Pagi ini, Bang Aswin kembali berjualan setelah hampir sepekan libur. Ia tak berjualan meski tahu dan tempe sudah mulai muncul di pasaran. Tiga hari lebih lama dari waktu hilangnya tahu dari pasaran. Alasannya sederhana, modal jualan habis untuk beli beras dan sayuran.
Sambil menarik kaleng bekas cat yang dia gunakan untuk membawa dagangannya, Bang Aswin berteriak lantang, memecah kesunyian pagi dari gang satu ke gang lainnya. "Tahu-tahu......"
Teriakannya yang khas dan suara geruduk-geruduk roda besi yang digunakan untuk menarik kaleng dagangan, mengundang ibu-ibu di sepanjang gang yang dilaluinya.Â
Ibu-ibu yang memang sudah menjadi langganan pun mengulurkan wadah plastik atau mangkok. "Seperti biasa, 6 biji aja," kata satu pelanggan di Jalan Mampang Prapatan X.
Pria berperawakan tinggi kurus tersebut dengan sigap melayani pelanggan yang sudah 6 hari tak disapa. Maklum, Bang Aswin sehari-hari hanya berprofesi jualan tahu, sebuah pekerjaan yang sudah dilakoni hampir 10 tahun. Tanpa ada tahu maka praktis ia menganggur, di rumah saja.
Ia berkisah, usai tiga hari menghilang dari pasaran, sebenarnya tahu sudah mulai ada lagi pada hari ke-4. Sayangnya, modal jualan tahu yang tak seberapa, habis untuk beli beras dan lauk selama tidak jualan. Akibatnya saat kembali mau jualan, Bang Aswin harus pinjam ke juragan tahu.
"Saya ambil tahu dulu bayarnya belakangan. Tapi karena ngutang, jadi ga kebagian. Juragan mengutamakan yang bisa ambil tahu pakai bayar kontan," lanjutnya.
Baru pada hari ke- 6 ia kebagian tahu. Itupun hanya 100 potong. Padahal untuk dapat untung yang lumayan, Bang Aswin minimal harus dapat menghabiskan dagangan 200 potong tahu.
Seperti diduga sebelumnya, tahu dan tempe menghilang dari pasaran karena memang mau naik harga. Itu pula yang diakui Bang Aswin.
"Sebelumnya saya ambil tahun 350 per potong, saya jual 600. Sekarang ambilnya saja sudah harga 600. Terpaksa saya jual 1000. Untung 400 rupiah per potong," jelasnya.