Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Merevisi Pemikiran Dunia Akademisi Menuju Kemajuan Ilmu yang Penuh Relevansi

5 Maret 2022   10:30 Diperbarui: 5 Maret 2022   17:35 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam berjumpa Sahabat Kompasiana!

Izinkan Rian berbagi tulisan yang mudah-mudahan merubah "Frame of Mind" kita selama ini menjadi lebih apik dan kontributif bagi kemajuan bangsa dan negara. Selamat membaca.

3 Tahun berlalu, Rian meninggalkan kampus tercinta STIA Cimahi dalam status dicutikan, Kampus yang berhasil menggembleng mentalitas Rian sebagai seorang pembelajar dengan tekad kuat dan berkeinginan luhur agar mampu berkontribusi bagi kemajuan Bangsa dan Negara. 

Rian dedikasikan tulisan ini sebagai upaya penyemangat para akademisi siap menghadapi tantangan pemenuhan kebutuhan masyarakat, perubahan zaman yang begitu dinamis sehingga mempengaruhi penggunaan teori yang harus relevan dengan zaman, serta tantangan-tantang global yang siap menempa mentalitas seluruh sumber daya manusia.

Mari merevisi pemikiran. Apa gerangan tulisan ini muncul?

Ya, karena sumber segala permasalahan bersumber dari pemikiran kita yang tidak relevan dengan situasi, kondisi dan tuntutan zaman. Bukan diri kita yang bermasalah, tapi pemikiran kita yang harus dibenahi.

Sudah saatnya kita menyadari, bahwa Kampus adalah Fasiilitas Kemajuan Ilmu yang berjuang memberikan setiap masyarakat yang berintelegensi dan berkemauan kuat untuk terfasilitasi kompetensinya dengan kesiapan mental akademisi yang sudah tidak diragukan kompetensinya, bukan lagi sebuah kamp konsentrasi indoktrinasi teori-teori yang sudah basi.

Lha? Kenapa marah? Memang itu kok bahasa masyarakat yang sadar akan pentingnya kemajuan Ilmu.

Teori yang sudah basi artinya sudah tidak bisa dipergunakan untuk memenuhi tuntutan situasi, kondisi dan perubahan zaman, Lha kenapa kita jadi yang memaksa dengan pemikiran kita yang sudah tidak relevan ini kepada siapapun?

Pastinya kita akan terlibas terkena dampak atas arogansi memikirkan pemikiran yang sudah tidak ada relevansi, mau tidak mau suka tidak suka, kita ditenggelamkan zaman, publik menjadi distrust kepada kita, yang akhirnya kita rugi sendiri, gulung tikar dari dunia akademisi.

Masyarakat sekarang sudah mulai berkesadaran, mulai belajar menjadi pengamat dan pemerhati fenomena publik dan pelayanan publik. Bahasa diskusinya sudah mulai berbobot edukasi, dengan sentuhan guyonan lokal yang humoristik. 

Kita hidup di Era yang berkesadaran. Siapa yang malas belajar terbarukan, mempertahankan ego pemikiran yang tidak relevan, pasti tereliminasi.

Setiap masyarakat sekarang adalah peneliti, setiap masyarakat sekarang adalah praktisi, dan setiap masyarakat sekarang adalah pemerhati.

Siapa yang bisa menghalang-halangi transformasi mentalitas publik yang begitu pesatnya?

Ini adalah suatu kemajuan bagi bangsa ini, yang sudah tidak lagi dikuasai aggegrator akademisi selebriti yang sering naik panggung popularitas, semua lapisan masyarakat sudah mulai kritis dan dapat berpendapat secara rasional, sistematis, dan mendalam.

Revolusi Mental yang sukses kini telah hadir menjelma menjadi Sumber Daya Manusia yang penuh kompetensi yang mumpuni, sangat disayangkan jika tidak dimaksimalkan segala potensinya melalui fasilitas dunia akademik.

Rian pernah menuliskan quotes:

"For Everyone has their own valuable role."

Obrolan-obrolan di warung warung sudah berbobot pengamatan dengan kualitas intelejensi yang mumpuni, semua orang kini adalah content creator. Semua orang kini begitu berharga.

Maka paling merugi bagi yang masih menjadi budak dari pemikirannya sendiri, bukan menjadi seorang pemimpin yang memegang kendali atas pemikirannya.

Orang-orang yang tidak menerima kemajuan seorang yang berkompeten diluar dirinya, bahkan cenderung menjudge diri sendiri tidak berharga (padahal pemikirannya yang tidak berharga), cenderung dikuasai pemikirannya, kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan, "mengapa ia lebih beruntung dariku?", "mengapa ia begitu berharga dimata orang-orang dari pada diriku?", dan seterusnya... pertanyaan-pertanyaan liar itu semakin mendominasi pemikiran dan membenarkan perilaku yang tidak berdasar hukum untuk menjegal sesamanya yang lebih maju.

Bukan sibuk menggali keberlimpahan diri yang penuh karunia seperti Pikiran yang Mulia, Keinginan Luhur, dan Kecerdasan Akal, Ketajaman Hati, Kepiawaian Gerak Tubuh, dan Karakter yang Indah.

Lha ini malah sibuk menggali kuburan orang yang ia dengki. Maaf mas/mbak! Tanahnya sudah amblas! Ya repot, jadinya kan gali kuburan untuk diri sendiri. 

Karena di era disrupsi ini, Rian amati seorang jatuh bukan karena diserang lawannya. Tapi jatuh karena melakukan "Blunder" yang disebabkan kesalahan dirinya sendiri. Sudah banyak yang berjatuhan karena blunder ini, baik yang terjerat pasal-pasal dalam permasalahan komunikasi publik, money laundering, judgemental preach, dan blunder-blunder lainnya.

Sudah saatnya Akademisi merevisi pemikirannya untuk mampu mengendalikan pikiran yang sebelumnya dikuasai pemikiran-pemikiran yang tidak relevan, menjadi diisi dengan pemikiran-pemikiran yang sangat relevan dengan kebutuhan situasi, kondisi, dan tuntutan perubahan zaman.

Siapa yang tidak melakukan kontribusi yang bersifat "Call to Action" dan "Mutual Interest" mau tidak mau suka tidak suka, ia sedang menghabiskan waktu dan tenaganya dalam sebuah lembah jurang kesia-siaan. Jangan menyesal diakhir karena terlambat diawal, Penyesalan selalu datang diakhir, kalau yang diawal itu ya pendaftaran. 

Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Salam hormat.

Rian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun