Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Bukber? Seriusan Lebih Nikmat Buka Puasa di Rumah

8 April 2022   19:21 Diperbarui: 16 April 2022   17:45 3065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menu buka puasa rumahan lebih nikmat (dokpri)

Puasa Ramadhan selalu diwarnai dengan agenda buka puasa bersama. Entah itu dengan teman, keluarga besar, rekan kerja maupun pihak lainnya. Intinya, ngumpul bareng dan buka puasa bersama.

Saya pun termasuk di dalamnya. Saya masuk golongan orang-orang yang rajin datang acara buka puasa bersama. Senang aja, karena selain bersilaturahmi, kadangkala diselingi dengan acara bagi-bagi doorprize.

Tetapi sejak pandemi COvid-19 kegiatan buka puasa bersama hilang dengan sendirinya. Kebijakan pemerintah yang melarang kumpul-kumpul dan pembatasan kegiatan di ruang publik membuat agenda buka puasa bersama -- meski masih ada satu dua -- saya abaikan. 

Saya lebih suka menikmati acara buka puasa bersama anak-anak dan suami di rumah. Situasi tersebut berlanjut hingga Ramadhan kali ini.

Meski baru sepekan puasa Ramadhan dijalankan, beberapa rekan dan kawan sudah 'woro-woro' untuk kegiatan buka puasa bersama. 

Termasuk komite kelas (korlas) dimana anak saya sekolah. Melalui group WhatsApp korlas, para ibu-ibu meminta saya untuk datang ikutan bukber seluruh korlas yang ada di sekolah anak saya.

Buka puasa bersama alias bukber rencana diadakan di rumah makan Aceh Bungong Seulanga Mampang Prapatan. Entah apa pertimbangannya, mengingat saya termasuk yang agar sulit beradaptasi dengan rempah masakan ala Aceh.

Tetapi bukan karena pilihan rumah makannya, saya menolak untuk bergabung acara bukber korlas. Saya lebih ingin menikmati Ramadhan ini buka puasa bersama keluarga saja. Kapan lagi bisa full sebulan penuh makan bersama anak dan suami dalam waktu yang sama dan rasa lapar yang sama? Hahaha..

Bukber bersama keluarga sejujurnya lebih bisa saya nikmati dibanding bukber bersama orang lain sekalipun di restoran mewah maupun hotel. Bukber di rumah dengan menu-menu yang saya bilang kelewat sederhana jauh lebih membuat lidah saya berselera. 

Sayur bayam, tempe goreng hangat, sambal bawang ditambah ayam goreng, rasanya jauh lebih nikmat dibanding bukber di restoran mewah dengan berbagai menu sajian yang wah. Entah mengapa..

Terus terang selama sepekan puasa, saya nyaris tidak pernah memasak menu yang aneh-aneh. Menu yang saya sajikan tidak akan jauh dari sayur bayam, sayur asem, tumis bunis, tumis kangkung, labu siam, tempe dan tahu goreng, sambal, ikan asin, ayam goreng, ikan goreng, telur goreng, dan telur asin. 

Semua hanya tinggal dipasang-pasang antara sayuran dengan lauk pauknya. Pun setiap buka puasa, lauknya tak lebih dari dua atau tiga jenis di luar sayuran.

Untuk penggembiranya, terkadang kolak yang saya beli di pedagang UMKM, atau saya berkreasi bikin cocktail buah. Anak-anak dan suami ternyata merasakan nikmat yang sama dengan yang saya rasakan.

Sekali waktu saya usul untuk bukber di luar rumah, sekeluarga saja. Bisa pilih restoran yang sesuai lidah bahkan yang favorit anak-anak. Tetapi baik anak-anak maupun suami menolaknya. Mereka bilang lebih suka buka puasa bersama di rumah. Ya sudah, lebih hemat dan itu pasti bikin saya lebih bahagia.

Tetapi sebagai orang yang pernah kerja kantoran, soal bukber di restoran maupun kelas hotel bintang lima sudah pernah saya rasakan. Malah dibilang sangat sering. 

Undangan bukber dari relasi bertubi-tubi pada dua pekan terakhir puasa Ramadhan. Kadang saya sampai keder ngaturnya. Menolak tidak sampai hati, tetapi menyanggupi semua undangan bukber juga tidak mungkin.

Dari pengalaman bukber di restoran atau di hotel, sejatinya memang paling nikmat buka puasa di rumah. Berkumpul bersama dengan seluruh anggota keluarga tanpa perlu direpotkan dengan seremoni-seremoni. Suasananya lebih santai, dan rileks, apapun menunya.

Ketika saya bukber di luar rumah, selain malas dengan berbagai seremoni, acapkali juga direpotkan dengan persoalan shalat magrib. Sebab tidak semua restoran atau hotel menyediakan tempat shalat yang representative. 

Kadang sangat sempit, kadang cuma sepetak ruangan semacam gudang, bahkan tak jarang malah tidak ada. Alhasil harus cari mushola atau masjid terdekat dengan lokasi bukber. 

Padahal mereka tahu, namanya bukber pasti dilanjutkan dengan shalat magrib. Sayangnya pengelola restoran dan hotel banyak yang tidak menyediakan paket lengkap tersebut. Mereka hanya fokus pada penyediaan menu bukber, lupa menyediakan tempat shalat.

Beberapa hotel memang menyediakan ruangan khusus untuk shalat magrib saat ada event bukber pelanggannya. Tetapi hotel yang rela 'membuka' ruangan khusus untuk shalat tidaklah banyak, masih bisa dihitung dengan jari.

Itu sebab, setiap ada undangan bukber, saya selalu survey tempat shalat dulu sebelum acara buka puasa bersama. Tujuannya, begitu saya batalkan puasa dengan minuman, saya bisa langsung shalat magrib dulu. Sebab jika harus makan dulu, yang ada antrean di tempat shalat mengular. Duh, tidak nyaman sekali.

Belum lagi persoalan dihadang kemacetan di sepanjang jalan. Kota Jakarta menjelang magrib adalah biangnya kemacetan. Tak terkecuali pada bulan puasa. 

Orang berlomba-lomba cepat sampai rumah untuk bisa buka puasa bersama keluarga. Maka jika hendak menghadiri acara bukber, kadang prepare waktu yang dibutuhkan berjam-jam sebelum acara dimulai, takut macet di jalanan.

Macet juga menghadang usai buka puasa, sehingga soal terlambat atau bahkan tidak bisa mengejar jadwal shalat tarawih di masjid pasti potensinya sangat besar. Sampai rumah sudah lelang menembus macet, akibatnya langsung tidur. Jangankan tadarus, shalat taraweh secara mandiri pun bisa lewat.

Sekarang jika ada pilihan menolak undangan bukber, saya pastikan bahwa saya akan memilihnya. Kalau memang relasi, teman atau siapa sajalah yang memang mau berbagi hidangan berbuka puasa, bisa dikirimkan ke rumah. (Mau saya)..Lebih praktis, lebih ikhlas pasti.

Maka ketika pemerintah kasih pengumuman dilarang mengadakan bukber, saya pun tersenyum lebar, senang bukan main. Semoga saja memang saya tidak mendapatkan undangan bukber ya. 

Biar saya dan keluarga lebih fokus ibadah Ramadhan, bisa menikmati bulan Ramadhan sepenuh hati. Bulan penuh berkah, bulan penuh hikmah, bulan penuh ampunan..

Mampang Prapatan 8 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun