Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lulusan Madrasah, Bisakah Ikut Jalur Zonasi Sekolah Umum?

6 Maret 2022   19:28 Diperbarui: 7 Maret 2022   16:25 9953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak saya saat masih di MI AlKhairiyah Mampang Prapatan (dokumentasi pribadi)

Seorang kawan menghubungi saya, minta pencerahan terkait anaknya yang baru mau masuk Sekolah Dasar (SD). 

Sebenarnya rencana awal si kawan ini mau memasukkan anaknya di SDIT dengan alasan biar dapat muatan pelajaran agamanya lebih banyak. Tetapi rencananya tersebut urung dilakukan setelah mengetahui biaya masuk SDIT cukup menguras isi dompet.

Well, dia pun jadi bingung. Melalui sambungan telepon, si kawan pun minta saran dan masukan. Satu sisi ingin memberikan bekal ilmu agama yang lebih banyak, namun sisi lain kondisi keuangan keluarganya belum mendukung. 

"Dengan mata pelajaran agama hanya dua jam sepekan di sekolah umum, apa yang bisa diperoleh anak saya. Sedang saya sendiri minim ilmu agamanya," tuturnya.

Ketika saya menyodorkan Madrasah Ibtidaiyah alias MI, si kawan pun menolak. Alasannya, takut nanti ketika mau masuk SMP Negeri melalui jalur zonasi mendapatkan kesulitan. 

Saya pun tertawa, sebab dua anak saya kebetulan memang jebolan MI dan MTs. Dua-duanya tak masalah ketika mau melanjutkan ke sekolah jenjang berikutnya. Sekolah negeri malah.

Sebenarnya 7 tahun lalu (saat ini anak saya SMP kelas 7), saya memasukkan anak ke MI bukan faktor sengaja. 

Ini saya lakukan setelah mendaftar di SD Negeri yang lokasinya hanya 50 meter dari rumah ditolak gara-gara usia belum genap 6 tahun. 

Meski secara zonasi, anak saya menang jauh. Tetapi terbentur usia akhirnya saya mengalah mencari sekolah yang lebih jauh dari rumah.

Akhirnya pilihan pun jatuh ke MI swasta yang jaraknya tidak sampai 1 KM dari rumah. Melalui serangkaian tes seperti baca tulis hitung, hafalan surat pendek dan menulis huruf Arab, akhirnya anak saya lolos dan diterima di kelas 1. 

Serangkaian tes tersebut dilakukan oleh pihak sekolah karena membludaknya jumlah pendaftar. Sementara sekolah hanya menyediakan kuota untuk  6 rombongan belajar (rombel).

Alhamdulillah meski saat masuk MI usia belum genap 6 tahun, anak saya bisa mengikuti proses pembelajaran selama 6 tahun dengan prestasi yang cukup menggembirakan, hampir selalu langganan juara di kelasnya. 

Dan setahun lalu, anak saya lolos pada seleksi masuk SMP Negeri melalui jalur akademik. Jalur ini memungkinkan bagi anak yang memang secara zonasi tidak terlalu dekat dengan sekolah yang dituju, dan secara umur masih di bawah rata-rata memiliki peluang bisa sekolah di SMP Negeri. 

Kebetulan sekolah yang dituju anak saya membuka untuk jalur prestasi akademik satu kelas saja dari 6 rombel yang ada.

Sebelumnya, anak saya yang nomor satu juga mengalami hal serupa. Ia yang merupakan lulusan MTs swasta, akhirnya bisa lolos ke SMA Negeri melalui jalur prestasi akademik. 

Lagi-lagi karena secara zonasi rumah kami tidak terlalu dekat dengan SMA Negeri yang dituju dan kebetulan lagi anak saya usianya masih tergolong muda.

Pengalaman anak saya yang bisa melanjutkan SMP Negeri dan SMA Negeri meski berasal dari MI dan MTs menjadi bukti bahwa meski dikelola oleh kementerian berbeda, masyarakat tidak perlu khawatir bakal dipersulit ketika akan melanjutkan ke sekolah umum. Bahkan ketika iseng saya cek hasil seleksi SMP anak saya, lebih dari 50 persen berasal dari MI.

"Jadi tidak perlu khawatir bakal dipersulit. Mau itu sekolah di bawah kementerian agama, mau dibawah Kemendikbudristek, sama saja. Kuncinya lolos seleksi, lolos persyaratan," terang saya kepada si kawan ini.

Sama halnya ketika anak mau melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka yang lulusan Madrasah Aliyah pun bisa ikut seleksi masuk perguruan tinggi umum di luar UIN (dulu IAIN). 

Pun sebaliknya, anak lulusan SMA bisa masuk ke UIN. Saya sendiri yang merupakan lulusan SMA Negeri, pada seleksi mahasiswa baru, diterima di universitas dan IAIN.

Zaman saya dulu, seleksi masuk PTN antara universitas dengan IAIN belum dikelola bersama seperti sekarang ini. 

Sekarang universitas, pendidikan tinggi vokasi dan UIN sistem seleksinya digelar bersama oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT).

Meski sudah mendapat pencerahan plus testimoni pengalaman pribadi, si kawan saya ini masih juga ragu. Benarkah muatan agama yang diajarkan di MI mencukupi? 

Saya bilang di MI muatan agama Islamnya sangat banyak. Ada pelajaran Bahasa Arab, Fiqih, Sejarah Budaya Islam, Al Qur'an Hadist, Akidah Ahlaq. Mata pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, PKn, matematika dan lainnya sama persis dengan SD umum. 

"Menang banyak kalau soal pelajaran agama," kata saya lagi.

Si kawan pun akhirnya mantap untuk mendaftarkan anaknya di MI. Kebetulan MI lokasinya tidak jauh dari rumah. 

Ia tidak perlu dipusingkan dengan biaya pendaftaran. Karena rata-rata MI apalagi negeri, biayanya masih sangat terjangkau.

Musim pendaftaran siswa baru tinggal hitungan bulan. Perhitungkan dengan matang, bekal ilmu apa yang akan kita tanamkan kepada anak. 

Jika mau muatan lokal agama lebih banyak, selain SD IT atau sekolah-sekolah di bawah kelola lembaga (organisasi keagamaan), Madrasah Ibtidaiyah bisa jadi pilihan utama.

Semoga bermanfaat ya

Mampang Prapatan 6 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun