Mohon tunggu...
Intan Tiara Dewi
Intan Tiara Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Menulis adalah seni memilih kata-kata yang membuka jendela pikiran. Sebagai mahasiswa, saya membangun pengetahuan. Konten teknologi adalah cara saya berbagi wawasan tentang perubahan modern.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Artificial Intelligence (AI) dan Bias Gender: Mendefinisikan Ulang Hukum Anti Diskriminasi untuk Masa Depan yang lebih adil

16 Oktober 2023   15:26 Diperbarui: 16 Oktober 2023   15:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.redbubble.com/shop/ap/76692851?asc=u (pinterest)

Di era kecerdasan buatan (AI) dan pengambilan keputusan berbasis algoritma, dunia berada di persimpangan jalan yang sangat penting di mana teknologi memiliki potensi untuk membentuk masa depan dengan cara yang sangat mendalam. Saat kita menggali kedalaman bias gender dan diskriminasi dalam ranah AI, makalah terbaru berjudul "Hukum Anti Diskriminasi, Kecerdasan Buatan, dan Bias Gender," yang ditulis oleh Kelley, Anton, dan David dalam jurnal INFORMS, menawarkan analisis komprehensif yang mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali kerangka hukum dan panduan operasional saat ini. Makalah ini tidak hanya menjelajahi perspektif global tentang masalah ini, tetapi juga mengajukan pertanyaan penting tentang bagaimana kita, di Indonesia, dapat belajar dan beradaptasi dengan temuan ini untuk membina masyarakat yang lebih inklusif dan adil.Angin Perubahan di Dunia AI

Di masa lalu yang tidak begitu lama, istilah "kecerdasan buatan" dibatasi pada fiksi ilmiah, tetapi hari ini, itu telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Pertumbuhan cepat teknologi AI telah membawa dengan dirinya potensi perubahan positif yang monumental. Namun, ini juga mengungkapkan sisi yang mengkhawatirkan - bias gender. Di dunia di mana kesetaraan gender adalah pertempuran berkelanjutan, AI telah menjadi teman sekaligus lawan. Makalah ini menekankan dampak transformasional AI pada proses pengambilan keputusan, mengungkapkan bahwa algoritma tidak terbebas dari bias yang melekat dalam masyarakat kita. Hal ini mengangkat pertanyaan tentang bagaimana AI memperlakukan berbagai kelompok dan apakah itu memperpetuasi atau mengurangi diskriminasi.

Indonesia, sebagai sebuah negara yang berjuang untuk kesetaraan gender, memiliki peluang untuk mendapatkan wawasan berharga dari perspektif global yang diberikan oleh makalah ini. Meskipun negara kita mungkin bukan titik fokus utama dari diskusi ini, prinsip dan temuan tersebut tanpa ragu dapat memandu kita menuju masa depan yang lebih adil dan inklusif.

Labirin Hukum Anti Diskriminasi

Makalah ini menekankan keterlambatan yang melekat antara evolusi cepat teknologi AI dan penyesuaian yang lebih lambat dalam hukum anti diskriminasi yang ada. Kontradiksi ini telah memunculkan kekhawatiran bahwa, secara paradoks, hukum anti diskriminasi yang ada dapat menghambat kelompok yang mereka ingin lindungi. Contoh utama adalah Apple Card, yang menghadapi tuduhan diskriminasi gender. Temuan makalah ini menegaskan keterbatasan bergantung hanya pada definisi hukum yang ada untuk mengatasi diskriminasi di era AI. Indonesia, juga menghadapi tantangan ini saat menavigasi medan yang kompleks untuk memperbarui kerangka hukumnya agar sejalan dengan perkembangan teknologi.

Ketika kita mempertimbangkan dilema ini, sangat penting bagi Indonesia untuk mempertimbangkan implikasi dari hukum anti diskriminasi yang usang dalam konteks pengambilan keputusan berbasis algoritma. Negara kita, dalam perjalanan menuju kesetaraan gender, harus secara proaktif mengevaluasi apakah peraturan yang ada secara tidak sengaja menghambat kemajuan, daripada memfasilitasinya. Wawasan internasional makalah ini memberikan konteks berharga untuk pertimbangan semacam ini.

Bias Gender dalam Pembelajaran Mesin: Mengungkap Disparitas

Inti dari makalah ini membahas bias gender yang ditemukan dalam model pembelajaran mesin, khususnya dalam konteks pinjaman fintech. Ini adalah area yang sangat relevan bagi Indonesia, di mana industri fintech tumbuh dengan cepat dan menjadi pemain penting dalam sektor keuangan. Temuan ini mengindikasikan bahwa inklusi atau eksklusi gender sebagai fitur dalam model pembelajaran mesin dapat memiliki dampak yang mendalam. Di dunia di mana pentingnya inklusi keuangan dan akses yang setara terhadap kredit tidak bisa dianggap enteng, wawasan ini sangat berharga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika gender dikecualikan dari model-model ini, mereka memilih fitur yang berbeda dan memiliki peringkat penting yang berbeda pula. Selain itu, makalah ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan representasi gender melalui up-sampling dalam data pelatihan, yang dapat menghasilkan pengurangan diskriminasi tanpa penurunan signifikan dalam kualitas prediksi. Temuan-temuan ini sangat relevan di negara seperti Indonesia, di mana mendorong inklusi keuangan dan akses yang setara ke kredit adalah kunci pembangunan ekonomi.

Menuju Masa Depan yang Lebih Adil di Indonesia

Implikasi praktis yang diungkapkan dalam makalah ini menjadi sumber inspirasi bagi perusahaan fintech di Indonesia. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa memungkinkan perusahaan-perusahaan ini untuk mengumpulkan dan menggunakan atribut-atribut yang dilindungi, seperti gender, dalam model-model mereka dapat membantu dalam menilai bias potensial dan mengurangi diskriminasi. Di negara seberagam Indonesia, di mana disparitas budaya, sosial, dan ekonomi tetap ada, kemampuan untuk menyesuaikan layanan keuangan dengan kebutuhan dan keadaan individu adalah alat yang kuat untuk mempromosikan inklusivitas.

Perusahaan-perusahaan fintech di Indonesia dapat belajar dari rekomendasi makalah ini untuk menggunakan berbagai pendekatan seperti down-sampling, penyetelan hiperparameter, up-sampling, dan pemodelan probabilitas proksi gender untuk melawan diskriminasi. Namun, makalah ini menekankan pentingnya strategi komunikasi pelanggan yang kuat, menjelaskan manfaat penggunaan atribut pribadi, dan memberikan pendidikan AI untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan. Pelajaran ini sangat penting di Indonesia, karena lembaga keuangan harus berinteraksi dengan basis pelanggan yang beragam dengan efektif dan memastikan bahwa mereka memahami dan mempercayai keputusan yang didorong oleh AI yang memengaruhi hidup mereka.

Panggilan makalah untuk meninjau kembali hukum anti diskriminasi dalam konteks pengambilan keputusan berbasis algoritma tidak boleh diabaikan di Indonesia. Negara ini harus mengevaluasi kerangka regulasinya untuk memastikan agar tetap berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Referensi terhadap pedoman regulasi seperti "Prinsip untuk Mempromosikan Keadilan, Etika, Akuntabilitas, dan Transparansi (FEAT) dalam Penggunaan Kecerdasan Buatan dan Analisis Data" adalah sumber daya yang berharga yang dapat diadaptasi untuk lanskap regulasi Indonesia. Ini tidak hanya melindungi individu dari diskriminasi, tetapi juga memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas keputusan yang didorong oleh AI.

Dialog Global untuk Dampak Lokal

Wawasan dari "Hukum Anti Diskriminasi, Kecerdasan Buatan, dan Bias Gender" melintasi batas-batas dan beresonansi dengan negara-negara di seluruh dunia. Urgensi untuk mengatasi bias gender dalam AI tidak hanya berlaku untuk negara maju; ini adalah tantangan yang harus dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia.

Masyarakat internasional semakin mengakui pentingnya etika dan keadilan AI. Saat dunia semakin terhubung, diskusi global dan penelitian seperti dalam makalah ini memberikan dasar yang kokoh bagi negara-negara individu untuk membangun. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari diskusi ini untuk mengembangkan pedoman etika dan kerangka regulasi sendiri untuk memastikan bahwa teknologi AI dan pembelajaran mesin sejalan dengan tujuannya mencapai kesetaraan gender dan inklusi keuangan.

Jalan yang Harus Ditempuh

Saat kita melangkah menuju masa depan yang sangat terkait dengan AI dan teknologi pembelajaran mesin, kita harus memastikan bahwa kemajuan tidak terhambat oleh diskriminasi yang tak disengaja. Makalah "Hukum Anti Diskriminasi, Kecerdasan Buatan, dan Bias Gender" berfungsi sebagai panggilan bangun yang elegan bagi dunia, termasuk Indonesia, untuk memikirkan ulang kerangka hukum dan operasional dalam konteks AI.

Indonesia, dengan keanekaragaman budaya, tradisi, dan sektor fintech yang berkembang, berada dalam posisi unik untuk mengambil pelajaran ini sebagai panduan. Negara ini dapat memanfaatkan kekuatan AI untuk mempromosikan inklusi keuangan, kesetaraan gender, dan kemakmuran ekonomi bagi semua warganya.

Untuk menyimpulkan, makalah ini menegaskan bahwa dalam ranah AI, kita tidak terikat pada masa lalu, tetapi bebas untuk membentuk masa depan yang lebih inklusif, adil, dan berkeadilan. Lahan Indonesia, dengan keberagaman yang kaya dan aspirasinya untuk masa depan yang lebih cerah, dengan yakin dapat mendapatkan kebijaksanaan yang dibagikan dalam makalah ini saat menjalani jalur yang menantang tetapi penuh harapan menuju masa depan yang lebih adil untuk semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun