Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Nyepi, Ening, dan Kosong

6 Maret 2019   08:09 Diperbarui: 6 Maret 2019   17:06 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Hindu mengikuti upacara Melasti di Umbul Guyangan, Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (2/3/2019). [Foto: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO]

Awalnya, semua berasal dari kosong, kosong itu berisi, apa  yang anda minta begitu Tanya Ratu mesir pada Tamtam, dalam kisah cerita lagu rakyat, yang hamba minta kata Tamtam,  adalah, 'isin telaah  tunas titiang, (isi dari kehabisan /kosong itu hamba minta). Sesungguhnya Tamtam meminta kosong, embang, suwung itu identik dengan Tuhan, Tuhan lah sesungguhnya yang dia cari.

Kosong dan berisi itu adalah dua konsep, untuk menjelaskan betapa 'manusia memiliki keterbatasan, untuk menjelaskan aspek mikrokosmos dan  makrokosmos.  Saat keterbatasan itu mampir dan disadari oleh manusia, maka  hanya dengan mengosongkan diri, menyepi dan ening, diyakini  mampu menarasikan yang tak terpikirkan itu, di tataran itu Tuhan di Bali dikenal sebagai Sang Hyang Embang (suhung, sepi, kosong).

Di ranah sub makrokosmos, aneka ragam suasana memuncak, bak  malam dengan suara derik jangkrik bersahutan  dan  desau angin utara yang sejuk, mengkhabarkan bahwa petang  berganti malam dengan udara dingin menusuk tulang, ingin menanti siang dengan menyambut fajar, demikian harapan demi harapan silih berganti, dalam rangkaian, kehidupan berjalan terus menuju dimensi untuk memenuhi tiga keadaan trikona, lahir, hidup dan mati. 

Tiga putaran itu melekat pada kedirian manusia sebagai  makhluk hidup. Sebelum kematian menjemput, ranah bijak dalam membuat proses kelayu sekaran (meninggal)  yang indah dengan aneka album kenangan kebajikan yang terpapar ke adab budaya manusia, yang diproyeksikan pada visi siddhamahapurusa. 

Maka dari itu, terlihat jelas bahwa mereka  yang niatnya baik, tatapan matanya pun sejuk sesejuk air danau,  lalu mereka  yang tulus lebih banyak berbicara menggunakan bahasa tindakan dan pelayanan  penuh kasih.

Saat-saat seperti  itu, kerap asa  ini disadarkan dengan ucapan indah Sang Guru Dalai Lama, Kematian berarti mengganti pakaian kita. Pakaian tersebut sudah usang, dan inilah waktunya untuk menggantinya. 

Begitu juga tubuh yang sudah tua, dan waktunya mengganti dengan tubuh yang muda. Selalu hadir dalam proses lahir hidup dan mati, dengan pandangan tanpa kesedihan, tanpa kegusaran sebab itu adalah prosesi alami, untuk menunjukkan bahwa siklus memberikan kekuatan awal bagi manusia. 

Nasehat Mahatma Gandhi menarik disimak,  Kekuatan tidak berasal dari kemenanganmu, perjuanganmu lah yang mengembangkan kekuatanmu. Ketika kamu melewati waktu-waktu sulit dan memilih untuk tidak menyerah, itulah arti dari kekuatan. Kekuatan untuk memperbaiki diri, walaupun kematian terus mengintai di belakang manusia.

Dibingkai yang berukir oleh pengalaman hidup seperti itu, banyak aksi dan reaksi silih berganti dalam tabung reaksi kehidupan nyata untuk berproses menghasilkan senyawa baru pengalaman, lalu  terbersit kisah dan pesan bahwa kehidupan ada karena adanya badan roh. Roh adalah unsur non-materi yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya kehidupan. 

Akibatnya pertanyaan satire muncul, apalah artinya sebuah onggokan materi yang bernama badan, tanpa roh, dan tanpa kebajikan, jelas usang dan menjemukan. Untuk itu menarik menyisir pesan indah Leonardo da Vinci, pelukis, insinyur dan pemusik dari Italia 1452-1519, yakni, seperti halnya hari yang dihabiskan dengan baik membawa tidur yang membahagiakan, demikian juga hidup yang dihabiskan dengan baik membawa kematian yang membahagiakan. Hidup ini pilihan, anda boleh memilih yang mana, dan itu sah bagi anda.

Oleh karena itu, manusia sewajarnya  berbahagia dengan kehidupan ini, karena badan manusia tak bisa lepas dari  kesedihan, penyakit, usia tua, dan kematian.Walaupun demikian, maka mati tanpa cinta adalah kematian terburuk dari segala kematian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun