Mohon tunggu...
Inthan FahraniBay
Inthan FahraniBay Mohon Tunggu... Lainnya - XI MIPA 2

hai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Linda Tak Kenal Putus Asa

1 Desember 2020   20:52 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:03 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku adalah Zerlinda Shamika. Aku biasa dipanggil Linda. Ibuku selalu bilang bahwa aku ini adalah gadis cantik bagaikan matahari yang baru terbit. Ayahku sudah meninggal saat aku masih berada di sekolah dasar. Ayahku merupakan seorang dokter yang cukup terkenal dikarenakan kepintaran dan kebaikannya. Semenjak Ayahku meninggal, Ibuku hanya bergantung kepadaku dan sangat berharap aku bisa menjadi dokter sepertinya. Andai Ibuku mau mendengarkanku.

Suster Naomi : "Linda, ayo bangun sudah jam berapa ini? Bisa-bisa kamu telat masuk sekolah."

Linda :"Hooaam, huh? Ah, sungguh aku sangat lelah. Biarkan aku tidur 5 menit lagi Naomi."

Suster Naomi : "Hey! Kamu mau telat lagi seperti kemarin? Apa kamu mau dimarahi lagi oleh Ibumu?"

Linda : "Tentu aku tidak mau. Lagipula kenapa Ibu selalu memarahiku? Huuuft."

Suster Naomi : "Linda, Ibumu seperti itu karena ia sayang sama kamu. Ibu ingin kamu menjadi yang terbaik. Suster Naomi yakin Ibu memarahimu untuk kebaikan kamu sendiri juga. Sudah sekarang cepat mandi, Suster sudah menyiapkan sarapan kesukaanmu di meja makan."

Akhirnya akupun bergegas mandi dan memakai seragam. Aku segera berjalan menuju meja makan. Terlihat sup jagung dan susu terletak disana. Aku segera duduk dan makan sarapanku sebelum berangkat sekolah. Terdengar langkah kaki dari arah kamar orang tuaku.

Ibu : "Pagi Linda. Mengapa mukamu cemberut seperti itu? Anak ibu yang cantik ayo senyum."

Linda : "Iya, Bu. Linda hanya merasa sangat lelah, semalam Linda begadang mengerjakan tugas sekolah, Bu."

Ibu : "Kan Ibu sudah bilang, kerjakan tugasmu seusai pulang sekolah. Bukan dikerjakan sebelum tidur. Memangnya kamu melakukan apa seharian kemarin? Melukis lagi? Sudah Ibu bilang ja-"

Linda : "Bu, cukup. Linda sudah bilang berkali-kali Linda suka melukis. Tolonglah Bu dengarkan Linda sekali ini saja, Linda tidak bisa menjadi dokter seperti Ayah dulu. Linda tidak bisa memaksakan otak ini Bu."

Ibu : "Linda. Almarhum Ayahmu ingin kamu menjadi dokter. Kamu jangan mengecewakan dia Linda. Ibu mohon."

Karena muka sedih yang dipasang Ibu, akupun minta maaf atas perkataanku. Dan aku segera pergi ke mobil untuk berangkat sekolah. 

Kelas hari ini sungguh membosankan. Bu Anita sedang menjelaskan pelajaran matematika yang membuatku pusing dan mengantuk. Akupun mengambil secarik kertas dari bukuku dan mulai menggambar untuk menghilangkan rasa kebosananku. Rose, teman sebangkuku terus 

menyenggolku sedari tadi. "Hey Linda! Berhenti menggambar, Bu Anita nanti akan menegurmu." bisik Rose. "Tenang saja dia juga tidak akan menyadarinya Rose. Lihat gambarku ini, aku menggambar diriku sedang me-"

BRAKK. Seluruh kelas tertuju padaku. Bu Anita terlihat sudah berdiri di depan mejaku. "Sedang apa kamu? Dari tadi tidak memperhatikan Ibu menjelaskan di depan?" omel Bu Anita. "Maaf Bu, saya tidak akan mengulanginya lagi." jawabku. Guru matematika itu mengambil kertas gambaranku dan menyobeknya. Aku hanya terdiam tidak berkata-kata. "Setelah bel pulang kamu ke ruangan Ibu, saya akan panggil orang tua kamu." tutur Bu Anita.

KRIIING. Bel pulang pun sudah berbunyi. Aku segera berjalan ke ruangan Bu Anita, dari jendela sudah terlihat Ibuku sedang berbincang dengannya. Aku masuk dan duduk sebelah Ibuku. Bu Anita menunjukkan sobekan gambarku kepada Ibu. Ibuku memberi tatapan yang sangat mengerikan kepadaku. Ibuku hanya meminta maaf dan meminta Bu Anita untuk mengawasi aku agar aku tidak mengulangi perbuatanku yaitu menggambar.

Setelah kejadian itu aku dan Ibuku segera ke mobil dan jalan pulang. 

Ibu : "Bukannya Ibu tadi pagi sudah memberi tahu kamu? Apa itu kurang Linda?"
Linda : "Tapi Linda sudah bi-"

Ibu : "BILANG APA LINDA? Ibu sudah cukup muak dengan semua ini. Ibu hanya ingin kamu fokus belajar, sebentar lagi sudah masa ulangan Linda. Cukup dengan hal melukis dan menggambar ini. Jika Ibu melihat kamu sekali lagi menggambar atau melukis, Ibu akan menyita semua barang-barang kamu. Ibu jadi menyesal membelikan kamu barang-barang tidak berguna itu."

Linda : "Tidak berguna? Ibu tarik kembali ucapan ibu. Hanya itu yang Linda suka. Melukis dan menggambar membuat Linda bahagia Bu. Linda juga sudah berusaha memperlihatkan hasil lukisan Linda kepada Ibu. Namun Ibu tidak pernah mau melihatnya, Ibu selalu sibuk sendiri dengan pekerjaan Ibu. Ibu jarang sekali menyempatkan waktu bersamaku. Yang Ibu tahu hanya menyuruh aku untuk belajar, belajar, dan belajar supaya bisa menjadi dokter seperti Ayah. Linda tidak pintar untuk hal seperti itu Bu. Linda sudah bilang dari awal."

Ibu : "Sudah. Ibu tidak mau mendengar alasanmu lagi. Sekarang kamu turun dan kerjakan pekerjaan rumah dari gurumu. Ibu ada pekerjaan sebentar. Maafkan Ibu sudah berteriak kepada kamu tadi, Ibu hanya terbawa emosi. Tolong belajarlah dengan giat ya, Nak."

Aku segera turun dan menutup pintu mobil sambil menangis. Aku berlari ke kamarku dan memeluk Suster Naomi yang sudah berada di kamarku membawakan makan soreku. "Linda kamu kenapa cantik? Mengapa kamu menangis? Apa Ibu memarahimu lagi?" tanya Suster Naomi. "Naomi mengapa aku tidak boleh menggambar? Apa itu merupakan perbuatan yang salah? Aku hanya melakukan hal yang aku suka, mengapa aku bisa dicap salah dengan melakukan hal yang aku gemar, Naomi?" jawabku sambil terisak-isak menangis.

"Shhh, sudah cukup. Anak cantik tidak boleh menangis, nanti cantiknya hilang loh. Sudah sekarang kamu ganti baju dan cuci mukamu. Suster sudah membuatkan makanan soremu" jawab Suster Naomi.

Aku segera mengganti seragamku menjadi pakaian yang sudah disiapkan juga oleh Suster Naomi. Dikarenakan kejadian tadi aku jadi tidak bersemangat, aku bahkan meminta Suster Naomi untuk membawa makananku ke kamar. Terlihat nasi goreng seafood yang masih hangat ditaruh diatas mejaku. Aku segera memakannya, saat suapan pertama tanpa kusadari air mata ikut menetes di pipiku. Suster Naomi langsung memelukku dan bertanya ada apa dengan diriku.

Suster Naomi : "Shh.. Linda, ayo jangan menangis lagi. Suster tau kamu sangat kecewa dengan tindakan Ibumu namun kamu tidak boleh putus asa seperti ini. Ayo, Suster yakin kamu bisa menjadi dokter yang hebat seperti Almarhum Ayahmu"

Linda : "Tidak mau, Naomi. Aku tidak bisa menjadi seperti Ayah. Aku juga sudah berusaha untuk bisa menjadi seperti Ayah, namun aku tidak bisa, Naomi"

Suster Naomi : "Iya Linda, Suster mengerti perasaanmu. Suster juga mendukung kamu untuk menjadi pelukis, lukisan kamu sungguh indah Linda! Menurut Suster kamu sangat pantas untuk menjadi pelukis terkenal. Suatu saat nanti Suster pasti tidak akan terkejut melihat nama kamu menjadi salah satu pelukis profesional"

Linda : "Apa kamu yakin Naomi? Terima kasih, aku sangat senang mendengar kalimat itu. Baiklah, aku akan coba sekali lagi untuk membujuk Ibu. Kali ini aku akan benar-benar serius dan membawakan sesuatu yang berbeda untuk Ibu"

Suster Naomi : "Nah, ini baru Linda bersemangat seperti ini. Baik sekarang habiskan makananmu dulu cantik"

Linda : "Baik Naomi"

Aku segera menghabiskan makananku dan segera mengambil kanvas dan peralatan lukisku. Di lukisan kali ini aku benar-benar membuat dengan sepenuh hati dan semangat untuk menggerakkan hati Ibuku. Aku melukis dengan suasana hati senang dan tenang, aku tidak sabar untuk Ibu melihat lukisanku ini. Semoga ini bisa meluluhkan hati Ibu untuk membuatnya yakin bahwa aku ingin lanjut menjadi pelukis. Namun jika tidak, aku akan mengikhlaskan dan belajar lebih serius untuk lanjut ke kedokteran. Hingga tanpa sadar aku melukis sampai aku kelelahan dan tertidur. 

Suara berdering terdengar dari ponselku, aku langsung terbangun melihat ponselku, ternyata sudah pukul 19.00. Ibuku pasti sudah pulang, aku menyadari bahwa lukisanku menghilang. Aku segera memanggil Suster Naomi dan menanyakannya dimana lukisanku. Suster Naomi hanya terdiam dan menunjuk ke arah kamar Ibuku. Aku segera berlari dan mengetuk masuk pintu kamarnya. Terlihat Ibuku sedang menangis sambil memegang lukisanku.

Linda : "Ibu maaf aku bisa menjela-"

Ibu : "Tidak apa-apa Linda. Sini peluk Ibu"

Aku langsung memeluknya dengan erat.

Ibu : "Linda maafkan Ibu. Sungguh lukisan ini sangat indah, Ibu jadi langsung mengingatnya, Ibu rindu sekali dengannya"

Linda : "Tidak apa-apa Ibu, Linda juga rindu Ayah. Linda membuat lukisan ini untuk Ibu. Maafkan Linda ya Bu"

Ibu : "Anakku yang cantik, tentu Ibu maafkan. Ibu tarik kembali omongan Ibu yang sebelumnya ya. Linda kamu boleh menjadi pelukis, kamu harus jadi pelukis yang terkenal dan buatlah karya sebanyak-banyaknya"

Linda : "Terima kasih banyak Ibu. Tentu Linda akan menjadi pelukis yang baik, Linda akan membanggakan Ibu dan Ayah. Linda sayang Ibu selalu"

Ibu : "Ibu juga sayang Linda selalu"

Kami berdua pun menangis bahagia sambil melihat lukisan Ayah yang aku buat. Dalam hatiku aku sangat bersyukur walaupun sebelumnya Ibuku tidak mengizinkanku namun dengan niat dan tekad yang serius akupun bisa meluluhkan hati Ibu. Aku berjanji tidak akan mengecewakannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun