Sebagai Kota Penyandang Predikat Kota Layak Anak Kategori Nindya, Kota Depok tergolong intensif dan sistematis dalam mewujudkan Sekolah Ramah Anak hingga satuan pendidikan terendah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Â
Hingga tahun 2021, jumlah Sekolah Ramah Anak untuk Unit Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kota Depok bertambah sebanyak 371 lembaga sehingga menjadi total sebanyak 603 lembaga.Â
Namun sayangnya justru Kota Depok mendapatkan raport merah bahkan dianggap sebagai zona darurat kekerasan seksual pada anak sehingga banyak pihak meminta untuk statuk Kota Layak Anak di Depok untuk segera dievaluasi.
Merespons isu tersebut, Dosen UPN Veteran Jakarta membentuk tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang terdiri atas Intan Putri Cahyani, M.I.Kom (dosen Ilmu Komunikasi), Wiwiek Rukmi Dwi Astuti, M.Si (dosen Hubungan Internasional), dan Citraresmi Widoretno Putri, MH (dosen Ilmu Hukum). Dengan mengangkat Tema " Komunikasi Gender Sebagai Kontrol Sosial Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Dini  Dalam Mewujudkan Sekolah Ramah Anak Di Kota Depok", PKM ini digelar secara hybrid dengan menggandeng mitra utama Forum Pos PAUD (FPP) Kecamatan Cipayung (30/8).
Perlindungan Anak, Hak Anak dan Kekerasan Seksual pada Anak Usia Dini, (3) Pendekatan Komunikasi Gender sebagai Perwujudan Sekolah Ramah Anak.
Dalam sesi Zoom, masing-masing tim pengabdi membawakan materi sesuai latar belakang keilmuan yang dimiliki. Secara berturut-tutut materi yang disampaikan yaitu (1) Education for All dan Esensi Sekolah Ramah Anak, (2)"Education for All merupakan salah satu tujuan yang tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dengan nomor urut 4 dimana setiap orang berhak mendapat akses Pendidikan dasar yang berkualitas, tidak terkecuali di Indonesia', ungkap Wiwiek.Â
Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang ramah anak, ramah penyandang cacat dan gender, serta menyediakan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua menjadi hal yang esensial.Â
Oleh karena itu mewujudkan Sekolah Ramah Anak menjadi salah satu tanggung jawab kunci pagi para pemerhati Pendidikan termasuk di dalamnya pengelola sekolah.
Dari segi hukum Citra menambahkan bahwa anak sesuai dengan kodratnya adalah rentan, tergantung. lugu, dan memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.Â
Oleh karena itu pula anak memerlukan perawatan dan perlindungan yang khusus, baik fisik maupun mental dan semua itu dirangkum dalam Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan terhadap pasal - pasal tertentu melalui Undang - Undang nomor 35 Tahun 2014.
Dengan memahami komunikasi gender, maka akan lebih lebih mudah untuk menciptakan iklim belajar yang adil, setara namun juga nyaman bagi peserta didik. Selain itu juga akan meminimalisir risiko berbagai perlakuan tidak menyenangkan, termasuk kekerasan seksual bagi anak usia dini.
"Sekolah Ramah Anak membangun paradigma baru dalam mengelola peserta didik untuk membangun generasi baru tanpa kekerasan, menumbuhkan kepedulian orang dewasa, serta memenuhi hak anak sekaligus melindungi mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk mewujudkan itu semua perlu pemahaman yang baik terkait sekolah responsif gender di kalangan pengelola PAUD" tegas Intan di akhir materi.
Di akhir Program PKM, Tim Pengabdi melakukan open discussion dengan para peserta yang merupakan Pengelola dan Guru dari 38 Pos PAUD yang tersebar di Kecamatan Cipayung.Â
Melalui program KIE ini diharapkan dapat membangun pengetahuan sekaligus pemahaman tentang hak anak dalam UU Perlindungan anak, berbagai macam bentuk kekerasan seksual yang bisa dialami anak usia dini, dampak dari kekerasan seksual pada anak usia dini, upaya preventif dalam mensikapi kasus kekerasan seksual pada anak usia dini serta bagaimana mewujudkan sekolah ramah anak yang responsif gender di satuan PAUD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H