Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Qurani Science: Kritik yang Baik itu Menyadarkan dan Menyelamatkan (Al-Ashr)

16 Juli 2022   14:00 Diperbarui: 16 Juli 2022   14:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kritik yang membangun (Sumber: Freepik)

Saya mendedikasikan diri sebagai kritikus Negara pada saat itu dalam berbagai bidang di pemerintahan, seperti Ekonomi, Administrasi Negara, Birokrasi, Kesehatan, Kebijakan Agama, Pertahanan Negara, Lingkungan, Keamanan, Pengetahuan Spiritual dan juga Pendidikan. Alhamdulillah saya banyak mendapat respon positif dari Penyelenggara Kehidupan Negara dengan balasan surel dengan ucapan Terima Kasih dari Kementrian Sekretariat Negara, bahkan Kementerian Pendidikan Budaya dan Riset Teknologi selalu tidak ketinggalan dengan apresiasi luhurnya dengan kata-kata yang membuat saya semakin bangga bahwa Pemerintah dan Jajarannya tidaklah anti-Kritik.

Negeri ini sejatinya membutuhkan Kritikus-kritikus handal yang terpercaya dan kajiannya benar-benar aktual dan relevan dengan pemecahan masalah fenomena publik.

Saya teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab R.A. yang dikenal garang, tiada ampun bagi lawan-lawannya, namun saat ditawari menjadi pemimpin bumi Jazirah Arab (Mekah - Madinah), beliau berkata "Aku tak mau menjadi pemimpin jika tidak ada yang berani mengkritik diriku!"

Bahkan sebagai ulasan penguat ayat Quran diatas saya lengkapi dengan Nasihat berharga tentang kehadiran pengkritik yang ditulis Charan Das, petapa abad pertengahan, sebagai berikut:

  1. Wahai jiwa-jiwa yang tulus dan suci! Seorang pengkritik, ia adalah kawan baik kita. Selalulah tempatkan dirimu berada di dekat seorang pengkritik. Jangan pernah biarkan ia berada jauh darimu. 
  2. Ia membersihkan dosa-dosa kita melalui kritikan yang ia lontarkan di belakang kita. Pikiran kita terbersihkan dengan mendengar kritik-kritiknya. Ibarat seorang pandai emas yang memurnikan emas dengan cara memanggangnya di atas kobaran api.
  3. Seorang pandai permata menggerinda batu permata untuk memolesnya, sehingga nilai batu permata itu pun meningkat sangat tinggi. Dengan cara yang sama, kata-kata kasar seorang pengkritik secara tak terduga akan mengabarkan kemuliaan sesosok suci ke seluruh dunia. 
  4. Seluruh dunia bersibuk melakukan yoga, korban suci, pengucapan mantra-mantra, dan sebagainya, dengan tujuan untuk menghancurkan dosa-dosa mereka. Betapa aku mencintai pengkritik diriku, sebab dialah yang menghancurkan dosa-dosaku tanpa aku perlu melakukan apa pun! 
  5. Semoga pengkritikku damai dan berbahagia di dunia ini! Semoga badannya tak pernah terjangkit penyakit. Semoga orang yang mengkritik diriku mampu menyeberangi lautan kehidupan material! 
  6. Kemuliaan kaki suci para pengkritik semestinya dikumandangkan terus-menerus. Charan Das berkata, “Dengarkanlah, Oh sadhu! Sangatlah penting arti keberadaan para pengkritik bagi jiwa-jiwa yang tulus dan suci.”

Demikian urgensi hadirnya seorang pengkritik bagi sebuah kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sungguh merugi seorang yang anti-kritik, karena ia tidak dapat menyadari apa kesalahan yang ia perbuat. Kritik akan selalu ada di kehidupan bagaikan filosofi Vox Pop, yaitu Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Kritikus memang sejatinya esensial untuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Nah saya ingin memberikan sebuah pertanyaan menggelitik sebagai penutup tulisan ini.

Lebih urgent manakah, apakah Kehadiran Oposisi atau kehadiran Kritikus untuk kehidupan bernegara?

Tertanda.
Rian.
Cimahi, 16 Juli 2022.

Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
For our spirit... Never Die!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun