Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka, Bergerak Bersama Mengoptimalkan Potensi Siswa

2 April 2023   16:01 Diperbarui: 2 April 2023   16:08 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal diluncurkan, saya sebenarnya termasuk orang tua yang 'bingung' dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Kebingungan saya lebih kepada bagaimana mungkin sekolah, guru atau dinas pendidikan bisa 'suka-suka' menyusun kurikulum pendidikan? Itu dalam bayangan saya. Lantas kalau kurikulum pendidikan tidak ada standar yang jelas, bagaimana mau mengukur output dari pendidikan itu sendiri?

Sebagai salah satu anggota Komite Sekolah di sebuah SMP Negeri di bilangan Jakarta Selatan, saya kemudian menjadi lebih aktif mengikuti perkembangan implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah anak saya. Semua informasi dan kebijakan sekolah terkait kurikulum dan pembelajaran, di share di group Komite Sekolah yang beranggotakan perwakilan orang tua dari seluruh kelas. Seringkali kami Komite Sekolah dilibatkan dalam kegiatan implementasi Kurikulum Merdeka. Terutama pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya outdoor atau pembelajaran di luar ruang kelas yang memang membutuhkan support dari orang tua siswa.

Meski mengikuti perkembangan implementasi Kurikulum Merdeka, toh saya tidak dengan mudah memahami jalan pikiran kurikulum ini. Karena kebetulan anak saya yang kini duduk di kelas 8, bukan termasuk terkena implementasi Kurikulum Merdeka. Anak saya masih menggunakan Kurikulum 2013 dengan modifikasi pembelajaran model pandemi.

Hingga kemudian saya mendapati bagaimana panggung seni, ruang kreasi dan kegiatan olahraga dibuka lebih lebar di sekolah. Sekolah pada momen-momen tertentu menggelar panggung yang memberikan ruang bagi siswa untuk unjuk kebolehan. Bidang seni, bidang olahraga, sains dan bidang lainnya. Semua siswa memiliki ruang yang sama untuk menunjukkan potensi diri.

Panggung seni SMPN 43 Jakarta (dokpri)
Panggung seni SMPN 43 Jakarta (dokpri)

Padahal dahulu, anak dengan potensi akademik ibarat menjadi raja. Diperlakukan lebih dari yang lain, dianggap sebagai anak cerdas dan pintar. Karenanya, segala fasilitas pun mengalir pada anak-anak dengan golongan IQ saintek ini melebihi anak-anak dengan potensi lainnya.

Perlahan saya pun mulai paham dengan konsep Kurikulum Merdeka ini. Semoga pemahaman saya memang tidak salah. Sederhananya, Kurikulum Merdeka ini memberikan ruang lebih luas bagi guru dan sekolah untuk menggali bakat dan potensi anak didiknya, dan mengelola siswa yang ada agar bisa belajar lebih optimal. Semua potensi yang dimiliki setiap siswa merupakan prestasi.

Well, zaman sudah berubah. Di banyak negara anak-anak dengan potensi di bidang non eksakta mendapatkan apresiasi sama halnya anak-anak eksakta. Seni, budaya dan olahraga bahkan telah memberikan pengaruh luar biasa bagi sebuah negara untuk menguasai dunia. Sebut saja Korea dengan budaya K-Pop dan dramanya. Sudah merasuk mendarah daging dan membuat kecanduan anak-anak muda di dunia termasuk di Indonesia. Dan itu tentu didesain bukan dari mereka dengan potensi akademik bidang sains. Mereka adalah orang-orang yang kreatif!

Sebagian ibu-ibu Komite SMPN 43 Jakarta (dokpri)
Sebagian ibu-ibu Komite SMPN 43 Jakarta (dokpri)

Kembali ke sekolah anak saya, sejak menjadi salah satu sekolah implementasi Kurikulum Merdeka, begitu banyak panggung-panggung prestasi di luar bidang eksakta yang kemudian terbuka lebar. Koleksi kejuaraan pun bertubi-tubi datang. Peserta didik menjadi lebih bersemangat, lebih bergembira. Sekolah benar-benar memfasilitasi setiap bakat yang dimiliki peserta didik, dengan membuat klub-klub atau kelompok juga mendorong siswa ikut kompetisi baik tingkat kecamatan, kotamadya sampai tingkat DKI Jakarta. Misalnya klub pencak silat, klub menggambar dan lainnya. Klub-klub ini mendapatkan support dari sekolah dan tentu Komite Sekolah.

Anak saya, meski bukan termasuk siswa yang menjadi obyek implementasi Kurikulum Merdeka, toh nuansa pembelajaran Kurikukulum Merdeka dirasakan pula. Berulangkali kompetisi-kompetisi baik secara luring maupun daring diikuti oleh anak saya yang memang hobinya menggambar.  Ia sangat bersemangat ketika guru memintanya untuk ikut kompetisi menggambar.

Imbas lain yang saya rasakan, anak saya tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk menyalurkan hobi menggambarnya ketika berada di area sekolah. Ia dengan bangga dan leluasa menunjukkan hobi dan bakatnya. Sebagai perbandingan, dahulu anak saya harus sembunyi-sembunyi ketika syahwat menggambarnya muncul di sekolah. Walhasil buku-buku pelajarannya pada halaman terakhir penuh dengan gambar.

Siswa mengerjakan project pembelajaran kelompok (dokpri)
Siswa mengerjakan project pembelajaran kelompok (dokpri)

Sebagai seorang ibu sekaligus orang tua siswa, rasanya senang karena kini cerdas di bidang non eksakta sama berharganya, sama membanggakannya.

Implementasi Kurikulum Merdeka tentu tidak sebatas menyangkut kesiapan sekolah dan guru-guru, tetapi juga bagaimana orang tua siswa bersedia untuk memberikan dukungan atau support penuh. Karena sejatinya Kurikulum Merdeka ini adalah kurikulum yang didesain untuk membantu menggali potensi setiap siswa, sehingga kerjasama dengan orang tua amat dibutuhkan. "Komite Sekolah kini harus lebih aktif terutama ketika ada kegiatan di luar kelas," kata Mama Ahmad Fini, Komite SMP N 43 Jakarta.

Studi banding di SMP Al Mujahiddin Gunung Kidul

Sekali waktu tepatnya pertengahan Desember 2022, saya mampir ke SMP Muhammadiyah Al Mujahiddin Gunung Kidul, Yogyakarta. Dalam obrolan ringan dengan Kepala Sekolah Pak Agus Suroyo, saya pun dibuat tercengang. Sekolah di bawah kelola persyarikatan Muhammadiyah yang notabene merupakan sekolah unggulan berbasis pesantren tersebut mencatat input siswa dengan keragaman yang luar biasa, terutama dari segi kemampuan akademik seiring diberlakukannya kebijakan Merdeka Belajar berbagai episode termasuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

"Dulu input sekolah ini adalah anak-anak dengan nilai-nilai akademik yang tinggi. Tingkat penguasaan saint dan matematika  menjadi indikator utama prestasi sekolah ini," kata Pak Agus.

Namun sejak diberlakukan Kurikulum Merdeka yang sebenarnya melengkapi kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru, sekolah tersebut mendapati peserta didik dengan kemampuan akademik lebih variatif dan bakat yang lebih beragam. Pak Agus mencontohkan, bagaimana tahun 2022 mendapatkan input seorang siswa kelas 7 dengan kemampuan matematika di bawah rata-rata. "Kelas 7 belum bisa membedakan angka 114 lebih besar atau lebih kecil dari 117. Ini yang kami sebut sebagai kemampuan di bawah rata-rata. Karena itu materi pelajaran matematika SD," jelasnya.

Pak Agus Suroyo Kepala SMP Al Mujahiddin Gunung Kidul (dokpri)
Pak Agus Suroyo Kepala SMP Al Mujahiddin Gunung Kidul (dokpri)

Dengan manajemen Kurikulum Merdeka yang memberikan kebebasan sekolah untuk menggali potensi anak didik, siswa berkemampuan matematika pas-pasan tersebut dikemudian hari mampu menunjukkan prestasi di bidang olahraga. Siswa tersebut memang 'lemah' di bidang matematika, tetapi menonjol di bidang olahraga. dan itulah kecerdasan sejati dari seorang anak. "Sejak kami mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, perolehan prestasi non akademik kami pada kompetisi baik tingkat daerah maupun nasional meningkat drastis, bisa 3 kali lipatnya," kata Pak Agus.

Untuk mengoptimalkan implementasi Kurikulum Merdeka, Pak Agus memastikan bahwa dukungan guru-guru, tenaga kependidikan, manajemen sekolah dan tentu dinas pendidikan sangat penting. "Kami membutuhkan kesungguhan dan kerja keras guru untuk bisa menggali potensi anak didik. Dan itu butuh ilmu, butuh pemahaman dan ketrampilan dari tim guru," jelasnya.

SMP Mujahiddin Gunung Kidul sendiri merupakan salah satu sekolah project yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka sejak Merdeka Belajar Episode 15 tersebut diluncurkan. Segala perubahan suasana belajar yang terjadi di SMP Al Mujahiddin tersebut senyatanya memang saya jumpai juga di sekolah anak saya di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Mengutip data Kemendikbud Ristek, sampai saat ini, telah ada sebanyak 143.265 sekolah yang sudah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Dan pada tahun ajaran 2023/2024, tercatat sudah lebih dari 268.000 satuan pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia yang antusias ingin mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

"Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengakomodir dan mengapresiasi besarnya antusiasme pemerintah daerah dalam mendorong satuan pendidikan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Iwan Syahril mengutip laman kemdikbud.go.id.

Siswa SMPN43 Jakarta berkujung ke Ragunan Zoo sebagai bagian dari project pembelajaran (dokpri)
Siswa SMPN43 Jakarta berkujung ke Ragunan Zoo sebagai bagian dari project pembelajaran (dokpri)

Menurut Iwan, implementasi Kurikulum Merdeka secara mandiri merupakan pilihan bagi satuan pendidikan berdasarkan kesiapan masing-masing.  Ada dua dua hal yang harus diperhatikan satuan pendidikan yang akan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pertama, bagi satuan pendidikan yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023 masih memiliki waktu untuk melakukan refleksi dan mengubah opsi Kurikulum Merdeka untuk Tahun Ajaran baru. Satuan pendidikan yang telah menjadi pelaksana implementasi Kurikulum Merdeka pada tahun 2022/ 2023 dengan status Mandiri Belajar dapat mengubah statusnya menjadi Mandiri Berubah atau Mandiri Berbagi, sedangkan satuan pendidikan yang telah berstatus Mandiri Berubah dapat mengubahnya menjadi Mandiri Berbagi.

Kedua, satuan pendidikan yang belum pernah mendaftar dapat memilih salah satu dari tiga pilihan kategori implementasi Kurikulum Merdeka berdasarkan kesiapan masing-masing. Tiga pilihan kategori tersebut yaitu Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.

"Mari bersama-sama bersiap untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di Tahun Ajaran baru bersama 2,5 juta pendidik di seluruh Indonesia demi memberikan layanan pembelajaran yang relevan, menyenangkan, dan sesuai dengan kebutuhan murid," pungkas Dirjen PAUDDikdasmen Aswin Wihdiyanto.

Mengutip laman https://kurikulum.kemdikbud.go.id, karakteristik utama dari kurikulum ini adalah fokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam, waktu lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan, memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan dukungan perangkat ajar serta materi pelatihan untuk mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan melaksanakan pembelajaran berkualitas serta mengedepankan gotong royong dengan seluruh pihak untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.

Selamat datang Kurikulum Merdeka, selamat datang perubahan, selamat datang sekolah yang menyenangkan...

Mampang Prapatan 2 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun