Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Cara Mengatasi Trauma yang Terlanjur Menguasai Diri?

21 September 2022   10:00 Diperbarui: 21 September 2022   13:07 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trauma (Sumber: Freepik)

Mungkin kisah ini cukup menarik untuk disimak. 

Ayahanda dan Ibunda saya terlahir dalam keadaan broken home. Lika-liku perjalanan hidup masa kecil yang begitu keras jika dihadapi untuk mental anak-anak manja.

Ayahanda dan Ibunda mampu melalui masa kecilnya yang sulit, hingga mesti menahan diri dari luapan emosi, kekesalan, kekecewaan, karena kedua orang tuanya terpisah.

Hingga pada akhirnya Ayahanda dan Ibunda yang beranjak dewasa dipertemukan oleh takdir. Karena satu perjalanan, satu nasib, dan bagaikan jiwa yang saling melengkapi dan menguatkan. Ikatan cinta terjalin pada keduanya. Berjanji keduanya tidak akan mengulang kesalahan yang dilakukan kedua orang tuanya yang gagal mempertahankan kelanggengan rumah tangganya.

Beliau berdua memaknai peristiwa hidup masa kecil yang tidak enak itu, dengan makna pembelajaran berharga yang mesti menjadi rambu-rambu dalam membina harmoni cinta dan kebijaksanaan dalam berumah tangga dan berketurunan. 

Ayahanda dan Ibunda tidak mau anak-anaknya yaitu Saya dan Adinda mengalami peristiwa pahit serupa dirasakan oleh keduanya. Karena tidak kompetennya diri sebagai orang tua untuk menjaga ikatan kekeluargaan antara suami dan istri juga orang tua dan anak akibat ego masing-masing.

Kalau ego ayah memuncak, maka ibu mengalah. Kalau ego ibu memuncak, maka ayah mengalah. Hingga kata "mengalah" itu berubah menjadi "menghargai" dan dari kata "menghargai" bertransformasi menjadi "Saling Menghormati dan Saling Menghargai". 

Semua peristiwa besar yang dihadapi baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga dijadikan hikmah pembelajaran. Bahwa membina rumah tangga itu bukan permainan emosi belaka. Melainkan sebuah tanggungjawab yang besar untuk menjadikan pembelajaran berharga yang kelak menjadi cerita untuk anak cucu dikemudian hari.

Tidak ada alasan bagi kedua orang tua saya untuk mengulang kembali sebagai ajang "balas dendam" yang dialami keduanya saat beliau berdua masih kecil, untuk melampiaskan dendam masa kecilnya kepada kami (saya dan adinda) dari kecil hingga sekarang. Ayahanda dan Ibunda tidak mau mengulangi kesalahan yang sama yang pernah dilakukan oleh kedua orang tuanya kepada kami.

Kami berdua (saya dan adinda) merasakan kehebatan besar dari Ayahanda dan Ibunda yang merawat kami berdua dengan penuh kasih, perhatian, kesabaran, ketabahan dan semangat juang yang tinggi, yang menjadi teladan bagi kami berdua.

Dari kisah Ayahanda dan Ibunda inilah, trauma masa kecil broken home bukanlah alasan untuk ajang balas dendam apalagi membuat diri menghindari pernikahan. 

Demikian bahasan dari saya tentang sekelumit kisah dan pemikiran saya tentang mengatasi trauma. Memang terdengar menantang untuk dicoba. Dimulai dari pikiran kita, yakini kita bisa dan mulai dengan upaya terus melatih diri, belajar melawan rasa takut, maknai masa lalu yang terus terulang diputar di pikiran kita dengan makna yang sarat kebermanfaatan. Niscaya kita pasti hebat.

Kalimat sederhananya: "Cukup ubah Maknanya."

Semoga bermanfaat!

Tertanda.
Rian.
Cimahi, 21 September 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun