People Power... sebuah istilah yang mengambarkan sekumpulan massa mengekspresikan kekesalannya kepada subjek hukum atau orang tertentu. Ada beberapa faktor yang mendorong aksi people power ini salah satu yang paling berpengaruh adalah "The Power of Viral".
Seperti kasus Ahok (Basuki Tjahja Purnama) tahun 2017 silam. Karena viralnya 'potongan' video ungkapan tokoh publik tersebut yang dinilai sejumlah orang mencoreng citra agama tertentu. Maka People Power terjadi.
People power menuntut para penegak hukum seperti hakim menjadi merasa ditekan karena dampak yang akan terjadi yang bergantung kepada keputusan hukumnya, suatu tekanan massa yang membuat sang hakim harus kehilangan objektivitas dalam pengambilan keputusan hukum, atau people power semakin 'menggila'. Demi meredam kegilaan people power, hukum menjadi 'tidak adil'.
Power of Viral memang mempercepat gerakan keputusan pemangku kebijakan keamanan negara. Namun dibalik percepatan tindakan tersebut ada 'rasa takut' kekacauan terjadi di masyarakat, maka segeralah ditindak dan performa untuk menggiring fenomena viral yang memuat unsur pelanggaran hukum tersebut. Namun sejatinya mengurangi objektivitas sang Hakim untuk berkeadilan sesuai porsi hukum sang pelanggar hukum.
Sekian waktu, bukannya semakin baik untuk zaman ini, semakin merosotnya moralitas masyarakat, karena hukum alam semakin dilanggar karena ego kuat yang mengikat masyarakat menjadi penuh nafsu ambisi materialistis dan hedonistis, juga semakin abai akan peringatan alam yang ditandai perubahan iklim, dan gejolak fenomena alam yang menggemparkan, membuat masyarakat kebanyakan gelap mata, dan kriminalitas terjadi dimana-mana.
NB: Hukum Alam salah satunya bisa di baca di link ini.
Para mentalitas people power sejatinya ibarat buih di lautan (sebagaimana terkisah dalam Al-Hadits tentang muslim akhir zaman ibarat buih di lautan yang kehilangan arah), yang berprinsip 'Dare with Crowd'. Hanya berani bila bersama dalam gerombolan, dan berani keroyokan.
Mereka yang menganut pemikiran people power sejatinya mengalami 'identity crisis', yang tidak insyaf akan siapa dirinya yang sejati dan tidak insyaf mengapa ia dilahirkan di muka bumi, juga tidak insyaf apa tugasku sebenarnya sebagai manusia. Sehingga mereka kehilangan arah, dan dapat diremote oleh pihak-pihak berkepentingan untuk memuaskan hasrat people power melalui prinsip dan penerapan 'Dare with Crowd'.
Merusuh bersama, bergerombol, adalah sifat para mentalitas people power.
Saat puncak kekacauan terjadi, dan bangsa berada dalam titik terendahnya. Maka Sang Hakim Pilihan Tuhan atau dikenal 'Ratu Adil' mulai menampakan diri menjadi sang Protagonis utama bangsa dan negeri. Perannya menjadi amat dibutuhkan oleh orang-orang yang lurus dan shaleh semasa hidupnya.
Siapa lagi jika bukan Sang Satrio Pinanditho Sinisihan Wahyu, seorang berparas Sri Krsna, berwatak Baladewa dan Berjiwa Putra Bathara Indra (Arjuna). Kelak ia akan menjadi sang Hakim yang menghakimi orang-orang jahat dan berwatak setan, iblis, dan siluman yang menggerogoti negeri ini dengan segala kekacauan yang ada.
Sang Ratu Adil... Kehendak Alam (Nature Will) bersamanya, dan karenanya Otoritas Tertinggi dari Tuhan Yang Maha Perkasa (Supreme Authority) dalam genggamannya untuk menyelamatkan orang-orang yang benar dan shaleh semasa hidupnya.
Ia bertempur melawan keangkaramurkaan yang meraja di masyarakat dengan kekuatan sumpah Mubahalah (ada di Al-Quran di Surah Ali Imran ayat 61) untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah di mata Alam Raya Semesta.
People power dan para inisiatornya menjadi tidak berdaya. Semua yang jahat dan mengerikan tabiatnya dihukum 'mati' oleh alam, sehingga angkara murka bisa diredam, dan dimulailah titik balik kebangkitan Imperium Bumi Nusantara dengan panduan sang Ratu Adil di jagad bumi Nusantara.
Ucap Sang Ratu Adil ibarat lidah api, yang selalu menjadi ancaman nyata bagi para musuh-musuh Alam yang merusak alam karena segala ketidakseimbangan alam yang menyebabkan kekacauan dan kehancuran terjadi dimana-mana yang disebabkan oleh mereka yang jahat.
Ratu Adil bukan untuk ditunggu. Tapi kita dari sekarang harus mampu berada di 'pihaknya' dengan menjadi orang yang lurus (berada dijalan kebenaran) dan berwatak penuh kesalehan.
Tertanda.
Rian.
4 April 2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI