Selamat Siang sahabat Kompasianer dan Readers~ Saya kali ini membahas tulisan serius dan mungkin banyak berguna bagi kehidupan kita di alam Dunia~
Al-Ashr berbunyi:
- Demi Masa
- Sungguh Manusia Berada dalam Kerugian
- Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran
Yang Saya garisbawahi adalah poin: Manusia berada dalam kerugian dan Saling menasihati untuk kebenaran, untuk topik kali ini.
Sesungguhnya Allah karuniakan Akal kepada manusia dengan segala potensi tertingginya yaitu:
- Reflexivity, yaitu refleksi diri atau merenungi diri.
- To Create, yaitu potensi kreasi, baik berupa gagasan maupun tindakan.
- Ethics, tentang moralitas dan etis.
- To Calculate, kemampuan kalkulasi hingga mampu memprediksi secara akurat melalui rumus-rumus tertentu.
- To Detect, mendeteksi segala parameter dan indikator suatu variable, yang nantinya dianalisa secara apik, cermat dan teliti (Analytic Skill)
5 Poin diatas dikutip dari Tulisan saya sebelumnya: Manfaat Mempelajari Pengetahuan Triangle Meta (Episode 6) - Beraktualisasi Diri dengan Menginsyafi Potensi Diri yang Sejati
Dalam penggarisbawahan poin Manusia berada dalam kerugian dan Saling menasihati untuk kebenaran bahwasanya, manusia memiliki berbagai kekurangan karena panca inderanya yang terbatas. Manusia tidak dapat melihat kebenaran secara utuh menyeluruh. Oleh karenanya diperlukan saling menasihati dalam kebenaran dengan sesama hidupnya agar bersama-sama hidup penuh dalam jalan yang benar (diridhai Tuhan Yang Maha Esa).
Nasihat yang tentang kebenaran itu, bisa berupa Kritik yang Baik. Persyaratan utama dari Kritik yang baik adalah dapat menyadarkan dan memberikan keselamatan pada yang melaksanakan dan yang merasakan dampak yang positif dari pengaplikasian kritik itu.
Kritik yang baik menguntungkan peradaban dan membangun peradaban yang luhur dari sebuah bangsa dan negeri.
Sementara Kritik yang buruk, mengarahkan kita semua pada permusuhan, kebencian dan perpecahan, maka ini yang harus dihindari oleh para kritikus agar tidak mengikat dirinya pada permasalahan.
Saya selama 2 tahun lebih semenjak tahun 2020 hingga sekarang (2022) selalu memberikan Kritik kepada pemerintahan pusat melalui surel Kementerian Sekretariat Negara. Saya tidak mendapatkan hal-hal berifat materi baik berupa uang, jabatan, kedudukan dan lainnya selama saya membantu negeri memecahkan persoalan yang tengah dihadapi. Saya rela berjuang tanpa imbalan apapun demi keutuhan negeri ini, tak apa saya hidup apa adanya... dibalik naungan kasih kedua orang tua dan seorang adik perempuan yang rela memenuhi kebutuhan pokok hidup saya selama itu hingga sekarang.
Perkembangan tulisan kritik saya dimulai tentang permasalahan utama yang menyebabkan negara merugi saat pandemi, dan saat itu tata bahasa saya sangat keras, radikal, dan tajam, dipenuhi oleh capslock yang jebol bahkan menggunakan font warna merah. Sampai-sampai paman saya merasa ngeri dan takut terjadi apa-apa kepada saya, namun saya menjawab... "ini semua demi negeri yang kucinta. Kalau saya sampai dijebloskan ke bui hanya karena sebuah kritik, alangkah hinanya pemangku kepentingan negeri!"
Saya mendedikasikan diri sebagai kritikus Negara pada saat itu dalam berbagai bidang di pemerintahan, seperti Ekonomi, Administrasi Negara, Birokrasi, Kesehatan, Kebijakan Agama, Pertahanan Negara, Lingkungan, Keamanan, Pengetahuan Spiritual dan juga Pendidikan. Alhamdulillah saya banyak mendapat respon positif dari Penyelenggara Kehidupan Negara dengan balasan surel dengan ucapan Terima Kasih dari Kementrian Sekretariat Negara, bahkan Kementerian Pendidikan Budaya dan Riset Teknologi selalu tidak ketinggalan dengan apresiasi luhurnya dengan kata-kata yang membuat saya semakin bangga bahwa Pemerintah dan Jajarannya tidaklah anti-Kritik.
Negeri ini sejatinya membutuhkan Kritikus-kritikus handal yang terpercaya dan kajiannya benar-benar aktual dan relevan dengan pemecahan masalah fenomena publik.
Saya teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab R.A. yang dikenal garang, tiada ampun bagi lawan-lawannya, namun saat ditawari menjadi pemimpin bumi Jazirah Arab (Mekah - Madinah), beliau berkata "Aku tak mau menjadi pemimpin jika tidak ada yang berani mengkritik diriku!"
Bahkan sebagai ulasan penguat ayat Quran diatas saya lengkapi dengan Nasihat berharga tentang kehadiran pengkritik yang ditulis Charan Das, petapa abad pertengahan, sebagai berikut:
- Wahai jiwa-jiwa yang tulus dan suci! Seorang pengkritik, ia adalah kawan baik kita. Selalulah tempatkan dirimu berada di dekat seorang pengkritik. Jangan pernah biarkan ia berada jauh darimu.
- Ia membersihkan dosa-dosa kita melalui kritikan yang ia lontarkan di belakang kita. Pikiran kita terbersihkan dengan mendengar kritik-kritiknya. Ibarat seorang pandai emas yang memurnikan emas dengan cara memanggangnya di atas kobaran api.
- Seorang pandai permata menggerinda batu permata untuk memolesnya, sehingga nilai batu permata itu pun meningkat sangat tinggi. Dengan cara yang sama, kata-kata kasar seorang pengkritik secara tak terduga akan mengabarkan kemuliaan sesosok suci ke seluruh dunia.
- Seluruh dunia bersibuk melakukan yoga, korban suci, pengucapan mantra-mantra, dan sebagainya, dengan tujuan untuk menghancurkan dosa-dosa mereka. Betapa aku mencintai pengkritik diriku, sebab dialah yang menghancurkan dosa-dosaku tanpa aku perlu melakukan apa pun!
- Semoga pengkritikku damai dan berbahagia di dunia ini! Semoga badannya tak pernah terjangkit penyakit. Semoga orang yang mengkritik diriku mampu menyeberangi lautan kehidupan material!
- Kemuliaan kaki suci para pengkritik semestinya dikumandangkan terus-menerus. Charan Das berkata, “Dengarkanlah, Oh sadhu! Sangatlah penting arti keberadaan para pengkritik bagi jiwa-jiwa yang tulus dan suci.”
Demikian urgensi hadirnya seorang pengkritik bagi sebuah kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sungguh merugi seorang yang anti-kritik, karena ia tidak dapat menyadari apa kesalahan yang ia perbuat. Kritik akan selalu ada di kehidupan bagaikan filosofi Vox Pop, yaitu Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.
Kritikus memang sejatinya esensial untuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Nah saya ingin memberikan sebuah pertanyaan menggelitik sebagai penutup tulisan ini.
Lebih urgent manakah, apakah Kehadiran Oposisi atau kehadiran Kritikus untuk kehidupan bernegara?
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 16 Juli 2022.
Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
For our spirit... Never Die!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H