Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Adakah Nilai-nilai Catur Kotamaning Nrpati di Antara Jokowi dan Prabowo?

10 Maret 2019   08:56 Diperbarui: 3 Juli 2021   04:34 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nilai-nilai Catur Kotamaning Nrpati di Antara Jokowi dan Prabowo (unsplash/sigmund)

Baca juga : Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Lain dan Sumber HTN

Saat ini dalam dimensi apa yang orang sebut sebagai zaman revolusi industri 4.0, merupakan ruang melek terhadap peran  dunia internet (daring) dengan laju komunikasi  yang tak terbatas, seperti yang diramalkan oleh Castell (1993)  sebagai kultur virtulitas riil, benar-benar  menjadi kebutuhan manusia, termasuk negeri ini. 

Manakala pemimpin gagap mengantisipasi ini, maka  negara akan tergilas, sebab menurut  Castel lagi bahwa negara harus mampu memunculkan inisiasi baru dalam bentuk bangkitnya, ekonomi informasional dalam wujudnya nyatanya berupa network enterprise. 

Untuk itu, pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu itu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain untuk  melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu, sebuah syarat yang abstrak, dan  diharapkan bisa terukur secara riil di lapangan.

Baca juga : Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Lainnya Beserta Sumber-sumber Hukum Tata Negara

Di terminal itu,  sebuah tesis yang dianggap paling jitu adalah : pemimpin menjadi suri tauladan yang lebih kuat saat mereka belajar, bukan saat mereka mengajar, sebagai panutan dalam kancah patronase, pemimpin akan tetap ditiru dan digugu. 

Artinya bisa jadi bahwa   pemimpin memang sudah selesai dengan dirinya dan keluarganya. Itu sebabnya  pemimpin tidak memaksa orang lain untuk mengikutinya -- dia mengundang orang untuk ikut dalam sebuah perjalanan panjang membawa negara mencapai cita-cita luhur proklamasi 

Ketika menatap cita-cita luhur proklamasi, Saya tertarik,mengingat  kata kata indah Emha Ainun Najib dalam opini plesetannya di salah satu koran yang ketika itu  menjadi sarapan bagi saya sebelum bekerja penelitian di PAU ITB akhir tahun 1990 an , yang kerap menginspirasi saya,  Beliau menulis:  Pemimpin yang terbaik adalah yang paling memiliki penguasaan diri untuk dipimpin. 

Maka seorang Pandito Ratu haruslah a man of nothing to loose. Tak khawatir kehilangan apa-apa. Jangankan harta benda, simpanan uang, seribu perusahaan, tanah, gunung dan tambang. Sedangkan dirinya sendiri pun sudah tak dimilikinya, sebab telah diberikan kepada Tuhan dan rakyatnya. Sebuah nasehat yang luhur ketika ingin menjadi pemimpin

Memang  kata bijak itu luar biasa, pemimpin  yang semata-mata mencari kekuasaan, cenderung rakus dan bukan untuk mengabdi  namun untuk menghilangkan kemampuan memiliki kediriannya, yang ada adalah keinginan besar untuk membuat rakyat memiliki segala sesuatu lebih besar. 

Artinya begitu bercita-cita jadi pemimpin adalah, memahami sebuah hakikat zaman bahwa di masa lalu, pemimpin adalah bos. Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun