Siraman rohani pada artikel ini dikutip dari talkshow antara Najwa Shihab dengan ayahnya yaitu Quraish Shihab dalam acara Shihab dan Shihab.
Saya merasa kalau tema ini cocok sekali ditulis dalam bentuk tulisan karena berita yang beredar belakangan. Berita yang muncul mengenai covid 19 menimbulkan kemarahan pada sebagian masyarakat.
Covid 19 yang sudah kita ketahui telah menjadi pandemi tadinya diharapkan dapat selesai sesegera mungkin. Tapi melihat kondisi yang terjadi. Ketidaksesuaian antara pemerintah dan masyarakat menjadikan penanganan virus ini seperti hanya formalitas saja.
Sehingga ketika kebijakan yang disosialisasikan berubah berubah mulai dari PSBB kemudian tidak boleh mudik, transportasi umum ditutup ini sudah dilakukan tapi selang beberapa hari, transportasi umum sudah dibuka kembali, PSBB tidak diperketat, "mudik" bisa dilakukan (dengan alasan perjalanan dinas, pekerkaan, dll).Â
Hal tersebut jad terasa seperti "pengkhianatan" terhadap mereka sudah dirumahaja, para tenaga medis yang sudah bekerja keras, para buruh harian yang kehilangn pekerjaan dan orang-orang yang merasa sudah melakukan himbauan untuk dirumah.
Perasaan geram, marah atau kecewa. Perasaan tersebutlah yang dibahas pada acara talkshow. Bagaimanakah cara agar dapat menahan amarah. Apakah boleh marah? Marah itu definisinya apa? Lalu sampai sebatas mana? Mari kita ulas
Marah itu adalah sikap tidak senang melihat sikap orang lain yang kita tidak setuju. Marah ada 2 macam: marah pada tempatnya dan marah yang tidak pada tempatnya.
Marah pada tempatnya adalah ketika kita marah pada orang yang menganiaya orang lain. Marah karena alasan jelas kalau hal tersebut merusak/merugikan diri sendiri atau pihak lain.
Marah tidak pada tempatnya adalah ketika marah itu dipicu oleh setan sehingga yang terjadi wajah menjadi merah padam dan emosi meluap luap (tidak dapat menahan diri)
Agama tidak melarang kita untuk marah tapi yang pertama kali diminta adalah untuk MENAHAN terlebih dahulu marahnya.
Menahan marah bukan berarti tidak boleh marah, tapi lebih dipikirkan dulu. Apakah orang, situasi, penyebab dan caranya tepat. Contohnya seperti yang ada di video :
Link video :Â
https://www.instagram.com/tv/B_zcb0FjhtF/?igshid=1seq19m09feuo
atau bila dikaitkan dengan situasi sekarang, kita merasa marah apakah wajar. Apabila wajar, objeknya apakah jelas, kalau objeknya jelas, penyebabnya kenapa. Biasanya penyebab ini bukan hanya 1 hal, tapi bisa jadi banyak lalu tertumpuk. Cara yang dilakukan ketika meluapkan. perlukah maki-maki di socmed atau hanya perlu tarik nafas terus lewati berita (dimatikan notifikasi).
Orang yang menahan amarah ganjarannya surga:
1. Muka merah padam
2. Apabila muka sudah terlihat merah, maka jaga kata-kata agar tidak terucap
3. Kata kata terucap. Batasi, jangan berlebihan sampai menyakiti hati.
3. Bila sudah keluar kata-kata dan berlebihan, tangan jangan sampai memukul.
Ada satu quotes yang saya catat dari sikap menahan amarah ini yaitu:
Saat ini memang kita berada di masa:
"Kalau bukan diri kita yang kontrol maka siapa lagi"
Jadi kalau tidak mau merasa kecewa, kesal atau marah ada baiknya untuk mematikan notifikasi handphone, lewati berita berita yang sekiranya hanya akan membuat marah. Biar kita bisa lebih tenang dalam menjalani ibadah puasa di masa pandemi ini.
Tetap semangat, kawan kawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H