Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belajar dari Kehancuran Bangsa Wrishni

24 Mei 2020   11:19 Diperbarui: 24 Mei 2020   11:14 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Wrishni adalah  bangsa  yang diturunkan oleh bangsawan Yadawa, Wrishni,   Krisna termasuk didalamnya. Negaranya  juga dikenal sebagai Dwaraka (Dwarawati), rakyat Dwaraka  merupakan bangsa Wrishni. Negara itu berpenduduk homogen. 

 Walaupun demikian, sebuah bangsa, yang berdiri atas kesepakatan dan kompromi politik kembali  harus ditata ulang, setelah perang Mahabarata terjadi. 

Disana   pola tingkah para elit yang tiada mencerminkan kebijaksanaan.dan semua berteriak mengaku paling bisa, berebut menjadi veteran perang, gaduh dan riuh, tak pernah usai. 

Pasalnya sederhana, telah terjadi   penyimpangan terhadap konsep " Sariram Aadyam Khalu dharma Saadhanam" Tubuh yang semestinya menopang kebenaran malah justru digunakan untuk mengoyak kebenaran.

 Akibatnya sungguh amat fatal bagi komunitas  kehidupan,  bahkan alam  menolak dengan caranya sendiri, yakni dengan adanya  banjir longsor,  kekeringan ,hama dan wabah yang mengganas. 

Itu sebuah tanda  yang misteri   bahwa telah terjadi benturan gelombang alam. Boleh jadi akibat getaran keriuhan manusia yang tidak selaras dengan  vibrasi alam.

Alam seolah berbalik melawan dan ingin membabat dan memprelina mereka yang tidak memiliki energi sama, semua akan musnah dan akan disucikan. 

Untuk itu memang harus dibayar mahal dengan hancurnya sebuah peradaban. Dan yang tinggal adalah mereka yang memiliki vibrasi gelombang yang identik dan seirama  dengan  gelombang alam.

 Tanda tanda kearah itu semakin jelas. Para wanita sering mengigau, bangun mendadak karena kaget, mereka dalam mimpi  didatangi oleh  sosok yang kelam, bengis dan  angker. Ketika bangun para wanita sadar benar bahwa sosok itu adalah kengerian akan  hidup yang hampa. 

Realita hidup  terasa semakin keras.  Uang terasa begitu sulit untuk dikelola, uang menjadi tanpa jiwa, Sang Hyang Kuwera, yang dipuja sebagai jiwanya uang  seolah telah pergi, akibatnya uang  kian cepat habis.

Sosok hitam legam, yang menyerupai Daitya, dan Bethara Kala dengan bengis memegang dan memporakporandakan  Pura Melanting,  Pasar Swalayan, dan semua tanda kemakmuran, tempat dimana  kedamaian pasar berasal, pasar menjadi riuh oleh kebisingan  dan kekejaman manusia.

 Kenaikan harga adalah sebuah senjata yang digunakan saling menikam.  Hidup menjadi sebuah siksaan.  Sinisme akan para elit yang  mulutnya berbusa-busa saling berargumen  seolah bangkit dari bawah sadar, kemudian bersemayam masuk ke dalam alam  nyata  yang sangat mengerikan, menjadi anarkisme yang yang tidak beradab.

 Betapa tidak, kini telah   terjadi perubahan paradigma ideologi. Ideologi  yang selalu dipegang dalam hidup ini  yang bersumber dari keyakinan hilang sirna. Paradigma baru yang memberikan  perhatian  pada yang lahiriah dan yang kasat mata  kini kian mengeras dan mengental. 

Dari sudut pandang duniawi, hari ini mestinya adalah awal sebuah tahun yang menjanjikan di masa depan, namun semua menjadi sirna ketika pengambil kebijakan hanya bisanya menuntut  kepentingan kelompok mereka, mencaci maki diantara mereka. Prilaku dan etika para elit  telah jauh merosot, terjebak dalam kubangan egosentrisme pribadi yang tanpa ujung.

 Memang sangat jauh  dengan paradigma yang luhur ini,  manusia harus ditopang oleh keyakinan akan kekuasaan Tuhan. Walaupun disadari benar bahwa para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang mengaku  berasal dari  lingkungan para  tokoh agama, namun prilakunya  jauh dari roh agama, mungkin  dari  sudut inilah   agama kini seakan kehilangan rohnya. Manusia telah bergerak dengan simbol-simbol agama yang hanya tampak secara lahiriah, namun hatinya kering tanpa jiwa yang abadi.

Inilah sebuah petaka, sebuah kehancuran.   Semua siap membela, semua siap bergerak hanya untuk mempertahankan ego, dan keserahkahan. Hanyut dalam mimpi-mimpi buruk, yang semula diyakini sebagai kutukan akibat banyaknya prilaku yang menistakan agama, menistakan para tokoh agama, menghancurkan banyak tempat pemujaan, membakar rumah Tuhan, menghaniaya pendeta, rohaniawan  dan semua pengikutnya. Seperti inilah awal kehancuran bangsa Wrishni, yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

 Akankah  seperti ini rona perjalanan bangsa --bangsa di dunia saat ini ketika pandemi wabah yang terus memberikan rasa khawatir yang tak berkesudahan, atau  bisa jadi sebuah  pesan bahwa segera terjadi  pergantian fase zaman, Yakni zaman  kali pun nampak bisa berakhir  lebih cepat. Dan alam semesta memasuki zaman satya(kebenaran). Entahlah.

Lalu kalau itu terjadi,  Apa penyebabnya?  Dan sudah pasti akibat karma buruk terpendam sekian lama, sebuah karma yang sarat kepentingan pribadi. Renungan kali ini melihat kembali detik-detik kehancuran bangsa Wrishni nampaknya perlu kita ketahui sebagai cermin  untuk melangkah ke depan.pesan indahnya adalah" , "Jangan takut akan perubahan. Kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik, namun kita akan peroleh sesuatu yang lebih baik lagi.

****

Ketika tengah malam, bulan bersinar   syahdu di  langit kota Dwaraka  terhalang oleh awan gelap yang menyerupai  raksasa hitam yang sungguh mengerikan. Temaraman sinar  bulan  itu membuat   situasi mencekam yang sangat dalam di hati penduduk kota itu. 

Udara malam terasa  semakin panas, tiada yang dapat menduga apa penyebabnya. Dari balik awan gelap itu sosok makhluk aneh muncul kepermukaan dia berkeliling  dan memurti, dengan ajian yang luar biasa, kilatan matanya membahana, menebarkan hawa panas  terus bergulir  tiada tara.

Kejadian-kejadian aneh pun kemudian menyusul tanpa bisa diduga, senjata para pemimpin melesat keangkasa dan pergi entah kemana, sosok gelap mengobrak abrik tempat suci dan membakarnya.  Para apsara kemudian  melarikan bendera kebanggaan Krishna dan Baladewa ke angkasa sambil berteriak lantang." Oooooo..... Hiiiiiiiiiiii!

Teriakan  apsara itu mengagetkan  seluruh penduduk Dwaraka yang lagi lelap tidur. "Hai.... Rakyat Dwaraka, kalian orang-orang tersesat, kalian kini akan mampus. 

Oleh karena itu kalian  harus membersihkan diri dan hidup  suci, tidak boleh ditawar-tawar lagi. Saat ini hanya ada satu cara  yaitu bertirta yatra ke tempat-tempat  suci. 

Lakukanlah itu dengan sepenuh hati, karena  selama ini kalian telah berlaku menyimpang dari jalan kebenaran " Kata apsara itu dengan suara mendesis, yang membuat bulu roma tegak.

Salah seorang dari penduduk Dwaraka memberanikan diri  bertanya, " Apa kesalahan kami?  Suaranya tertelan angin malam yang menusuk kulit.  Terdengar  jawaban dari para apsara " Hei... bangsa Wrishni, sekian lama kalian telah mabuk oleh tindakan duniawi, itu semua terjadi karena kalian  terikat pada tubuh, yang kalian anggap dapat menyelesaikan semuanya"  Penduduk Dwaraka juga tidak bisa mengerti arti dari kata-kata itu.. Apsara itu melanjutkan"Segala kesusahan  berasal dari  keakuan dan kemilikan. 

Sangat penting kalian ketahui sejak saat ini, yaitu kalian harus berusaha melaksanakan  'Dehaabhimaanam"  sebuah tindakan  mengurangi kelekatan pada tubuh yang bersifat sementara ini" 

Para tetua bangsa Wrishni mengangguk tanda setuju.

Lebih lanjut apsara berkata,  " Untuk melaksanakan Dehaabhimaanam  dengan baik mulai saat ini pergilah ke tempat-tempat suci, untuk membersihkan tubuh dan jiwa kalian. Itu perlu dilakukan  karena kalian telah berbuat demikian keliru, yakni mencampuradukan makanan yang mesti kalian makan namun kalian tidak mengikuti aturan yang mesti dilakukan.  

Kalian, adalah orang--orang tidak tahu malu,  dengan  terang-terangan melanggar  tata susila. Para Brahmana, pitri dan dewa-dewa tidak dihormati sebagaimana mestinya.

 Orang-orag sering menghina guru  suci dan atasannya. Para istri  telah mengkhianati  suami dan para suami  mengkhianati istrinya" Kata apsara sambil menghilang.

Mendengar seruan itu, berbondong-bondonglah  penduduk Dwaraka pergi  berziarah ke tempat-tempat suci. Mereka berangkat lengkap dengan perbekalannya.  Mereka berangkat dengan kereta-kereta, gajah,  kuda, dan ada juga  dengan  berjalan kaki menuju tempat-tempat suci. 

Tempat suci yang pertama adalah Prabhasa, sebuah pantai yang indah, tempat menyucikan diri dengan Dewa Baruna, yang menguasai lautan.  Mereka membuat perkemahan untuk melaksanakan kegiatan spiritual.

Setelah beberapa hari mereka disana. Datanglah  Uddhawa, seorang bakta Krishna, yang  bijaksana dan mahir  dalam ajaran yoga.  Mereka kemudian mendatangi Krishna, dan berkata :"   Om Naraya, penguasa alam semesta apa yang sebenarnya paduka kehendaki dari seluruh peristiwa ini?

Sri Krishna menjawab dengan senyuman manisnya"

Semuanya harus mengalami pembersihan dari segala kekotoran yang ada dalam diri manusia, Bangsa Wrishni tidak malah lebih baik dengan kedatanganKu, justru mereka diliputi oleh keangkuhan spiritual yang dasyat"  Pembersihan sejauh mana yang Paduka ingin lakukan pada kerabat paduka dari bangsa Wrishni ini?  potong Uddhawa serius.

Sri Krishna mengangkat tangan untuk memberkati Uddhawa sambil berkata " Engkau adalah pengikutKu yang sangat setia, engkau selalu ingat setiap saat padaKu, engkau pengikutKu, Aku ada dalam dirimu, tetapi bangsa Wrishni tidak seperti dirimu, Atma yang Ilahi yang berdiam dalam hati setiap manusia bangsa Wrishni tidak dikenal orang karena ia tertutup oleh awan keinginan yang sangat membara.

Perlu engkau ketahui  keinginan yang tidak terkendali dapat menjatuhkan  siapa saja, bahkan para dewa yang menguasai nasib manusia sekalipun. Betapun cerdas, bergelar atau berkuasanya seseorang, ia dapat menyerah pada keinginan. Karena itu setiap orang harus selalu waspada mengendalikan keinginan-keinginannya. Pada bangsa Wrishni keinginan itu demikian besar tidak ada jalan lain selain memusnahkannya"

Mendengar kata-kata Krishna itu, Uddhawa kaget luar biasa"

Waduh.... Paduka! Hamba tidak mengerti... mengapa paduka  tidak mengulangi sekali lagi agar bangsa Wrishni bisa  berubah dan  bisa selamat?   Tidak! SankalpaKu telah berjalan, barang siapa yang tidak mengikutiNya akan terpental dan binasa.

SankalpaKu perlu engkau ketahui yaitu  menjaga kesehimbangan dunia dengan menegakkan kebenaran, kelompok bangsa Wrishni tidak ada yang bisa menjadi "Dharmasamthapanartaya" Dan tekadku telah bulat mereka harus musnah ini adalah kemusnahan sebuiah bangsa karena dengan demikian dunia ini akan terjaga. 

Dan yang lebih penting adalah " mereka musnah binasa masih berada dihadapanKu, sebuah rahmat yang luar biasa karena mereka akan bersatu denganKu, itulah salah satu yang bisa menyelamatkan mereka dari Neraka menuju kebahagiaan abadi" Setelah mengetahui apa yang akan terjadi Uddhawa mohon pamit dan terbang membelah angkasa.

Dihadapan Sri Krishna, para rakyat Bangsa Wrishni tingkah lakunya semakin liar,  mereka tidak tahu etika, makanan yang semestinya diperuntukkan pada kaum Brahmana mereka campurkan untuk makanan anjing dan kera, semua campur aduk, minum-minuman keras menjadi keharusan, sehingga memabukkan seluruh bangsa Wrihni.  

Para penari murahan, minum-minuman keras telah mereka pertontonkan pada kesempatan itu, Kritarwarma, Yuyudhana, Gada dan Wabrhu telah berani minum-minuman keras di hadapan Sri Krisna dan Baladewa.

Kekuatan minuman keras telah menyusup, Yuyudhana dalam keadaan mabuk berat telah mencacimaki  dan menghina Kirtawarma dihadapan banyak orang.  Yuyudhana berkata: " Hai..... engkau tidak layak disebut Ksatria, karena kamu membunuh  orang-orang yang sedang tidur, sehingga  seluruh bangsa Wrishni tidak  layak  mengagumi perbuatan terkutukmu itu" Mendengar kata-kata itu  Kirtawarma marah besar,  diapun berlaku seenaknnya mengumpat  dan membalas setiap  yang ada dibakar dan dimusnahkan.  

Diapun merampas permata  'Syamantaka"  dari Satrajit.  Melihat perbuatan ini tanpa pandang bulu Setiaki langsung memenggal kepala Kirtawarma, kemudian terjadilah perang saudara bangsa Wrishni yang sangat dasyat yang tidak menyisakan kehidupan di situ.

Hanya tinggal Krishna dan Baladewa  yang tampak. Kehancuran memang telah terjadi, itu semua adalah episode sebuah karya kehidupan yang Agung, yang diatur dengan hukum alam semesta yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. 

Akhirnya Baladewa yang merupakan penjelmaan Ananta kembali ke alam  asalnya  di dalam bumi. Atas perintah yang Maha Agung  dan atas  kemampuan Yoganya  sendiri  ia telah  menyokong dan menyatukan bumi.

Krishna memejamkan mata. Ia memikirkan kutukan Gandari dan merasa segalanya telah terjadi, dan ia tahu bahwa sudah saatnya ia meninggal. Lalu ia menahan panca indria untuk melakukan yoga dan berbaring di bawah pohon, diatas pertiwi.

Kemudian datanglah seorang pemburu dan mengira bahwa Krishna  adalah  seekor rusa, sehingga ia menembakkan panah dari pohon tumbuh banyak dipantai itu,  dan menembus kaki Krishna.

Namun ketika si pemburu mendekat, ia melihat seseorang mengenakan jubah kuning sedang melakukan yoga. Ia merasa dirinya bersalah, kemudian menyentuh kaki Krishna. Kemudian Krishna bangkit dan memberi kebahagiaan kepada si pemburu, kemudian Krishna naik ke surga.

 Krishna merupakan  sebagian dari yang Maha Kekal yang  dinamakan Narayana. Dengan demikian  Beliau telah kembali ke alam Narayana.

****

Kehancuran, dan puing-puing yang tersisa  dari peradaban manusia adalah wujud dari minimnya rasa terima kasih. Terimakasih mestinya ada   diantara umat manusia, kepada  ibu pertiwi dan juga kepada  Tuhan. 

Orang-orang tidak hanya  melupakan  segala kebaikan  yang telah dilakukan  baginya, tetapi mereka juga  mencelakakan  orang yang telah  menolongnya, semua terjalin dalam lilitan karma yang teratur secara rumit.

Tetapi semua tertata rapi dalam koridor ketuhanan.  Aku (Tuhan) adalah perwujudan waktu yang tidak pernah musnah "Aham ewa Akshaya Kaalah" kata Bhagawad Gita.  Kehancuran berkaitan dengan waktu, namun waktu adalah  perwujudan masa  yang abadi dan  tidak terbatas. Tuhan sebagai penguasa waktu  disebut juga sebagai 'Hethu' (penyebab). 

Lebih lanjut Hethu kemudian berarti Tuhan sebagai penyebab utama segala sesuatu yang terjadi. Ia saksi abadi.  Artinya..... krisis adalah  hasil dari sebuah proses, dan kita telah berproses dalam suatu komunitas yang sarat dengan kegalauan dan bias, itulah jawaban kita atas kondisi yang dihadapi bangsa ini. Dan, yang pasti inipun akan berlalu. Semoga pikiran baik datang dari segala arah.*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun