Namun demikian, kurangnya sumber daya genom yang luas menghambat dokumentasi jalur molekuler dalam studi toksikologi siput apel menjadi menarik untuk dikaji.
Beberapa studi  molekuler pada siput  ini  mulai diminati, paling tidak ada  tujuh spesies siput apel ini yang ditelah genotifiknya diidentifikasi  yakni : Lanistes nyassanus; Pila ampulasea; Plata asolena; Marisa cornuarietis; Pomasea difusa; Pomacea scalaris dan Pomacea canaliculata
KANDUNGAN GIZI
Keong sawah atau  tutut ternyata memiliki  kandungan gizi tinggi, yakni  protein 12%, kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram keong sawah, dan sisanya mengandung energi, protein, kalsium, karbohidrat, dan phosfor. Selain itu kandungan  vitamin cukup tinggi, dengan dominasi vitamin A, E, niacin dan folat. Keong sawah juga mengandung zat gizi makro nutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya. Berat daging satu ekor keong sawah dewasa dapat mencapai 4-5 gram. Selain itu, 75 persen lemak di tubuh kakul  adalah asam lemak tidak jenuh , yang sangat baik  bagi kesehatan  tubuh manusia . Karena tingginya kandungan gizi di dalamnya, kakul bisa menjadi sumber protein hewani alternatif, selain kandungan protein, juga mengandung lemak yang relatif rendah.
Bila diolah menjadi makanan yang sangat enak, dan membuat ketagihan, sate kakul dengan dua jenis bumbu, yakni bumbu plecing dan bumbu serapah, dikenal luas di masyarakat Bali. Juga sudah mulai merambah restoran terkenal. Karena tidak sedikit para wisatawan manca negara yang ingin mencicipi kuliner tradisional Bali, ketika mereka berwisata ke Bali.
 Oleh karena itu, kakul  menjadi salah satu cadangan protein bagi kebutuhan protein manusia. Keong sawah memiliki khasiat tersendiri, itu sebabnya banyak yang mempercayai sebagai obat untuk penyakit tertentu
Walaupun memiliki nilai gizi yang bagus namun perlu  kewaspadaan dalam memilih keong sawah ini, sebab  dia, merupakan  inang dari beberapa penyakit parasit. Selain itu, hewan yang diambil dari dekat persawahan dapat menyimpan sisa pestisida di dalam tubuhnya, serta dari lingkungan tercemar juga mengandung bahan pencemar dalam tubuhnya.
Cangkanya mengandung  Kitin yang dapat diolah  menjadi kitosan, dan kitosan merupakan bahan bioaktif yang dapat digunakan untuk berbegai keperluan. Yaitu  sebagai bahan pembuatan obat dan berbagai perlengkapan medis, seperti lensa kontak dan plester untuk menutup luka. Selain itu, chitosan juga dapat dikonsumsi sebagai suplemen.
Kesimpulannya. Keong sawah kaya akan nutrisi yang baik bagi kesehatan manusia, namun dibutuhkan kewaspadaan dalam memilihnya  karena hewan ini merupakan inang parasit. Kalau untuk dikonsumsi carilah yang benar-benar dari lingkungan yang aman, bebas dari  pencemaran. Moga bermanfaat****
Daftar Pustaka
- Jack C H Ip , Huawei Mu , Qian Chen , Jin Sun, Santiago Ituarte , Horacio Heras 6, Bert Van Bocxlaer 7, Monthon Ganmanee , Xin Huang  Jian-Wen Qiu  AmpuBase: a transcriptome database for eight species of apple snails (Gastropoda: Ampullariidae). BMC Genomics, 2018 Mar 5;19(1):179. doi: 10.1186/s12864-018-4553-9 .
- Panda, F., Pati, S. G., Bal, A., Das, K., Samanta, L., & Paital, B. (2021). Control of invasive apple snails and their use as pollutant ecotoxic indicators: a review. Environmental Chemistry Letters. doi:10.1007/s10311-021-01305-9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H