Mohon tunggu...
Intan Kisnatallia
Intan Kisnatallia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar SMA Kota Mojokerto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengabdian Tanpa Pamrih

12 November 2024   08:24 Diperbarui: 12 November 2024   08:48 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Jika ada sesuatu yang diperjuangkan,maka lelah hanyalah selingan".

Jawab ibu yang mana ia tahu, setiap butir keringat adalah harga untuk masa depan anak-anaknya, dan untuk itu, ia rela memikul beban seberat apa pun tanpa rasa gentar.

Sinar matahari yang mulai menghilang rasa lelah yang terasa dalam dirinya membawa langkah ibu untuk pulang kerumah.Hati yang penuh kepuasan saat memasuki sebuah ruangan yang tidak besar bahkan ruangan itu terlihat berantakan karena buku yang berada dimana-mana.

"Ibu sudah pulang?"

Tanya sang bungsu pada ibu dengan senyum manisnya

"Ya ibu sudah pulang,lanjutkan belajarnya ibu ingin bersih-bersih dan masak untuk makan malam kita nanti"

"Ya bu"
Jawab singkat sang anak.

Malam perlahan menyelimuti rumah itu ,menggantikan kehangatan sore dengan angin dingin yang berbisik di balik jendela rumah mereka. Di dapur, ibu kembali sibuk menyiapkan makan malam. Meski tubuhnya terasa berat dan punggungnya mulai pegal, ia tetap bekerja dengan telaten, sesekali tersenyum saat mendengar tawa anak-anaknya dari ruang depan.

Selesai memasak, ibu membawa sepanci sayur dan lauk sederhana ke meja makan. Anak-anaknya duduk dengan rapi, menunggu ibu memberikan tanda untuk mulai makan. Tak ada yang memulai sebelum ibu bergabung di meja, sebuah kebiasaan kecil yang ibu tanamkan sejak mereka masih sangat kecil.

Mereka makan dengan lahap, sesekali saling bertukar cerita tentang hari mereka di sekolah dan di sawah. Ibu mendengarkan dengan sabar, memberikan nasihat kecil di sela-sela cerita anak-anaknya. Matanya menatap mereka dengan penuh kasih, merasa bangga melihat mereka tumbuh dan belajar menghadapi kehidupan yang serba sederhana namun penuh makna.Namun, di tengah makan malam itu, anak sulungnya, yang berusia lima belas tahun, menghentikan suapannya dan memandang ibu dengan serius.

"Bu, aku sudah besar. Aku ingin bekerja setelah sekolah, biar ibu tidak perlu bekerja terlalu berat lagi," kata anak sulungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun