Puisi merupakan sebuah seni yang dikemas melalui kata-kata. Seni menulis dalam puisi melibatkan penggunaan gaya bahasa yang unik dan kreatif. Hal ini membuat puisi menjadi lebih menarik dan mampu menyampaikan pesan yang dalam dengan cara yang indah. Dengan seni menulis, puisi dapat menjadi alat yang kuat untuk menyampaikan perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam bentuk yang lebih estetis.
Perbedaan antara puisi dengan karya sastra lainnya adalah penggunaan diksi yang berbeda. Diksi yang digunakan dalam puisi harus dipilih dengan cermat dan tepat agar dapat menciptakan kesan yang mendalam dan emosional. Hal ini juga akan menambah nilai estetika dari sebuah puisi, sehingga membuatnya semakin indah dan memikat. Dalam menulis puisi diperlukan keahlian khusus dalam memilih kata-kata yang indah dan bermakna. Penggunaan diksi yang tepat akan membuat puisi semakin memukau dan menyentuh hati pembaca. Selain itu, puisi merupakan sebuah media untuk melampiaskan berbagai emosi yang dirasakan oleh penulis.
Berikut ini merupakan puisi "Lagu Biasa" karya Chairil anwar
Lagu Biasa
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan "Carmen" pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai "Ave Maria"
Kuseret ia ke sana ....
Maret, 1943.
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan seni dan sastra, termasuk dalam hal puisi. Sejak dahulu hingga sekarang, banyak lahir para penyair yang begitu memukau dengan karya-karyanya. Salah satu penyair Indonesia yang terkenal hingga sekarang adalah Chairil Anwar. Namanya dianggap sebagai salah satu tokoh utama dalam dunia puisi Indonesia. Karya-karyanya yang penuh dengan kritik sosial dan pemikiran yang dalam, menjadikannya sebagai salah satu penyair terbaik di Indonesia. Selain Chairil Anwar, masih banyak lagi penyair Indonesia yang karyanya masih banyak dijumpai hingga saat ini. Contohnya adalah Sapardi Djoko Darmono, Wiji Thukul, Taufik Ismail, dan W.S Rendra.
Karya-karya para penyair beragam tema dan gaya penulisannya, menyampaikan pesan yang kuat dan menginspirasi banyak orang. Setiap penyair memiliki ciri khas tersendiri dalam menyampaikan karyanya. Kini, karya-karya dari para penyair tersebut banyak dijumpai di berbagai media, seperti buku puisi, majalah sastra, dan media online. Hal ini menunjukkan bahwa puisi Indonesia memiliki tempat yang istimewa dalam hati masyarakat dan terus dihargai hingga saat ini.
Chairil Anwar dengan julukannya "si Binatang Jalang" merupakan salah satu penyair angkatan 45. Chairil Anwar terbilang produktif selama periode 1942-1949. Selama periode tersebut chairil anwar telah menulis banyak karya, di antaranya adalah puisi dengan judul "Aku" yang diganti judulnya menjadi "Semangat", "Taman", "Nisan", "Penerimaan" dll. Karya-karya dari Chairil Anwar bisa kita jumpai di berbagai media internet serta dalam buku "Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus".
Salah satu puisi Chairil Anwar adalah puisi "Lagu Biasa" yang di tulis pada tahun 1943. Puisi ini menceritakan tentang dua insan yang baru saja berkenalan. Puisi ini terkesan romantis, chairil anwar mengemas puisi ini dengan diksi yang terkesan manis namun sederhana. Dalam puisi "Lagu Biasa" pembaca seolah dapat merasakan perasaan yang ingin disampaikan oleh chairil anwar.
Dalam puisi-puisinya, Chairil Anwar sering menggambarkan kehidupan dan keadaan sosial pada masa itu dengan gaya yang sederhana namun tajam, tak jarang juga ia menuliskan puisi mengenai kehidupanya. Ia sering menggunakan kata-kata yang lugas, sehingga membuat puisi-puisinya mudah dipahami oleh pembaca. Namun pemilihan diksi dalam puisinya tak jarang juga sedikit membuat pembaca kebingungan dengan apa yang dimaksud oleh penyair legendaris yang satu ini.
Dari sekian banyak karya-karya Chairil Anwar, karya mana saja yang sudah kamu baca? Puisi "Aku" atau "Semangat" adalah puisi yang paling terkenal dari Chairil anwar. Namun, masih banyak lagi puisi-puisi karya Chairil Anwar yang sama bagusnya dengan puisi "Semangat". Salah satu di antaranya adalah puisi yang berjudul "Lagu Biasa".
Dalam sebuah puisi terdapat situasi bahasa yang terdiri dari aku lirik (pembicara) dan subjek lirik (yang diajak bicara). Aku lirik dalam puisi "lagu biasa" bersifat eksplisit. Hal tersebut dapat dilihat pada larik terakhir dalam puisi tersebut. "kuseret ia kesana....." dari penggalan puisi tersebut sudah jelas terdapat kata aku dalam kata kuseret. Dalam puisi ini  aku lirik merasakan perasaan yang tak karuan saat pertama kali bertemu dengan seseorang. Subjek lirik atau pendengar atau seseorang yang diajak bicara dalam puis ini juga bersifat eksplisit. Hal ini terlihat jelas dalam bait ke-3 larik pertama dan larik ke- 3 terdapat kata "ia" yang menggambarkan seseorang yang dituju oleh aku lirik.
Keraf (2009) memberikan tiga kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pemilihan kata yang tepat dan sesuai dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Dalam puisi "Lagu Biasa" pada larik pertama terlihat dengan jelas bahwa larik tersebut memiliki makna yang lugas atau makna yang sebenarnya. Larik pertama berbunyi "Diteras rumah makan kami kini berhadapan" menggambarkan aku lirik yang sedang berhadapan dengan subjek lirik di teras sebuah rumah makan. Begitupun dengan larik ke dua.
Dalam larik ketiga pada bait pertama yang berbunyi "Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam" mengandung arti mumculnya perasaan yang sangat dalam. Diksi yang digunakan dalam larik ini terkesan abstrak dan membingungkan. Aku lirik terkesan kehabisan kata-kata. Bagaimana ia harus mengatakan bahwa ia sedang jatuh cinta pada seseorang yang baru saja ia temui?.
Bait kedua puisi ini terdiri dari tiga larik. Larik pertama berbunyi "Masih saja berpandangan" memiliki arti yang lugas, aku lirik dan subjek lirik masih saling bertatapan satu sama lain. namun pada larik berikutnya hal tersebut seolah dibantah "Dalam lakon pertama" dapat diartikan orang pertama atau kita sebut saja aku lirik. Maksud dari larik kesatu dan kedua adalah aku lirik yang hanya merasakan bahwa mereka saling bertukar pandang, aku lirik tidak mengetahui bagaimana perasaan subjek lirik. Larik ketiga berbunyi "Orkes meningkah dengan 'carmen' pula", Penggunaan diksi "... meningkah..." dalam larik ketiga ini memiliki arti mengiringi. Pemilihan diksi ini sangat jarang digunakan pada puisi sekarang bukan?. Lalu apa itu carmen? Carmen adalah sebuah film bergenre komedi,musikal,romantis.
Penggunaan diksi pada bait kedua terkesan menjelaskan bagaimana suasana yang dirasakan oleh aku lirik. Cara menulis Chairil Anwar ini seolah mengajak pembacanya untuk ikut masuk ke dalam cerita yang ingin disampaikan. Pesan mendalam yang tersirat pada puisi ini seolah divisualisasikan melalui kata-kata puitis dengan pemilihan diksi yang baik.
Bait ketiga terdiri dari empat larik. Pada Chairil Anwar memakai diksi "...mengerling..." menurut KBBI (2023) kata mengerling memiliki arti melihat dengan pandangan mata. Mungkin kita bisa mengartikan kata mengerling ini dengan "melihat sekilas". Pada larik kedua Chairil Anwar menggunakan diksi figuratif begitupun dengan larik ketiga. Larik kedua berbunyi "Dan rumput kering terus menyala" dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah mati namun kini hidup kembali. Penggunaan diksi pada Larik kedua ini sangat menarik. Larik ketiga memiliki arti penggambaran suara subjek lirik oleh aku lirik. Kemudian larik keempat "Darahku berhenti berlari" pada larik ini Chairil Anwar mengutarakann apa yang dia rasakan melalui puisinya. Larik keempat dapat diartikan sebagai perasaan seperti darah yang berhenti mengalir.
Bait keempat terdiri dari dua larik. Dalam larik pertama dapat kita artikan orkes mulai memainkan lagu "ave maria". Larik kedua dalam bait empat ini merupakan akhir dari puisi dan terdengar cukup kompleks untuk mengakhiri sebuah puisi. Pada larik kedua ini aku lirik menarik subjek liri untuk menari dengan iringan lagu "ave maria".
Puisi ini memiliki tema yang klasik namun tetap terkesan romantis bagi sebagian orang. Saat membaca puisi ini kita seolah dibawa ke suatu tempat di 1943. Cara Chairil Anwar menggambarkan keadaan pada masa itu cukup untuk membuat seseorang berimajinasi. Penggunaan diksi yang tepat ini menjadikan puisi memiliki sebuah nilai estetis yang tidak dimiliki oleh karya sastra lainnya.
Puisi "Lagu Biasa" memiliki pemilihan diksi yang sederhana namun unik. Pemilihan diksi seperti ini menjadi ciri khas puisi Chairil Anwar. Chairil Anwar menggunakan imajinasi dalam menulis puisinya. Imajinasi inilah yang memberikan pembaca gambaran mengenai makna mendalam dari puisi tersebut. Pemilihan diksi dalam puisi juga menyebabkan pemaknaan dalam puisi menjadi multitafsir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H