Mohon tunggu...
Intan Zulfiana
Intan Zulfiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Seorang introvert yang di dalam kepalanya ramai akan ide, gagasan, dan kata-kata, sesekali menuangkannya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merayakan World Hearing Day: Mengenal Lebih Dekat Tuna Rungu Atau Tuli, Beberapa Hal yang Perlu Kamu Tahu Seputar Dunia Disabilitas Rungu

4 Maret 2023   12:21 Diperbarui: 4 Maret 2023   12:27 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.internationalcommunicationproject.com

Tanggal 3 Maret kemarin diperingati sebagai Hari Pendengaran Sedunia atau World Hearing Day. Mungkin tidak banyak yang tahu akan hal ini. Mungkin peringatan ini hanya diketahui oleh sekelompok orang yang bersinggungan langsung dengan hal tersebut. Seperti saya yang merupakan orang tua dari anak tuna rungu, ikut memeperingati dan merayakan WHD bersama teman-teman komunitas anak tuna rungu.

Menurut KBBI, tuna rungu berarti tidak mendengar atau tuli. Tuna rungu adalah sebagian kecil dari banyak jenis disabilitas yang ada di dunia.  Sayangnya, meski hanya sebagian kecil, jumlah tuna rungu juga tidak bisa dibilang sedikit. Dalam komunitas yang saya ikuti saja, anggota yang masuk dalam grup WhatsApp terus bertambah setiap tahunnya. Jika saja tidak ada pembatasan jumlah anggota dalam grup WA, angka anggota mungkin sudah mencapai 300 orang lebih. Itu juga belum termasuk yang tidak tergabung dalam grup. 

Ini baru komunitas lingkup kota Surakarta dan sekitarnya. Kota dimana saya tinggal dan berdomisili. Pun masih ada banyak komunitas tuna rungu lain yang berbasis di kota-kota lain di Indonesia. Sedangkan grup besar tuna rungu yang lingkupnya nasional di Facebook bernama Dunia Tak Lagi Sunyi, anggotanya kini mencapai 19,2 ribu akun. Sekali lagi, belum termasuk yang tidak bergabung dalam grup karena mungkin tidak memiliki akun Facebook atau alasan lain.

Mungkin sebagian orang terkejut dengan jumlah ini. Mungkin sebagian tidak menyadari jika di sekitar kita ada penyandang difabel rungu. Hal ini mungkin saja terjadi karena seringkali tuna rungu tidak memperlihatkan gejala atau ciri khas pada fisik mereka. Tidak seperti difabel lain, dari penampilan luar tuna rungu terlihat seperti layaknya orang biasa. Memiliki anggota tubuh yang lengkap dan terlihat sama seperti orang pada umumnya. Sampai tiba saatnya mereka berkomunikasi, barulah akan terlihat perbedaannya. 

Maka dari itu, melalui artikel ini saya ingin berbagi dengan menjabarkan beberapa informasi seputar dunia tuna rungu. Khususnya tuna rungu dengan rentang usia anak hingga remaja, yang mengalami ketulian sejak lahir atau usia dini.

  1. Ketulian bisa disebabkan oleh beberapa hal

Ketidak mampuan organ pendengaran dalam menjalankan fungsinya hingga menyebabkan seseorang tuli, bisa disebabkan oleh beberapa hal. Dilansir dari hellosehat.com, ketulian dibagi menjadi dua berdasarkan bagian telinga mana yang terdampak, yaitu tuli konduktif dan tuli sensorineural. Pada tuli konduktif, masalah pendengaran berasal dari gangguan pada telinga luar dan dalam akibat penyumbatan. Sedangkan tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan sel-sel telinga bagian dalam atau pada saraf pendengaran.

Masih mengutip dari hellosehat.com, pada tuli sensorineural penyebabnya bisa berasal dari beberapa faktor. Penyakit tertentu, penurunan pendengaran karena faktor usia, penggunaan obat-obatan tertentu, atau paparan suara keras. Pada kasus tuli sejak lahir, bisa disebabkan oleh faktor keturunan atau infeksi virus sejak janin dalam kandungan seperti yang disebabkan oleh infeksi virus TORCH (toxoplasma, rubella, cytomegallo virus, dan herpes simplex) yang diderita sang ibu semasa kehamilan.

  1. Tuna Rungu/Tuli tidak selalu bisu

Mungkin orang awam akan berasumsi jika tuna rungu akan selalu menjadi bisu atau tidak dapat berbicara. Ini adalah persepsi yang salah. Tuna rungu masih bisa diusahakan untuk dapat berbicara dengan didukung oleh berbagai hal. Menggunakan alat bantu pendengaran yang mumpuni dan rehabilitasi yang tepat dan konsisten adalah dua cara yang dapat ditempuh agar tuna rungu dapat mendengar dan berbicara. Terapi rutin, latihan setiap hari, dapat membuka peluang tuna rungu untuk dapat berbicara. Termasuk juga dengan mengobservasi kemungkinan gangguan penyerta lain yang bisa menghambat jalannya rehabilitasi pada anak tuna rungu. Kalaupun tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tuna rungu masih bisa menggunakan teknik membaca bibir atau lips reading dalam belajar berkomunikasi verbal.

  1. Tuna Rungu/Tuli tidak bisa disembuhkan

Tidak mudah menerima kenyataan jika anak kita terlahir tidak sempurna. Berat pasti bagi semua orang tua di dunia ini ketika mendapati kenyataan bahwa anak yang terlahir memiliki kekurangan yang akan menyertainya seumur hidupnya. Termasuk menerima kenyataan jika anaknya tuna rungu. Maka tak sedikit orang tua atau keluarga berharap jika ketulian itu bisa disembuhkan. Lalu hal ini didukung oleh tawaran berbagai alternatif yang mengiming-imingi 'kesembuhan' bagi tuna rungu atau tuli dengan cara-cara instan sekalipun.

Pada kenyataannya, tuna rungu tidak bisa sembuh. Merangkum dari hellosehat.com, beberapa penelitian di dunia dilakukan untuk memperbaiki beberapa jenis gangguan pendengaran. Namun, hingga saat ini tuli tidak dapat disembuhkan dan percobaan yang sudah dilakukan pada binatang tersebut belum bisa diterapkan pada manusia.  

Istilah 'sembuh' yang diharapkan oleh banyak orang tua pada anaknya yang mengacu pada kemampuan telinga menjadi normal tanpa gangguan pendengaran sama sekali, agaknya harus diluruskan. Gangguan pendengaran bawaan lahir yang banyak dialami anak-anak bisa dibantu dengan penggunaan alat bantu dengar atau operasi implan cochlea agar mereka dapat mendengar suara. Setelah itu, rehabilitasi berupa terapi rutin berkelanjutan harus dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak.

  1. Butuh biaya yang tidak sedikit dalam perjalanan mendengar dan berbicara anak tuna rungu

Alat Bantu Dengar dan Cochlear Implan (Sumber : www.cochlear.com)
Alat Bantu Dengar dan Cochlear Implan (Sumber : www.cochlear.com)

Salah satu tantangan terbesar dalam membesarkan anak tuli adalah soal biaya. Ya, ketulian pada anak menyebabkan ia tidak dapat mendengar suara hingga sama sekali jika tanpa bantuan alat. Namun, anak masih bisa diupayakan mendengar dengan menggunakan alat bantu pendengaran. Alat bantu pendengaran sendiri ada dua macam, yaitu ABD atau alat bantu dengar yang dipakai di telinga luar, dan yang memiliki teknologi lebih canggih yaitu cochlear implan. Harga ABD dan CI tidaklah murah. ABD yang direkomendasikan untuk digunakan anak-anak dengan gangguan pendengaran memiliki kisaran harga di atas 5 juta hingga puluhan juta perbuahnya. Ya, per buah. Jika gangguan pendengaran terjadi pada kedua telinga, tinggal dikalikan dua saja harga ABD tadi untuk jadi sepasang.

Harga cochlear implan atau CI lebih fantastis lagi. Satu buah cochlear implan dibanderol dengan harga yang bisa dibelikan satu unit mobil city car, baru, fresh from the dealer. Ya, kisaran harga CI mulai dari seratusan juta hingga hampir setengah milyar rupiah. Dengan harga semahal ini, jangan kira CI hanyalah alat yang akan ditanamkan di dalam kepala saja tanpa menggunakan alat luar lagi. Secara bentuk fisik, CI justru lebih ribet dan memiliki banyak komponen luar daripada ABD. CI terdiri dari bagian berbentuk seperti koin yang menempel secara otomatis pada kepala (samping, atas daun telinga), dan bagian yang dicantolkan pada daun telinga. Keduanya terhubung dengan sebuah kabel. Sudah harganya selangit, masih ribet pula! Ya, tapi tentu sepadan dengan kualitas dan manfaat yang ditawarkan. Cochlear Implan memberi kesempatan pada penggunanya untuk mendengarkan suara semirip mungkin seperti suara yang dapat didengar oleh telinga normal. 

Belum lagi urusan terapi yang harus dijalani secara rutin. Memakan waktu bertahun-tahun demi mendapatkan hasil yang maksimal. Dan seringkali tidak hanya satu macam terapi saja yang harus dijalani. Ada lebih dari satu macam terapi yang harus dijalani anak tuna rungu, terutama jika mereka memiliki gangguan penyerta seperti motorik, perilaku, keseimbangan, gangguan fokus dan konsentrasi, dan lain-lain.

  1. Bergabung bersama komunitas adalah cara healing terbaik

Sepertinya sudah jadi naluri manusia untuk mencari teman senasib ketika menghadapi kesulitan dalam hidup. Termasuk ketika sang anak divonis tuli, secara otomatis kita akan mencari-cari siapa saja yang bernasib serupa. Komunitas, bukan hanya wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan dalam bentuk hobi atau kesukaan. Tapi juga menjadi tempat berkumpulnya kami yang memiliki takdir serupa dengan dikaruniai anak berkebutuhan khusus. 

Adanya komunitas memiliki banyak manfaat bagi kami pendamping kaum difabel. Komunitas menjadi lahan kami untuk belajar, bertukar ilmu dan pengalaman, dan yang pasti saling menguatkan satu sama lain. Menjadi salah satu sumber energi dikala rapuh dan saat-saat berat serta kebingungan melanda. Bergabung dengan komunitas adalah salah satu cara agar kita tak merasa sendiri, atau merasa menjadi orang paling sial dan bernasib buruk. 

  1. Sering dianggap remeh karena dianggap difabel ringan

Persepsi orang pada difabel rungu mungkin berbeda dari persepsi orang terhadap difabel lain. Ini bisa disebabkan karena tuli umumnya memiliki kondisi fisik seperti orang normal. Tidak memiliki kekurangan atau keterbatasan anggota tubuh yang menunjang aktivitas sehari-hari. Masih bisa berjalan, berlari, melihat, menggunakan kedua tangan dengan baik, dan bagi penyandang tuli murni tanpa gangguan kesehatan dan penyerta lain, membuat mereka benar-benar seperti tidak memiliki masalah. Keadaan seperti ini yang menjadikan tuna rungu bisa dibilang sebagai invisible difability. Atau difabel yang tidak terlihat. Sedihnya, hal ini justru terkadang menjadikan tuna rungu dianggap disabilitas yang 'ringan' oleh sebagian orang

Padahal, faktanya tidak semudah itu. Perjuangan tuna rungu dan para orang tua untuk membuat sang anak dapat mendengar dan berbicara tidaklah mudah. Ada perjalanan yang begitu panjang dan berliku penuh tantangan. Biaya untuk membeli alat bantu dengar dan perintilannya yang tidak murah, biaya terapi rutin yang berlangsung selama bertahun-tahun, waktu, tenaga, pikiran, perasaan, dan banyak hal lain yang harus dikorbankan demi membuat sang anak dapat berkomunikasi dengan baik. Ya, kemampuan berkomunikasi dengan baik adalah hal yang kami perjuangkan untuk anak-anak tuna rungu. Mengingat keterbatasan kemampuan berkomunikasi pada anak juga bisa memunculkan frustasi karena tak dapat mengungkapkan apa yang ia rasakan dan inginkan pada orang sekitar. Yang nantinya bisa berdampak pada perkembangan psikologis sang anak. Lebih jauh lagi, mengusahakan anak tuna rungu untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik diharapkan akan memperbaiki kualitas hidup dan kemandirian mereka di masa depan.

Tantangan lain seperti pergulatan hati dalam menghadapi dunia luar atau pendapat orang di lingkungan sekitar. Bagi sang anak yang menyandang tuna rungu, tentu juga bukan hal mudah ketika mereka harus berjuang sejak mereka masih sangat kecil. Karena tak jarang bahkan banyak yang harus melakukan terapi, pengobatan, dan rehabilitasi lain di rumah sakit sejak usia dini.

  1. Adalah hak setiap tuna rungu atau tuli untuk memilih cara berkomunikasi mereka masing-masing

Sebagian tuna rungu dapat berbicara dengan baik dan lancar, sebagian lagi, cara bicaranya masih terlihat kaku. Ada juga tuna rungu yang menggunakan bahasa isyarat untuk cara berkomunikasi mereka. Bahkan, ada yang mampu berbicara dengan sangat baik layaknya orang tanpa gangguan pendengaran. Berbagai macam pilihan komunikasi bebas dipilih setiap kaum tuli. 

Pilihan cara berkomunikasi ini bergantung pada banyak hal. Alat bantu dengar yang dipakai, gangguan penyerta, tingkat gangguan pendengaran, dan yang terpenting adalah kenyamanan bagi penyandang tuna rungu sendiri. Semuanya tentu membutuhkan perjuangan yang tidak mudah dan berliku. Semua memiliki kekurangan dan kelebihan serta tantangan tersendiri. Tugas kita adalah menghargai setiap pilihan masing-masing dan mendukung secara positif agar semua tuna rungu dapat memiliki kualitas hidup yang baik, apapun pilihan komunikasinya.

  1. Ketulian bisa dicegah, atau dideteksi sedini mungkin

Tes OAE (Sumber : www.orami.co.id) 
Tes OAE (Sumber : www.orami.co.id) 

Tuli bawaan lahir memang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi ada cara untuk dapat mencegah terjadinya ketulian pada bayi. Beberapa penyebab bayi lahir tuli masih bisa dicegah sebelum kehamilan terjadi. Misalnya dengan melakukan tes TORCH sebelum memutuskan untuk hamil. Hal ini akan bermanfaat untuk mendeteksi virus dalam tubuh baik laki-laki ataupun perempuan yang sedang merencanakan program kehamilan. Jika terdapat virus yang berisiko menyebabkan kecacatan pada bayi, masih bisa ditangani terlebih dulu sebelum terjadi kehamilan. Oleh karena itu, melakukan skrining TORCH pada pasangan suami istri sebelum memiliki anak sangatlah penting.

Selain itu juga ada deteksi dini pada bayi baru lahir untuk melihat apakah fungsi telinganya berjalan semestinya. Skrining OAE (Oto Accoustic Emision) namanya. Dilakukan dengan cara memasukkan alat ke dalam telinga bayi beberapa saat setelah lahir untuk mengukur pendengaran bayi. Mendeteksi apakah ada kelainan atau kemungkinan adanya gangguan pendengaran. Tes ini bisa dilakukan di rumah sakit tempat ibu melahirkan.

Sayangnya, di Indonesia sendiri tes ini belum masif dilakukan. Atau baru dilakukan jika ada permintaan dari keluarga pasien. Padahal, OAE akan sangat berguna untuk deteksi dini apabila ditemukan ada masalah pada pendengaran bayi, dapat dilakukan intervensi sedini mungkin pada bayi tersebut. Sehingga dapat segera ditentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan orang tua untuk memperbaiki kondisi sang anak. Rehabilitasi sedini mungkin pada bayi dengan gangguan pendengaran dapat memberi harapan yang lebih baik untuk kemampuan mendengar dan berbahasa anak di kemudian hari.

Sebagai salah satu penyandang disabilitas, tuna rungu atau tuli berhak ikut berbaur dalam kehidupan sosial, mendapatkan layanan dan fasilitas yang sama dengan orang 'normal' dalam berbagai hal. Untuk mencapai hal ini, penting bagi masyarakat atau orang awam untuk tahu karakteristik penyandang difabel rungu. Banyak hal yang masih tidak diketahui, dipahami, dan mungkin mengejutkan bagi orang awam terhadap tuna rungu atau tuli. Yang akhirnya bisa menjadi misleading, salah persepsi, yang mungkin saja akan menjadi penghambat tuna rungu untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial.

Momen peringatan Hari Mendengar Sedunia kali ini, dengan semakin majunya teknologi informasi, harapannya masyarakat akan lebih membuka pandangan pada penyandang disabilitas. Bukan hanya tahu akan keberadaan mereka. Akan tetapi juga paham dengan karakteristik masing-masing penyandang disabilitas. Sehingga dengan demikian, diharapkan akan tercipta kerukunan hidup dan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas. Supaya tidak hanya merasa diterima keberadaannya di tengah masyarakat luas, tapi juga dipahami dan dimengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun