Biar, biar aku saja yang menjadi perahu kertasmu, Nis...
/I/
Kau sepertinya tak pernah tahu,
berapa banyak perahu kertas yang telah kau layarkan.
Namun aku tahu pasti,
berapa kali hatimu tertawa, berapa kali jiwamu tertatih berlari.
/II/
Nis, aku menemukanmu
dalam gurat-gurat tinta yang luntur dilibas air sungai itu
dalam lipatan-lipatan yang tak lagi rapi.
Aku mulai mengenalimu.
/III/
Nis, ke mana sebenarnya arah layar perahumu?
Jauhkah kiranya?
Maaf, jika akhirnya kau harus tahu.
Perahumu tak pernah sampai sejak semula.
/IV/
Kali ini, izinkan aku sampaikan
aku, yang tak pernah ingin perahu kertasmu tercabik arus
aku, yang tak ingin tintamu berganti menjadi bercak yang tak bisa terbaca.
Maka, tuliskanlah di sini saja, di perahu hatiku. Selalu.
Banyu.
2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H