Sayangnya saat beradu dengan pendaftar lain melalui sistem PPDB online, nama anaknya terlempar dari daftar siswa yang berpotensi diterima, dua hari menjelang penutupan PPDB.Â
Situasi tersebut terpantau pada tiga SMA pilihan anaknya. "Pergerakan jurusan IPS sangat dinamis. Nilainya juga tinggi-tinggi," tuturnya.
Beruntung sistem memungkinkan pendaftar untuk berganti pilihan. Ia pun kemudian mengganti pilihan jurusan si anak ke IPA. Alasannya, untuk jurusan IPA, nilai si anak aman dan pergerakannya juga lambat. "Hampir-hampir nggak bergerak. Beda jauh dengan IPS," tambahnya.
Ia berharap si anak bisa lolos di sekolah yang diinginkan meski harus mengambil jurusan IPA. "Yang penting lolos dulu, diterima dulu. Semoga nanti ada peluang pindah jurusan," harapnya.
Soal 'tiba-tiba' jurusan IPS menjadi favorit, juga diakui seorang kepala sekolah di wilayah Sleman, Yogyakarta, Tri. Berdasarkan pemantauan laman PPDB, jurusan IPS di sekolah yang dipimpin jauh lebih dinamis.
"Pendaftarnya membludak, nilainya juga bagus-bagus. IPA yang daftar baru sedikit, beda dengan IPS," kata Tri.
Menurutnya, bisa jadi anak-anak sekarang sudah 'tahu' apa yang diinginkan untuk masa depannya. Karena itu mereka sudah bisa merencanakan sejak awal masuk SMA.
Tri mengakui anak keduanya dulu juga masuk IPS. Padahal NUN si bocah mencapai 39 lebih dengan IPA 98 dan matematika 100.Â
Alasan masuk IPS karena si anak sudah mengincar ingin jadi seorang akuntan. Bersyukur si anak lolos SBMPTN jurusan akuntansi di UGM.
Berbeda dengan anak saya. Dengan nilai NEM yang tinggi, terbaik di SMP-nya, si bocah melenggang masuk jurusan IPA.Â
Pada laman PPDB DKI Jakarta, anak saya peringkat 4 dalam daftar calon siswa di SMA yang ditujunya.