Selamat berjumpa kembali sahabat kompasianer dan readers! Satu hari terlewat dan kita berjumpa lagi tentang kisah-kisah seorang terdekat dengan diri ini. Hehehehe~
Saya ingin berbagi cerita yang bikin hati diobok-obok. Ini tentang kisah ayahanda yang paling tabah di mata saya pribadi. Gimana penasaran mau baca?
Oke kalau hati sudah siap. Mari kita baca kisahnya~
***
Saat saya dan adik saya masih kecil balita. Ayah membangun sebuah masjid kecil di kediaman kami. Tetangga riuh menyambut derma ayah saya, namun ada juga yang tidak senang dengan kemajuan ayahanda.
Ayah kemudian membangun sebuah akses jalan untuk penduduk kediaman kami, tapi ada saja yang nyinyir tidak senang berujar, "Ah paling jalan buat anda saja, anda kan enak punya motor." Tapi Ayahanda hanya terdiam, dan berbisik di hatinya... Suatu saat anak cucu mu dan penduduk ini akan memiliki motor dan menikmati jalan yang saya buat."
Hari demi hari saya dan adik bertumbuh besar, saya seorang anak SD dan adik perempuan saya anak TK. Kami dibesarkan Ibunda dan Ayahanda dengan penuh kasih. Keluarga kami dikenal sebagai keluarga yang ramah, dan dermawan.
Namun tidak jarang ada yang memanfaatkan kebaikan ayahanda saat itu. Ayahanda yang dikenal seorang yang baik tidak mempermasalahkannya, selama ia bermanfaat bagi orang banyak. Beliau begitu visioner, suatu saat penduduk kediaman kami pasti akan berubah sikapnya menjadi seorang yang baik, seiring berjalannya waktu. Dan beliau semua akan menyadari memanfaatkan kebaikan seorang itu bukanlah perbuatan bijak.
***
Adik perempuan saya yang masih TK tiba-tiba menjerit kesakitan di rumah. Ia mengalami rasa sakit yang parah. Ayahanda segera menggendongnya. Beliau mengamati ada yang aneh dengan tubuh adinda. Ayahanda segera membawa adinda ke rumah sakit, dan dibawa ke UGD.
Dokter yang menganalisis, ini bukan penyakit biasa, banyak keganjilan pada tubuh adinda. Adinda mengeluarkan darah pada lubang dibawahnya. Juga terdapat benjolan yang bergerak gerak di kepala adinda seperti benjolan hidup. Adinda sangat menderita.
Ayah dalam hamparan sajadah, bermunajat dalam doa, "Yaa Allah... Ampuni hamba... hamba berbuat baik pada sesama dan memberikan kebermanfaatan hidup... namun apakah dosa hamba? Anakku kini menderita penyakit luar biasa menyiksa. Bukakanlah jalan-Mu agar hamba bisa menyelamatkan anakku."
Saya yang masih SD saat itu tidak mengerti apa yang ayah ucapkan karena masih polos, namun saya melihat ayahanda menitikkan air mata. Seketika saya pun yang mungil segera memeluk ayahanda. "Ayah... yang tabah... Ayah adalah Ayah yang paling tabah dimata Aa."
Ayah mengecup keningku. Bangkit dari sajadah. Dan kembali menemui adinda yang masih dalam analisis medis.
***
Selama berminggu-minggu Dirawat pada akhirnya Dokter memutuskan. Teknologi kedokteran belum dapat mengidentifikasi penyakit apa yang diderita adinda. Oleh karena itu Sang Dokter merekomendasikan kami menjalani pengobatan non-medis.
Ayahanda dan Ibunda juga saya yang masih kecil bertualang bersama berjuang mengobati adinda yang menderita. Berbagai paranormal dan dukun kami temui satu persatu. Namun penyakit yang di derita adinda semakin menjadi-jadi. Adinda mengalami bercak merah pada tubuhnya yang membuat rasa gatal. Namun adinda yang masih kecil tidak menggaruknya melainkan memegang tasbih berdzikir sesuai petunjuk ibunda.
Bertahun-tahun penderitaan adinda membuat Ayahanda terpukul. Dan yang membuat paling terpukul Ibunda dari Ayahanda yakni Nenek saya, mengalami sakit yang mengerikan. Beliau seperti robot yang dikendalikan oleh seseorang, Tubuhnya hadir, tapi seperti tak berjiwa.
***
Hingga akhirnya adinda menggapai kesembuhannya saat Adik duduk di bangku SD kelas 4. Menuruti petunjuk ibunda agar terus berdzikirlah yang mengantarkan kesembuhan, bukan dengan bantuan dukun dan paranormal yang malah memeras keuangan kami di perjalanan kesembuhan adinda.
Namun kabar duka, Ayahanda harus kehilangan Ibunda tercintanya... beliau wafat dalam keadaan terkisahkan sebelumnya. Tidak ada obat yang mampu menyembuhkan Nenek dikala itu.
Ayahanda duduk termenung dalam amparan sajadah... beliau bermunajat dalam doanya "Yaa Allah jadikan hamba sebagai seorang teguh dalam kebaikan, sehingga hamba tidak mendapati orang-orang tercinta hamba wafat dalam keadaan pengaruh sihir."
***
Waktu berlalu. Kedamaian mulai berjalan di kehidupan keluarga kami. Ayahanda dikenal rekan kerja sebagai seorang dermawan dan pemimpin yang efektif. Ayahanda selalu membawa bekal makanan yang dimasak ibunda untuk konsumsi seluruh rekan kerja saat jadwal piket. Ayahanda memotong kurban di idul adha untuk rekan kerjanya. Itu sudah menjadi tradisi ayahanda memuliakan rekan kerja semasa bertugas. Ayahanda selalu menjadi garda terdepan yang solutif membantu rekan kerjanya, sehingga prestasi tempatnya bekerja selalu tercapai.
Sementara itu saya dikenal menjadi kebanggaan ayahanda, karena berturut-turut meraih peringkat satu di kelas. Bahkan saya meraih kemenangan juara pertama di kejuaraan Scrabble se-Jawa Barat yang diselenggarakan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dikemudian hari, Adik saya juara mendongeng peringkat ke-2 se-Jawa Barat, sementara saya Juara mendongeng peringkat ke-4 se-Jawa Barat. Saya yang di bangku SMA dan adinda yang dibangku SMP saat itu mewakili kota Cimahi.
Ayahanda terharu bukan main. Doanya diijabah. Kami mengalami masa-masa kedamaian saat itu.
***
Namun suasana keluarga kami berubah drastis kembali. Saat saya mencapai usia 17 tahun di masa liburan kenaikan kelas 3, saya mengalami kegilaan psikis. Saya dipenuhi ketidaksadaran hingga tidak bisa mengikuti jalan kesembuhan yang dilalui sang adik.
Ayahanda meneteskan air mata memeluk saya dengan erat. Beliau mencium keningku dalam rintihan kegilaan. Perjuangan sang ayah dimulai kembali.
Saya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di salah satu kota, namun tidak ada identifikasi yang pasti untuk kesembuhan saya melalui pendekatan medis.
Berbagai ustadz, Kyai, sampai paranormal semuanya dicari, untuk kesembuhan saya.
Bahkan Ayahanda rela menemui paranormal di puncak gunung, dengan berkendara motor. Begitu ekstrem perjalanan yang ditempuh, karena di sisi jalan tidak ada pagar pembatas, melainkan jurang yang dalam.
Namun ayah selamat. Dan menjemput sang paranormal ke kediaman keluarga kami.
Sang Paranormal berusaha menyembuhkan saya, namun beliau malah muntah darah. Beliau menyatakan tak sanggup menyembuhkan saya.
Ayahanda tak menyerah, kegigihan ayahanda membuat rekan kerja yang selama ini merasakan kebaikan ayahanda menjadi simpati.
Kawan Ayahanda turut berjuang memperjuangkan kesembuhan saya.
Hingga suatu ketika, ada diantara sahabatnya berkata, "Suatu saat anak ini dapat menemukan jalan kesembuhannya, dan Ibunya-lah yang kelak menjadi gerbang kesembuhan ananda."
Kisah ini dibahas di: Kasih Tulus Ibunda kepada Penipu
***
Ketabahan Ayahanda mempertahankan keutuhan keluarga, menjadi penyelamat saya. Untaian doa yang dimunajatkannya semuanya telah dikabulkan. Kini Ayahanda menikmati masa-masa pensiun penuh kedamaian, bangga melihat saya bisa berkarya walau saya harus rela berdiam di rumah bersama Ayahanda dan Ibunda. Menemani beliau satu rumah, dan membahagiakan beliau dengan karya-karya saya.
Ayah tetaplah puas dan tersenyum. Baginya... kesehatan Saya dan Adinda adalah kebahagiaan tertinggi.
Ketabahan dan Semangat Ayahanda yang terjaga. Membuat Allah menjaga kami berdua (Saya dan Adinda). Saya berdoa semoga Allah Ridha. Agar saya bisa membuat Ayahanda tetap tersenyum melihat saya dan adinda mampu berkarya demi agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Aamiin YRA.
Izinkan Saya menuliskan Puisi Akrostik sebagai penutup kisah ini.
Ayahanda... cinta bhaktiku untukmu selalu
Yang kurasa engkau telah berjuang dari dulu
Ananda melihat besar juangmu, muara hingga hulu
Hari dimana engkau tangisi kejatuhanku dahulu
Atasi semua duka melanda hingga berlalu
Nestapa sirna kau pelita gulita masa lalu
Derita hancur tinggallah bahagia, ku elu
Allah niscaya muliakanmu... selalu
Dalam Foto diatas tertulis:
Eddy Rustedy
1986 - 2020
34 Tahun berkarya di PLN.
Semoga kontribusi dan karya yang telah diberikan menjadi ladang ibadah dan manfaat bagi agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
NB: Ayahanda masih mendampingi saya saat ini, bersama dalam kedamaian. Semoga beliau diberikan umur yang panjang dan kesehatan, hingga melihat saya sukses dalam kehidupan di dunia ini. Aamiin YRA.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 4 Juli 2022.
Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H