Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu 'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Apa kabar saudara muslim ku? Semoga baik dan teriring ketaatan yang berprogres pula yah.. Aamiin
Sudah lama tidak menulis panjang kali lebar tentang Islam di akun ini.. Mungkin tersebab lalai.. Astagfirullah..
Pada kesempatan kali ini, tulisan saya mengangkat tentang Ide Khilafah. Sebelum mencapai klimaks khilafah, lebih dahulu saya menggambarkan mengapa sampai harus berbicara tentang ini.Â
Bismillah.. Semoga Allah mudahkan jari saya mengetik tentang kebenaranNya yang saya peroleh dari hasil membaca, mengamati, pun mengkaji.. Jika mungkin kebawahnya ini ada kesalahan, maka itu murni karena kapasitas saya yang masih berstatus manusia biasa yang tentu masih berlumpur salah dan dosa dihadapanNya.Â
Baiklah, kembali kepada khilafah.
Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw di Madinah. Khilafah ini ada sampai pada tahun 1924 di Turki.
Sering terdengar bahwa khilafah sudah tidak cocok lagi di zaman modern sekarang ini karena sekarang bukan lagi zaman Rasulullah Saw.. Oke, saya mengunci pernyataan itu.
Sebelum menjawab itu, saya hanya ingin menanyakan "sebenarnya apa tujuan kita hidup di dunia ini"
Allah berfirman dalam al Qur'an:
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu" (TQS 51 : 56)
Jadi sederhananya, kita diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepadaNya. Ibadah secara istilah menurut pendapat Ibnu Katsir adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Kemudian Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ibadah adalah sesuatu yang mencakup semua perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah berupa perkataan atau perbuatan yang nampak ataupun tidak nampak. Nah, perihal ibadah. Ini yang kadang dilupakan oleh kita mengenai syarat diterimanya amal (perbuatan) yang kita lakukan ini. Apakah yang dilakukan ini adalah ibadah atau hanya sebatas kesia-siaan. Syarat diterimanya ibadah ada 2, yakni niat ikhlas dan caranya telah diajarkan oleh Rasulullah Saw.Â
1. Niat yang ikhlas.Â
Ikhlas adalah menjadikan ibadah itu murni hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Perihal ikhlas, kadang masih sering disalah artikan oleh kita. Saya sendiri baru dimudahkan Allah memahami kata ikhlas ini baru beberapa bulan terakhir. Dulu, saya menganggap bahwa ikhlas itu adalah melakukan sesuatu tanpa paksaan. Udah, itu aja. Tapi ternyata itu salah. Mungkin lebih jelasnya langsung mengambil contoh.Â
Status kita sebagai anak, tentunya membahagiakan orang tua dan menuruti perkataan mereka adalah hal yang wajib. Menjadi wajib, yaaa karena mereka telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik kita. Nah, ini merupakan asumsi yang belum mengena tentang arti ikhlas itu. Ikhlas yang sesungguhnya berdasarkan pengertian syara'nya adalah ketika kita "sadar" bahwa membahagiakan orangtua merupakan wujud upaya untuk menjalankan "perintah Allah SWT" agar berbakti kepada orang tua.Â
Sama halnya ketika kita menolong seseorang. Kita menolong seseorang bukan karena orang itu telah membantu kita. Bukan karena orang itu adalah orang yang kita kenal. Dan bukan pula karena berasumsi bahwa dengan menolong orang itu, maka kita akan mendapat manfaat darinya keesokan harinya. Menolong seseorang ini dikatakan sudah ikhlas ketika kita "sadar" bahwa tolong-menolong adalah "perintah Allah SWT".
Jadi, ikhlas dalam bahasa sederhananya adalah kita harus sadar bahwa yang akan kita lakukan itu adalah sesuai perintah dan larangan Allah SWT.
2. Pelaksanaan perbuatan itu merupakan ajaran Rasulullah Saw
Setiap ibadah yang diadakan secara baru dan itu tidak pernah diajarkan ataupun dilakukan oleh Rasulullah Saw, maka ibadah itu tertolak walaupun niat ikhlas telah terpenuhi.
 Berdasarkan penjelasan singkat tentang syarat ibadah diatas, semoga Allah mudahkan kita yah saudaraku untuk memahaminya bukan sebatas mengetahuinya. Sebab memahami dan mengetahui adalah dua hal yang berbeda. Banyak orang tahu bahwa pacaran itu haram. Tapi sedikit yang memahaminya. Artinya, memahami adalah ketika kita sudah sami'na wa atho'na (kami mendengar dan taat) bukan mengabaikan.Â
Nah! ketika kita sudah paham hakikat dari tujuan kita hidup hanya untuk beribadah, tentunya kita semakin termotivasi untuk melakukan amal baik (ihasanul amal). Tentunya perihal ihsanul amal ini tidak terlepas pula dari mengikatkan segala amal kita terhadap syariat Islam. Hukum Islam terdiri dari lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Jadi, segala perbuatan yang akan kita lakukan lakukan itu haruslah sesuai dengan hukum Islam ini. Jika sudah tahu tentang hukum Islam ini, seyogyanya sebagai muslim yang taat kita selalu berpikir mana perbuatan skala prioritas untuk dilaksanakan. Mengutip perkataan dari Ust. yusuf Mansur untuk motivasi beramal: "Dahulukan yang wajib, bangun yang sunnah, abaikan yang mubah, dan tinggalkan yang makruh-haram"
Sampai disini, semoga dimudahkan Allah yah untuk paham. Aamiin :)
Jika melihat teori keimanan diatas, tentu kita menganggap bahwa ketaatan itu sangatlah mudah. Kita tinggal jalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Selesai ---
TAPI,
Fakta yang ada dilapangan saat ini, tidak semudah itu.
Sejak runtuhnya zaman kekhilafaan, Sebagian besar umat Islam mengalami keterbelakangan, penindasan, dan kebobrokan dalam tatanan berpikirnya. Aqidah Islam sudah kabur. Bahkan sudah sangat sering kita menemui saudara kita yang sudah sulit lagi membedakan antara zona aqidah dan zona toleransi.
Berkenaan tentang aqidah.. Aqidah merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan sebagai umat Islam, tentunya kita tahu bahwa aqidah kita adalah Aqidah Islamiyah, yakni meyakini bahwa Allah yang menciptakan sekaligus mengatur tentang segala yang terjadi pada manusia, alam semesta, dan kehidupan. Terus, jika kita meyakini Allah sekaligus pengatur, tentunya kita pasti secara dorongan Aqidah Islamiyah, mengambil hukum itu berasal dari Kitabullah dan Sunnatullah.
Masih minim yang memahami bahwa dunia hari ini diperhadapkan dalam persoalan perang dingin 3 ideologi besar, yakni Kapitalisme, Sosialisme/Komunisme, dan Islam.Â
1. Kapitalisme
Kapitalisme ini dianut dan bertahan sampai saat ini di negara Amerika dan ini yang juga saat ini sementara menguasai dunia. Aqidah dari kapitalisme adalah sekularisme dengan asas liberalis (kebebasan). Sekulerisme adalah fashluddiini 'anil hayati (memisahkan agama dari kehidupan). Maksudnya, agama hanya boleh diperbincangkan dalam ranah individu. Agama hanya boleh dibicarakan ketika ditempat ibadah. Sementara untuk interaksi sosial yang meliputi sistem pemerintahan, politik, pendidikan, ekonomi, pergaulan, kesehatan, dan keamanan, maka itu diatur oleh hukum buatan manusia. Dan seperti ini lah yang terjadi pada hari ini. Hak kebebasan individual dijunjung tinggi oleh negara, sementara hak veto Allah sebagai pengatur kehidupan, diabaikan. Sederhananya, atas nama HAM, aturan Allah diabaikan. Makanya tidak heran jika hari ini kemaksiatan semakin merajalela dan kerusakan terjadi dimana-mana.
2. Sosialisme
Sosialisme/Komunisme dicetuskan pertama kali di Rusia dan negara lain yang mengembannya saat ini (sepengetahuan dangkal saya) adalah Korea Utara dan Cina. Namun Cina hari ini, juga sudah berasosiasi dengan kapitalisme. Aqidah dari sosialisme adalah maddiyah (materialisme). Artinya, segala sesuatu berasal dari materi. Ini bisa kita lihat pada teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari monyet yang mengalami evolusi blablablabla. Jadi, totalitas dari penganut ideologi ini adalah atheis karena tidak mengakui adanya Sang Pencipta.
3. Islam
Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Agama yang didalamnya mengatur seluruh kehidupan secara komperehenif. Dan karena aturan agama Islam ini komperehensif, makanya Islam adalah satu-satunya agama yang layak dijadikan sebagai ideologi jika dibandingkan dengan agama-agama lain. Mengapa? karena Islam tidak hanya mengatur tentang ritualisme saja. Tapi Islam juga mengatur tentang interaksi sosial yang meliputi sistem pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, pergaulan, kesehatan, dan keamanan. Kenyataan hari ini, Islam tidak dianut oleh negara manapun, melainkan hanya dianut oleh masing-masing individu. Jika ada yang berkata, lantas bagaimana dengan Brunei dan Arab Saudi? Sepemahaman saya berdasarkan hasil bacaan di Siroh Nabawiyah, Rasulullah tidak pernah mencontohkan bahwa dirinya adalah raja dan pemerintahannya bukan sistem kerajaan.. Yah, lagi-lagi ini persoalan tujuan hidup kita untuk beribadah dan ibadah yang dilakukan harus memenuhi dua syarat tadi.
Sungguh,,,
Betapa mirisnya umat Islam hari ini saudaraku,,
Kita yang dahulu pernah memimpin dunia selama 1400 tahun
Kita yang dahulu pernah bersatu di bawah naungan bendera yang sama
Kita yang dahulu pernah menjadi pelopor kemaslahatan dunia
Dan kini mengalami kemunduran...
Lantas, Apa jawaban kita kelak dihadapan Allah (kelak) ketika kita tidak menjalankan perintahNya yang paling urgent ini:
Kalaulah saudaraku berpikir dan melihat hiruk pikuk sekeliling kita hari ini, kita tentu merasa bahwa kita hidup hari ini dalam lumpur dosa. Menagapa? Karena Kita saat ini hidup tidak menggunakan hukum Allah. Ketaatan kita hari ini belum totalitas/menyeluruh melainkan hanya sebatas parsial. Sistem pemerintahan yang kita anut saat ini adalah demokrasi. Demokrasi ini bukan lahir dari sistem Islam. Kemudian jika kita lihat sistem ekonomi kita, yakni ekonomi kapitalis. Juga lagi-lagi bukan dari sistem Islam. Duhai, saudaraku. Ingatlah bahwa tujuan kita hidup adalah sebatas mencari ridho Allah. Allah juga melabeli kita dalam al-Qur'an bahwa yang tidak menerapkan hukum Allah secara total dalam kehidupannya maka kita tergolong kafir, dzalim, dan fasik. Astagfirullah...Â
Jadi, sangat wajar jika kita hari ini di Indonesia mengalami keterpurukan. Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negara ini menjadikan angka kemiskinan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya harta para orang kaya. Hasil disertasi dosen saya yang bernama Dr. Ir. Batara Surya, M.Si berkesimpulan bahwa "ketika pemerintah berkolaborasi dengan pemodal, maka yang akan terjadi adalah kemiskinan struktural". Itulah fakta yang kita alami saat ini. Stabilitas ketahanan negara selalu didasari dari tolak ukur uang. Karena menitikberatkan pada uang, maka tentu yang akan menang adalah mereka yang punya modal. Contoh nyatanya adalah kasus reklamasi Pulau Jakarta atau yang lebih dikenal dengan proyek Giant Sea Wall.Â
Kebijakan hadirnya proyek ini dari pemerintah bertujuan utama untuk mengatasi banjir Jakarta. Jakarta sering banjir hari ini itu tidak lain karena sifat dasar dari bentuk lahannya. Woro (2015) dalam buku Delta Cities mengatakan bahwa bentuk lahan dari DKI merupakan bentuk lahan fluvial. Bentuk lahan fluvial ini secara sifat dasarnya akan menjadikan suatu wilayah memiliki potensi air tanah yang sangat melimpah dan kemelimpahannya ini bisa membawa keberuntungan jika dikelolah dengan sebaiknya dan akan membawa kerugian jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya. Kemudian sumber lain dari Marfai.,dkk (2015) mengatakan bahwa pembangunan pesat di Jakarta saat ini menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah (mat) yang mencapai 3,98 cm pertahun. Bahkan Asisten Deputi Menteri Urusan Infrastruktur Sumber Daya Air Kementrian Koordinator Perekonomian, Purba Robert M. Sianipar dalam Marfai.,dkk (2015) mengatakan bahwa terjadinya land subsidence (penurunan muka air tanah) berdasarkan hasil Konsorium Jakarta Coastal Defence Strategy saat ini sudah mencapai 10-30 cm pertahun. Lalu, yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah efektifkah proyek ini dalam mengatasi banjir Jakarta?
Giant Sea Wall Jakarta ini dirancang dengan sistem yang tertutup dengan satu pintu air. Tentunya hal ini akan menjadikan kualitas air yang berada didalamnya mengalami kejenuhan dan memburuk akibat kurangnya dinamika aliran yang berperan penting dalam pencucian alami. Kajian lanjutan ini bisa ditindaklanjuti dengan pendekatan hidrodinamika.
Jadi, dari segi tinjauan ilmiah dengan sudut pandang lingkungan fisik alami, proyek ini harusnya tidak terealisasi karena akan menimbulkan amblesan yang justru semakin bertambah nantinya. Kemudian dari aspek sosial, tentu pula kita lihat bahwa mata pencaharian nelayan akan terancam dan malah akan tersingkir karena kerasnya persaingan hidup. Apalagi dalam masterplannya, proyek ini nantinya dominasi diperuntukkan sebagai lahan hunian-komersil.
Kalaulah sistem ekonomi yang diterapkan adalah bukan kapitalisme, maka tentu penguasa akan sangat berhati mengambil keputusan ini. Tapi atas nama pemodal, penguasa rela mengorbankan lingkungan dan hidup rakyat kecil. Inilah satu dari sekian fakta miris yang terjadi di negara ini.
Saya hanya ingin menekankan bahwa menulis ini bukan saya mengutuk negara ini tapi lebih kepada mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang mayoritas muslim. Sebagai seorang muslim, tentu pula harus melaksanakan ketaatan secara totalitas. Jadi atas dasar konsekuensi aqidah yang kita miliki, seharusnya kita tidak ridho berada dalam sistem kufur ini. Kita ini terdzalimi oleh sistem yang menyebabkan kemaksiatan terstruktur. Sistem yang melegalkan riba hingga riba kini bagai anai-anai beterbangan. Padahal dosa riba yang paling ringan adalah sama seperti menzinahi orangtua kita. Inikah yang kita inginkan?
Sudah berapakali Indonesia mengalami pergantian presiden tapi toh kenyataannya, kemiskinan tidak bisa ditekan. Kriminalitas tidak bisa redup. Dan Angka pengangguran justru semakin bertambah. Jika kita flashback kembali pada zaman kehilafaan, yang demikian tidaklah terjadi. Umat Islam, nasrani, dan Yahudi hidup dalam satu lindungan Negara Islam. Kehidupan masing-masing individu dijamin oleh negara tanpa membedakan latarbelakang agama yang dimiliki. Negara Islam menggratiskan keamanan, pendidikan, maupun kesehatan. Tapi kini? Justru sebaliknya.Â
Lihat pula Garakan Separatisme Papua hari ini.
Jangan sampai karena Pemerintah terlalu mempersilahkan pihak modal, Indonesia kehilangan Papua.
Dan semua ini tidak lain karena sistem kapitalisme yang diterapkan negara ini.
Sistem yang membuat pemerintah memberi ruang kepada Investor Asing merampok sumberdaya alam kita.
Ingatlah saudaraku,
Bahwa dunia ini hanya sementara
Dan kebanyakan fasad
Allah SWT memerintahkan kita untuk totalitas dalam ketakwaan. Tapi mustahil itu akan terjadi jika sistem yang kita gunakan bukan berakar dari sistem Islam. Rasulullah Saw adalah sebaik-baik panutan.
Jikalau Beliau dahulu telah mencontohkan bahwa Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam,
lantas apa yang salah dari Ide Khilafah ini?
Apa yang salah jika ini diajukan untuk memperbaiki kehidupan Indonesia dan Dunia secara umumnya?
Bukankah hidup ini harus berpedoman pada Kitabullah dan Sunnatullah???
Sebenarnya tulisan ini masih belum menajam sesuai dengan judulnya. Tapi apalah daya, yang menulis juga sudah mengantuk hehee jadi mungkin jika ada yang mau bertanya langsung, dipersilahkan dengan hormat ke email : desprynurannisa.ahmad@gmail.com :)
Akhukum, Despry ---
Referensi Pustaka:
Abdurrahman, Hafidz. 2016. Nizham Fi Al-Islam. Bogor: Al Azhar
Hadi, Pramono. 2015. Paradigma Baru Pengelolaan Sumber Daya Air. Bahan Ajar Perkuliahan Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Marfai, Aris; Esti Rahayu; Annisa Triyani. 2015. Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial dalam Penguranagan Risiko Bencana dan Pembangunan Pesisir: Integrasi kajian Lingkungan Kebencanaan, dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H