Mohon tunggu...
Intan Indah Yuniar
Intan Indah Yuniar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prinsip-Prinsip Halal dan Haram dalam Kepemilikan Harta

16 Oktober 2024   15:19 Diperbarui: 16 Oktober 2024   15:19 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengharaman ini tercantum dalam beberapa ayat, contohnya: "Diharamkan bagi kamu memakan bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, serta hewan yang mati karena tercekik, terpukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang buas, kecuali jika kamu sempat menyembelihnya.

kedua ada harta haram yang disebabkan oleh faktor eksternal, sering disebut sebagai harta haram karena alasan tertentu (haram bisababihi) atau karena cara mendapatkannya (haram likasbihi). 

Harta haram dalam kategori ini tidak diharamkan berdasarkan asalnya, tetapi karena sifat yang ditimbulkan oleh cara perolehannya. Contohnya adalah harta riba; meskipun asal harta itu halal, ia menjadi haram bagi orang yang mengusahakannya karena cara yang digunakan dilarang oleh syariat.

Para ulama fiqh mengklasifikasikan harta dari berbagai sudut pandang. Dari segi kehalalan penggunaannya menurut syariat, harta dibagi menjadi dua kategori: harta mutaqawwim dan ghair mutaqawwim. 

Harta mutaqawwim adalah harta yang boleh dimanfaatkan karena asal dan cara perolehannya yang halal. Sementara itu, harta ghair mutaqawwim adalah harta yang tidak boleh dimanfaatkan, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya yang tidak halal.

Dengan pembagian ini, tidak semua harta dapat dimanfaatkan oleh seorang Muslim. Terdapat jenis-jenis harta yang diharamkan berdasarkan zatnya, seperti bangkai, darah, babi, khamar, dan lain-lain, yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW. Selain itu, ada juga harta yang haram bukan karena zatnya, tetapi karena cara mendapatkannya yang tidak sesuai dengan syariat, seperti hasil dari pencurian, penipuan, korupsi, dan praktik riba.

Masalah halal dan haram merupakan hak prerogatif Allah swt dan Rasulnya untuk menentukannya, oleh karna itu, penetapan masalah halal dan haram harus mengacu kepada sumber-sumber hukum Islam. 

Penentuan halal dan haram adalah hak eksklusif Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, penetapan status halal atau haram harus merujuk pada sumber-sumber hukum Islam, termasuk ayat-ayat Al-Qur'an, hadis Nabi, qiyas, dan ijma ulama.

Halal berarti terhindar dari hal-hal yang haram, baik dari segi substansi, cara perolehan, maupun pemanfaatannya. Setiap aktivitas ekonomi harus memenuhi prinsip halal dan menghindari yang haram. 

Salah satu bidang yang berkembang pesat adalah industri halal, termasuk makanan, pakaian, keuangan, perjalanan, obat-obatan, kosmetik, serta media dan rekreasi halal. Yusuf Qaradhawi menyebutkan beberapa prinsip terkait halal dan haram dalam muamalah:

Pada dasarnya, semua yang berhubungan dengan muamalah adalah halal, kecuali jika ada nash yang jelas dan tegas dari syariah yang mengharamkannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun