Tanggal 13 Februari  2021 ini, hari Tumpek Landep. Tumpek Landep diperingati saat Saniscara(sabtu) Kliwon wuku Landep setiap 6 bulan sekali. Sebuah perayaan terhadap satu dimensi budaya manusia dalam 'teknologi  yang berkaitan dengan logam" baik besi emas, perak perunggu. Oleh karena itu, di Bali, keris , tombak dan senjata pusaka lainnya  mendapat penghormatan di hari ini.Â
Zaman berkembang lalu, peralatan yang terbuat dari besi lain., seperti mobil dan sepeda motor, serta peralatan canggih di Lab -mekanik dan kimia  pun mendapat penghormatan pada hari ini.Â
Tujuannya satu, semoga tak ada aral melintas, dan syukur kepada Yang Maha kasih, Upacara dan memohon keselamatan kehadapan Sang Hyang Pasupati, manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) sebagai dewa pencipta dan pemilik peralatan yang terbuat dari besi, perak, emas dan lain sebagainya. Puji syukur atas rezeki yang ditaburkan-Nya, pada semua peralatan produksi yang membuat hidup kita lebih nyaman.Â
Oleh karena itu, intinya peralatan itu harus tetap  dijaga, dirawat dan dipelihara. Lebih-lebih peralatan yang di beli oleh negara dengan uang rakyat, harus tetap dijaga dan di rawat. Inilah bentuk ketajaman pikiran yang terus digali dalam olah pikir dan rasa. Ketajaman tidak hanya sekedar ada disenjata, namun tercermin dalam pikiran manusia.Â
Di koridor itu, saya memandang takjub, orang tua kurus itu, masih sigap dan lincah di hari tumpek landep itu. Dia tampak berbeda hari itu, sebab banyak motor berjejer menunggu sentuhan tangannya.Â
Dia mengerjakan satu demi satu dengan tangkas mencuci motor dengan cekatan. Pekerjaannya tampak bersih, karena dilakukan dengan telaten. Konsumen harus diservis dengan baik, maka orang-orang datang ke kita, katanya pelan. Untuk bisa itu, dia menunjukkan karakter bahwa dia mencintai pekerjaannya.
Tak pelak, tukang cuci motor dan mobil, mendapat berkah di tumpek landep. Kabar baiknya adalah satu dimensi profesi itu sungguh berdenyut oleh tradisi Hindu di Bali.Â
Namun yang terpenting adalah melaksanakannya dengan ketulusan sebagai bentuk persembahan pada Yang Maha Memiliki, sehingga  rasa syukur terus menjadi hiasan perilaku dalam menjalani kehidupan ini.Â
Pesannya kepada saya, " Bila engkau mempersembahkan segala-galanya kepada Tuhan dengan pikiran dan perasaan yang mantap, dan melakukan segala kegiatan untuk menyenangkan Beliau, Tuhan sendiri akan mengurus segala kebutuhanmu"
Tumpek artinya tampak, landep artinya tajam, lalu apa sesungguhnya itu adalah penghormatan pada ' hakikat pemikiran yang terus melek pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara etimologi "tumpek" berasal dari kata tampa yang memiliki arti turun.Â
Tampa dalam kamus jawa Kuna Indonesia mendapat sisipan kata Um, sehingga berubah menjadi Tumampak yang artinya berpijak. Kata ini kemudian beruba menjadi kata keterangan yakni "Tumampek" yang berarti dekat. Kata ini kembali mengalami persenyawaan hurut "M" sehingga beruba menjadi "Tumpek".
Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa hari raya Tumpek Landep berasal dari dua kata yakni "Tumpek" dan "Landep". Tumpek berasal dari kata "Metu" yang berarti Bertemu dan "Mpek" yang berarti akhir.Â
Jika melihat arti kata di atas dapat dikatakan bahwa "Tumpek" merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca wara yang diakhiri dengan Kliwon dan Sapta wara diakhiri Saniscara (hari Sabtu).Â
Sedangkan kata "Landep" sendiri memiliki arti Tajam atau Runcing. Maka Tumpek Landep dilakukan juga upacara pada benda-benda tajam seperti keris pusaka dan benda-benda tajam lainnya.
Motor ,  mobil  walaupun tidak tajam, namun masyarakat di Bali menghargainya karena terbuat dari besi, juga layak dihormati. Seperti halnya keris , mobil dan motor  dihiasi kain agar tampak indah, lalu di taruh banten khusus untuk banten Tumpek landep, seperti terumuat dalam Manuskrip Sundari Gama, " yakni tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate, terasi merah, daun dan buah -- buahan. Kemudian 29 tanding (kelompok) di haturkan di Sanggah / Merajan (tempat suci).Â
Persembahan kepada Sanghyang Pasupati berupa sebuah Sesayut Pasupati, sebuah Sesayut Jayeng Perang, sebuah Sesayut Kusumayudha, Banten Suci, Daksina, Peras, Ajuman, Canang Wangi, Reresik atau Pabersihan.
Persis seperti hari ulang tahun bagi benda-benda itu, banten itu identik dengan 'kue tar ulang tahun. Makin besar kue nya makan besar yang kita bisa santap. Â
Tradisi  yang masih terus berdenyut 'di benak orang Bali yang Hindu saat ini, pun terus mengalami modifikasi  dari sisi banten, dengan kandungan daging yang lebih besar (ayam panggang, goreng betutu, lawar, dan juga babi guling ), sehingga setelah acara selesai bisa dilakukan makan bersama .
Kalau banten nya kecil (nista) bisa dilaksanakan oleh diri sendiri, kalau sudah besar maka dibutuhkan rohaniwan Hindu (Jro Mangu, pandita),, dan ini terus meluas bagi mereka yang memiliki usha transportasi, maka kesempatan untuk bersosial , " Rsi Yadnya" Harapannya, semoga kendaraan itu lancar dan tidak rewel, dan enteng rezeki, pikiran baik selalu melingkupi mereka yang menyewanya.Â
Sungguh sangat sederhana. Â kepasrahan dan pikiran positif menjadi pemicu agar selalu diberkati. Pikiran menjadi jernih. Inilah sisi positif tradisi itu, yang paralel dengan pesan diskret" You attract your dominant thoughts- Kamu akan menarik apapun yang dominan di pikiranmu.
Kembali ke orang tua yang menjadi tukang cuci motor itu, dia berkata lirih, diusia yang sudah tidak muda lagi, hanya tinggal menikmati sisa hidup, dia tampak menghayati bahwa bekerja adalah rekreasi jiwa, Dia berkata pelan. pak saya meyakini pesan tetua kami, Apa itu? tanya saya keheranan, "Bila engkau mempersembahkan segala-galanya kepada Tuhan dengan pikiran dan perasaan yang mantap, dan melakukan segala kegiatan untuk menyenangkan Beliau, Tuhan sendiri akan mengurus segala kebutuhanmu. Katanya mantap.
Dalam harapannya diyakini bahwa apapun itu, selalulah pegang" kata-kata leluhur saya katanya, " orang yang mempunyai kasih sejati, tidak meminta apa-apa dari siapa saja. Bahkan tidak perlu meminta apa pun kepada Tuhan. Tuhan akan memberimu apa yang kaubutuhkan pada saat yang tepat.Di tersenyum sambil tangannya tak berhenti mengelap kendaraannya.
Disana saya disadarkan bahwa pesan guru saya semakin nyaring, Bekerjalah dengan baik agar kamu juga akan dipertemukan dengan orang yang baik pula. nampaknya sangat dihayati oleh orang tua itu., sehingga pelanggannya tak pernah menjauh, selalu ada untuk membuat dapur tetap ngebul"
Dalam benak orang tua itu, bekerja bukan mengharapkan hasil, namun bergembira karena dapat dan bisa bekerja jauh lebih bermakna. Dalam harapannya diyakini bahwa apapun itu, selalu lah pegang" pesan leluhur ini, Orang yang mempunyai kasih sejati, tidak meminta apa-apa dari siapa saja. Bahkan tidak perlu meminta apa pun kepada Tuhan. Â Tuhan akan memberimu apa yang kau butuhkan pada saat yang tepat. Dia tersenyum sambil tangannya tak berhenti mengelap motor -motor pelanggannya.
Dahulu, ketika saya SD, di desa saya, Perayaan  tumpek Landep, adalah upacara perayaan untuk pura dari keluarga Pande. Suatu klan yang ada di Bali.  Klan pande merupakan klan yang memiliki tungku pembuatan senjata, disana ada pemujaan, Yang disebut dengan "Perapen pande." Dan banyak orang datang ke tempat itu untuk nunas tirta suci agar anak-anak mereka menjadi anak suputra.Â
Pura saat tumpek landep , keluarga pande  ada pergelaran wayang, dan itu memang sampai saat ini masih tetap bertahan.
Klan  pande, dibali di kenal sebagai soroh Pande,  adalah salah satu klan besar di Bali, yang memiliki profesi "memande". Yang membuat alat dari logam berupa perunggu ( gong, alat-alat keagamaan dan lain-lain), berupa besi ( cangkul pisau tombak keris dan lain-lain), berupa emas perak ( perhiasan, alat-alat keagamaan dan lain-lain) . Di Desa Saya ada pande Mas , di desa kamasan, Juga ada Pande besi disebut Desa Galiran. Dan sampai saat ini keluarga itu masih melakukan aktivitas nya
Sejarah keluarga Pande itu, memang memiliki sejarah panjang, paling tidak ada beberapa kisah yang diketahui secara turun temurun di Bali , yaitu para warga pande yang dibawa oleh Rsi Markandeya kemudian bermukim di sekitar daerah Desa Taro. Sekitar Danau Batur, Danau Tamblingan dan Besakih (zaman Bali Age).
Juga ada kisah lain, yakni Kemudian pada abad VI Masehi datang lagi ke Bali salah seorang agama Hindu bernama Sri Agni Jaya Sakti salah seorang pengikut Sang Aji Saka. Beliau beraliran Brahmana dan kedatangannya ke Bali bersama-sama pendeta Siwa dan Budha. Ajaran agama Hindu yang diajarkan oleh Sri Angi Jaya Sakti mengajarkan agama kepada masyarakat sekitar adalah agama Hindu yang beraliran Brahmana. Ajaran -- ajaran beliau antara lain terntang: (1) Prihal membuat senjata yaitu tombak keris dan mantram-mantramnya, (2) Prihal memilih baik buruknya senjata tombak dam keris yang disebut "carcaning keris". (3) Prihal pakaian perang serta mantram-mantramnya serta tulisan-tulisan yang diangap bertuah.(4) Prihal siasat perang.
Kisah warga pande memang sempat terpojok, ketika zaman kerajan Bali , yang diperintah Dalem bekung. Ada penasihat raja, membisik raja, bahwa perang dan pembunuhan terjadi manakala 'pembuat senjata itu masih ada, maka Raja Dalem Bekung menerima saran itu dan menitahkan membantai seluruh Klan Pande baik yang kecil, bayi, muda, tua, sehingga para Klan Pande kalang kabut diburu oleh pasukan kerajaan, bahkan rela menghilangkan nama Pande dan tidak mengaku sebagai Klan Pande demi bertahan hidup. Beberapa yang tak mau meninggalkan leluhur tetap mengaku sebagai Klan Pande terus berlarian bersembunyi. Satu persatu mereka ditemukan dan dibunuh. Namun ada satu yang bersembunyi di pancoran dimana disana ada ikan jeleg (ikan Gabus ) yang terus berenang, maka pengejaran tidak dilanjutkan, maka dari inilah warga Pande trus berbihak sampai kini tak ada yang memakan ikan jeleg (gabus itu). Â Namun Maka tak berlebihan, keluarga Pande dengan perapennya salah satu penyokong, tradisi Bali.
Teman saya yang Warga Pande, setiap hari membua gong, saya  selalu  bekerja dalam koridor seni, kami percaya, katanya pelan. Dalam segala usaha manusia , Tuhan menghendaki trikarana suddhi yaitu 'kesatuan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan'. Menyatakan sesuatu dan melakukan hal yang lain itu tidak pantas.
Bahkan setelah melakukan tapa brata yang berat dan akhirnya memperoleh darshan Tuhan, kita tidak berhasil memperoleh apa yang dikehendaki itu . Apa sebabnya? Sebabnya yaitu tidak adanya trikarana suddhi dalam diri manusia. Moga bermanfaat*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H