Beberapa minggu terakhir bahkan sampai hari ini, konten media diaruskan dalam pemberitaan tentang pro kontra dari tanggapan publik mengenai video Pak Ahok yang saat itu sedang berkunjung ke Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Saya pribadi atas dasar aqidah Islam saya anut, hati saya tersayat-sayat, naik pitam, geram, nangis karena perkataan itu. Yang lebih memilukan lagi karena yang membela perkataan itu juga orang-orang yg berstatus agama Islam
Lalu, mengapa harus memberontak “lisan” (tanpa anarkis) ini tatkala penistaan itu terjadi?
Pahamilah saudaraku.. Bahwa Islam terdiri dari aqidah dan syariah. Aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia. Muslim yang paham aqidahnya pasti akan “sadar” dan “yakin” bahwa Allah SWT adalah Sang Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Lalu, mengapa indikator berpikir aqidah didasarkan pada indikator manusia, alam semesta, dan kehidupan? Jawabnya karena ketiga unsur indikator inilah yang dapat dijangkau oleh panca indera makhluk dan ketiga unsur ini secara jelas bersifat terbatas, lemah, dan, serba kurang, dan saling membutuhkan yang lain.
Misalnya manusia. Manusia sifatnya terbatas, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada batas tertentu yang tidak dilampui lagi. Inilah yang menunjukkan bahwa manusia bersifat terbatas. Begitupula dengan hidup yang bersifat terbatas karena penampakannya individual. Apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa hidup ini berakhir pada satu individu saja. Sama halnya dengan alam semesta yang juga memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Jadi, dapat kita katakan bahwa manusia, kehidupan, dan alam semesta sifatnya mutlak terbatas.
Sebagai makhluk yang diberi keistimewaan oleh Allah untuk berpikir, seharusnya kita menggunakan akal kita berfungsi optimal bahwa ketika kita melihat segala sesuatu yang bersifat terbatas, maka kita simpulkan bahwa semuanya itu tidak azali. Azali adalah tidak berawal dan tidak berakhir. Tentunya berangkat dari dasar ini, kita tentu akan berpikir bahwa ada Dzat yang menciptakan semuanya sekaligus mengatur semuanya agar memiliki keteraturan.
Dzat itu adalah Allah SWT.. Allah SWT sebagai Al Khalik (pencipta) sekaligus Al Mudabbir (pengatur). Itulah dalam alquran ada ratusan ayat yang membeberkan tentang “adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur”. Saudaraku bias mengecek langsung beberepa diantaranya adalah Q.S 3 : 190, Q.S 30 : 22, Q.S. 86 : 5-7, Q.S. 2 : 164. Tapi sebelum membukanya, saya sarankan agar saudaraku wudhu dulu, beristigfar memohon ampun kepada Allah, dan meluruskan niat. Semoga dengan demikian, Allah mudahkan kita menerima kebenaran dan taat pada syariatNya.
Nah, ketika kita telah “sadar” bahwa manusia, kehidupan, dan alam semesta ini hanyalah hasil ciptaan Allah SWT, tentunya kita pun dengan sendirinya “sadar” bahwa Allah SWT punya aturan main sendiri bagaimana seharusnya kita mensikapi hal-hal atau masalah yang berkaitan dengan manusia, kehidupan, dan alam semesta. Karena itulah, Rasulullah Saw diutus Allah SWT untuk dijadikan sebagai panutan. Seluruh tata cara menjalani hidup telah Rasulullah Saw ajarkan. Jadi, tinggal kita saja masalah utamanya.
Kita yang masih belum bisa menyempatkan waktu untuk mencari tahu apa-apa yang telah Rasulullah Saw ajarkan dimuka bumi ini. Karena kurangnya waktu dari kita inilah utk berusaha mengkaji Islam sehingga seringkali menjadikan kita lebih mengedepankan kecerdasan intelektual dan daya nalar yang tinggi, pula disertai nafsu dalam menyikapi suatu permasalahan.
Tak jarang ditemui, pasti ketika dimintai pendapat tentang sesuatu perkara, kita selalu mengawali dengan kalimat, “kalau menurut saya”.. Sangat jarang ditemui kalimat yang berbunyi, “kalau kata Allah SWT dalam Al Qur’an.. Kalau kata Rasulullah Saw dalam hadits Beliau yang diriwayatkan oleh sahabat..” Inilah kelemahan dan keterpurukan Umat Islam di abad 21 ini.
Itulah sebabnya, berangkat dari kata aqidah Islam inilah maka segala sesuatu yang terjadi haruslah dikembalikan kpd Aturan Main Sang pencipta. Pemahaman aqidah inilah yang merupakan pondasi awal terbangunnya iman seorang muslim.. Aqidah yg kokoh, tercermin dari pola pikir seseorang ttg 3 point tadi.. Jadi, sebelum terlalu jauh berbicara syariah Islam, mari belajar dan berusaha perdalam aqidah biar amal yg dilakukan bkn sebatas rutinitas tapi krn kita "sadar" Sang Pencipta memerintahkan kita utk demikian.
Jangan sampai ngaji kita jarang, sholat bolong2, amalan nafsiyah zonk, lalu kita dgn mudah berkata, "toleransi".. Hey, saudaraku… karya Sang Pencipta kita dihina. Coba bayangkan jika misalnya skripsi atau karya tulis kita yang dihina. Bagaimana rasanya? Marah, bukan? Apalagi ini.
Lahir dikeluarga muslim adalah takdir yg paling membahagiakan tapi untuk menjadi muslim yang berupaya maksimal dalam berIslam Kaffah adalah pilihan, bukan sebatas ikut-ikutan.. Sebab kita dihisab perindividu
Dan penekanannya adalah, Islam tidak pernah mentoleransi sesuatu yg sudah menyentuh ranah aqidah. Saya sangat senang jika banyak umat Islam yang marah ketika kasus ini mencuak. Bukan seberapa dangkal pemahaman Islamnya, tapi seberapa "yakin" dan "cinta" dia pada Islam itu.. Marah artinya cinta.. Dan Sungguh lucu jika kita "mengaku" Islam tp "masih" toleransi sm demikian.. Sungguh statements penyesatan dan pendangkalan aqidah.. #YukNgaji biar Allah mudah kan kita paham mana yg bisa didiamkan :)
Sungguh, Saya berkata demikian bukan karena ibadah saya sudah sempurna, suci dari dosa, dan paham baik tentang Islam. Hanya saja, saya mencintai Islam. Dan ketika sesuatu yg kita cintai itu diobrakabrik, maka wajar kita marah.. Semoga Allah beri hidayah dan taufiqNya kpd kita semua.. Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H