Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Libur Sekolah Tanpa HP, Buku Novel Jadi Solusi Saya

29 Juni 2022   13:30 Diperbarui: 30 Juni 2022   02:50 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah nyaris tak pernah terlepas dari gawai, liburan sekolah saya memutuskan untuk menahan smartphone anak. 

Sejak hari pertama libur, anak saya sudah tidak boleh menyentuh HP. Ini saya lakukan untuk memberikan warna berbeda dalam rutinitas kehidupannya. Mengingat sejak pandemi, pembelajaran nyaris full menggunakan gawai.

Terkadang, ketika libur sekolah atau weekend, saya meminta anak untuk tidak membuka HP. Tetapi itu tidak bisa dilakukan karena tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan memang berada di HP. Mulai dari sumber materinya yang diambil dari e-library, Youtube maupun aplikasi-aplikasi pembelajaran lainnya. 

Saya pun mengalah dan membiarkan anak saya yang masih kelas 7 SMP untuk terus berhubungan dengan gawai.

Soal pengawasan? Ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab pendampingan menggunakan gawai tidak bisa saya lakukan full 24 jam. 

Seringkali saya harus mengerjakan tugas lain baik urusan kantor maupun pekerjaan domestik rumah tangga.

Walhasil, di sela belajar menggunakan HP, adakalanya si anak iseng membuka game atau sejenisnya. 

Beberapa kali saya mendapatinya ketika saya coba cek history pada HP. Bukan mengapa saya tidak memberikan izin anak saya bermain game atau berselancar di dunia maya. Saya takut anak menjadi kecanduan game, tak bisa lepas dari HP.

Mumpung libur sekolah, maka saya pun mencoba memisahkan anak dengan HP. Komunikasi dengan grup temannya di kelas, saya yang memantau tanpa sepengetahuan anak. Hanya yang penting-penting saja yang saya sampaikan ke anak. Selebihnya, apalagi sekadar obrolan atau candaan bareng teman kelasnya, saya memilih untuk mengabaikan.

Hari kedua lniran masih berburu novel di Gramedia (dokpri)
Hari kedua lniran masih berburu novel di Gramedia (dokpri)

Memang anak saya rela untuk tidak menyentuh HP, tetapi konsekuensi yang harus saya bayar cukup mahal juga. 

Pasalnya, saya harus menyediakan novel-novel kegemarannya yang belum ada dalam daftar koleksinya. Gramedia pun menjadi solusinya. Selama tiga hari berturut-turut, si anak mengunjungi toko buku Gramedia.

Teknik merayu si emak pun jitu. Pada kunjungan pertama, anak saya cukup 'sopan' dan 'tahu diri'. 

Ia hanya mengambil 5 novel terbaru karya Tere Liye. Sudah bisa ditebakkan, berapa rupiah yang harus saya bayar? Hahahahaha...

Saking gemarnya baca karya Tere Liye, anak saya sejak baru keluar dari Gramedia, sudah mulai melahap itu novel. Bahkan Ketika saya ajak makan di sebuah restoran, saat jalan menuju pulang. Dengan cepat dia menghabiskan satu buku.

Kegiatan membacanya berlanjut sampai di rumah. Ia hampir-hampir tak beranjak dari kamarnya kecuali untuk urusan shalat dan mandi. Benar-benar tidak ada kegiatan lain kecuali membaca novel. Sampai menjelang tengah malam, lampu kamarnya masih nyala terang. Ia baru beranjak tidur ketika saya menegurnya.

Usai shalat subuh, mengaji sebentar, saya melihat anak sudah mulai berkutat dengan tumpukan novel barunya. Itu dilakukan hingga lima novelnya habis dibaca menjelang petang.

Malam harinya, si anak merajuk lagi, minta ke Gramedia. Ia sudah menulis daftar buku-buku yang kemarinan 'malu' untuk diangkut serta. Masih ada 7 buku, katanya minta izin ke saya untuk membeli.

Oh ya, anak saya unik. Dia tidak mau membeli buku-buku novelnya di marketplace takut bajakan. Meski harga buku di Marketplace jauh lebih murah dibanding di toko buku Gramedia. Katanya kasihan penulisnya jika membeli buku bajakan. Top dah, saya acung jempol.

Kembali ke persoalan bukunya yang sudah habis dibaca belum sampai 24 jam. Jurus merayu dilancarkan si anak dalam berbagai kesempatan. 

Meminta saya untuk Kembali membelikan buku novel plus komik. Pada Akhirnya sang emak pun luluh. Ini menjadi konsekuensi saya melarang anak main HP.

Liburan hari ketiga, saya pun kembali mengantar anak ke Gramedia. Tujuh eksemplar buku novel dan komik diborongnya. 

Satu di antara buku novelnya seharga hampir 200 ribu rupiah. Anehnya, saya kok malah gembira ya, mendapati dia keranjingan buku.

Seperti episode pembelian buku hari pertama, pun demikian episode kedua, anak saya begitu cepat menghabiskan bacaan buku-buku yang dibelinya. Ia rela begadang, rela tidak minta jajan, demi membaca buku-buku novel dan komiknya.

Nah, pada yang kedua pun sama. Habis setumpuk novel, anak kembali merajuk. Meminta saya kembali membelikan buku. Alasannya, masih ada buku yang belum dia punya. Katanya buku itu ada lagi hari ini. 

"Kemarinan habis kata si mbak petugas," kata anak saya merajuk.

Dibombardir rayuan berulang, saya pun luluh. Kembali mengantar anak saya ke Gramedia untuk yang ketiga kalinya. 

Belum genap sepekan libur, saya sudah tiga kali ke Gramedia. Jangan tanya berapa banyak rupiah yang harus keluar untuk beli buku-buku novel dan komiknya. Hitungan saya, sudah melebihi biaya untuk mudik sekeluarga ke Yogyakarta.

Saya berpikir, ini episode ke Gramedia yang terakhir kalinya selama liburan akhir tahun ajaran ini, sesuai janji anak. Benar memang. Habis semua novel dan komiknya dibaca, anak saya memang tidak merajuk untuk ke Gramedia lagi. Tetapi bukan berarti selesai sudah urusan membeli buku. Hanya teknik membelinya yang berbeda. Si anak meminta izin untuk membeli buku melalui Gramedia online. Hahahaha. Deretan judul novel pun disodorkan. 

"Cuma tiga novel, masing-masing 70 ribu. Jadi butuh uang 210 ribu saja," kata anak saya merajuk.

Berulang kali dia memainkan HP emaknya. Meminta izin membeli buku melalui online. Padahal itu tumpukan novel dan komik yang masih kinyis-kinyis, masih baru dibuka teronggok di meja kamarnya. Katanya sudah dibaca semua.

Membaca buku meski sambil main kucing (dokpri)
Membaca buku meski sambil main kucing (dokpri)

Sambil menunggu persetujuan emaknya untuk bisa beli buku di Gramedia online, anak saya membuka-buka aplikasi perpustakaan nasional dan e-library sekolahnya. Terpaksalah saya harus merelakan HP dalam genggamannya. Hahahaha...

Demi sedikit mengerem dan menghemat pengeluaran untuk beli buku, saya izinkan ia membaca buku lewat aplikasi HP saya.

Belum juga sepekan libur sekolah, saya sudah kerepotan mengalihkan kegiatan anak saya dari HP ke buku-buku. Bagaimana saya harus menyiasati dua pekan sisanya. Pergi ke tempat wisata? Pilihan ini cukup merepotkan karena saya dan suami memang tidak libur.

Buku memang efektif menjadi solusinya, tetapi biaya yang harus saya keluarkan jauh lebih mahal dibanding saya mengajaknya mudik ke kampung halaman.

Saya sekali waktu iseng meminta dia membaca koleksi-koleksi buku novelnya yang sudah numpuk di rak buku. 

Sambil tertawa, si anak menunjukkan satu buku novel Harry Potter ke saya. Buku yang tebalnya minta ampun tersebut, sampulnya sudah terlepas. Tampang bukunya juga sudah lecek. 

Kata anak saya, sudah puluhan kali baca ulang buku novel Harry Potter. Dari buku novel Harry Potter yang dikoleksi anak saya, hanya satu atau dua novel saja yang masih lumayan bagus. Selebihnya sudah lusuh saking bolak balik dibaca ulang.

Meski saya cukup kerepotan memenuhi keinginan anak saya untuk membeli buku-buku novel, tetapi jauh di lubuk hati paling dalam, saya bersyukur bahwa anak saya memiliki kegemaran membaca buku. Hal yang menurut saya langka untuk era media sosial seperti sekarang ini.

Dimobil pun sambil baca buku (dokpri)
Dimobil pun sambil baca buku (dokpri)

Oh iya, anak saya tidak main media sosial baik itu FB, IG maupun Twitter juga TikTok dan lainnya. Kalaupun dia ada muncul di Youtube kakaknya, itu sebatas tugas sekolah. Beberapa guru memang meminta siswa untuk membuat video kemudian memposting di YouTube.

Nah itulah 'kerepotan' saya mengisi liburan sekolah anak. Kerepotan ini terjadi karena saya berupaya mengurangi kontak anak dengan HP. Bisa jadi saya akan tidak kerepotan jika mengizinkan anak main HP. Toh kalau sudah pegang HP, seharian juga bakal anteng.

Semoga upaya saya untuk mengurangi risiko anak kecanduan HP membuahkan hasil. Selamat berjuang para Mak di luar sana. 

Libur sekolah pasti menjadi pekerjaan baru yang tak kalah peliknya dengan saat mendampingi anak-anak PJJ selama masa pandemi Covid-19 berlangsung. Tetap semangat ya para perempuan....

Mampang Prapatan 29 Juni 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun