Mohon tunggu...
Intan Hudzaifah
Intan Hudzaifah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman dan Kader Klinik Etik dan Advokasi Tahun 2023

Saya memiliki hobi membaca dan menulis. Bagi saya, menulis adalah suatu keberanian untuk menyalurkan isi pikiran dan perasaan. Dengan menulis bisa menjadi bentuk komunikasi dalam menyampaikan informasi kepada orang lain. Mengapa menulis itu suatu keberanian? Karena menulis itu artinya belajar setiap harinya, harus memiliki keberanian untuk berkomitmen dalam hal disiplin waktu dan konsistensi. Jika ingin menulis perlu memiliki ide atau gagasan, melakukan riset, hingga memperluas sudut pandang. Sehingga, dibutuhkan bekal ilmu dengan membaca, mencari informasi, maupun sering menulis sebagai latihan untuk menghasilkan suatu karya yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hakim Jadi Sasaran Pelampiasan akibat Putusan Pengadilan

26 Juli 2023   10:45 Diperbarui: 26 Juli 2023   10:49 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : bigstockphoto.com

Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim memiliki peran dan posisi tertinggi untuk menetapkan suatu putusan. Hakim tidak hanya menyelesaikan sengketa dari para pihak, tetapi memiliki tanggung jawab untuk menjadi penghubung antara masyarakat dengan hukum.  Saat ini, hakim dianggap sebagai sosok yang tidak bisa memberikan keadilan dan tidak sesuai harapan. Bahkan, adanya tulisan yang bermunculan di media sosial sebagai bentuk ungkapan rasa kecewa berupa keluhan maupun kritikan terhadap hakim dan dunia peradilan.

Kualitas hasil putusan menjadi pertanyaan, apakah putusan hakim benar-benar menjunjung tinggi keadilan terutama bagi masyarakat kecil? Hal ini yang menyebabkan putusan hakim dan dunia peradilan kehilangan wibawa di pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa putusan hakim dapat dengan mudahnya dibeli dan dinegosiasi dengan kepentingan lain. Kekecewaan dari putusan hakim tersebut yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH).

Hakim yang berkedudukan tertinggi dalam dunia peradilan hingga mendapat sebutan sebagai “Wakil Tuhan” di muka bumi, sering mendapat perlakuan yang tidak pantas. Ketidakpuasan dari pihak tertentu yang menyebabkan hakim menjadi sasaran pelampiasan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan website dari Komisi Yudisial (KY), sejak tahun 2013-2022 KY telah menangani sedikitnya 85 dugaan PMKH dengan berbagai bentuk. Namun, sebagian besar dugaan PMKH tersebut tidak dilanjutkan ke proses hukum karena terkadang hakim merespon PMKH sebagai hal yang biasa terjadi di pengadilan terutama saat menangani perkara tertentu.

Melihat fakta tersebut artinya advokasi hakim masih kurang dikenal, baik di kalangan profesi hakim maupun masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim, menyebutkan bahwa “Advokasi hakim adalah kegiatan dalam rangka mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluruhan martabat hakim.”

Adanya regulasi yang mengatur menandakan bahwa keamanan hakim harus menjadi perhatian utama. Advokasi hakim menjadi wewenang Komisi Yudisial yang bertujuan untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap independensi hakim. Adapun advokasi hakim harus berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut :

1. Prinsip Imparsial, yaitu pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama bagi pihak-pihak yang terlibat.

2. Prinsip Profesional, yaitu pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan berdasarkan keahlian tertentu, pengetahuan, dan wawasan yang sesuai dengan kebutuhan sehingga menghasilkan mutu terbaik.

3. Prinsip Partisipatif, yaitu pelaksanaan advokasi hakim dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan jejaring Komisi Yudisial.

4. Prinsip Transparan, yaitu setiap orang berhak mengetahui proses penanganan advokasi hakim.

5. Prinsip Akuntabel, yaitu pelaksanaan advokasi hakim dapat dipertanggungjawabkan pada tiap tahapannya.

Pandangan masyarakat yang melihat dari satu sisi mengenai lunturnya nilai keadilan dalam putusan hakim dan ketidakpahaman masyarakat itu memicu terjadinya PMKH, misalnya dengan penghinaan dan menggiring opini melalui media sosial, melakukan perbuatan tidak etis terhadap hakim di persidangan, hingga merusak sarana dan prasarana di pengadilan. Masyarakat tentunya harus memandang dari perspektif yuridis, bahwa hakim dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan pertimbangan hukum.

Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis, kebenaran filosofis, dan sosiologis yang berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku serta bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan. Kemudian, hakim juga mempertimbangkan berbagai aspek untuk memberikan putusan seadil-adilnya. Hal ini sesuai dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1), bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

PMKH harus ditindak tegas melalui langkah hukum dan/atau langkah lain. Langkah hukum adalah melaporkan orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim kepada penegak hukum dan memantau proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sedangkan langkah lain adalah tindakan yang dilakukan Komisi Yudisial berupa koordinasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau somasi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Dalam mengatasi PMKH, maka diperlukan kerja sama dari seluruh lapisan mulai dari kerja sama antar penegak hukum, pemerintah, maupun masyarakat. Komisi Yudisial (KY) memiliki peranan penting untuk melindungi dan melakukan advokasi hakim. Regulasi yang ada menjadi upaya preventif untuk mencegah pelanggaran hukum dan pihak-pihak yang berwenang berperan untuk menindaklanjuti para pelaku PMKH. Pemerintah juga harus memberikan dukungan dengan membuat aturan hukum terkait contempt of court untuk menjamin keselamatan hakim selama bertugas di pengadilan ataupun di luar pengadilan.

Menurut saya, kontribusi mahasiswa sangat diperlukan terutama mahasiswa hukum yang sudah lebih dulu mendalami mengenai PMKH. Sebagai mahasiswa, memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan edukasi mengenai etika di pengadilan untuk mencegah terjadinya PMKH di dalam ataupun luar persidangan. Harapannya adalah bisa mewujudkan peradilan bebas dari PMKH serta membangun kesadaran hukum di masyarakat, sebagai wujud bahwa Indonesia merupakan negara yang menjunjung nilai etika, moral, dan juga hukum. Kekecewaan karena hasil putusan tidak dapat dijadikan alasan melakukan kekacauan di persidangan. Selain itu, tindakan PMKH sekecil apapun tidak dapat dibenarkan dan harus segera diadvokasi.

Referensi

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Problematika Hakim dalam Ranah Hukum, Pengadilan, dan Masyarakat di Indonesia: Studi Sosio-Legal, Jakarta Pusat : Pusat Analisa dan Layanan Informasi, 2017.

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 23.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2009_48.pdf

Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim https://jdihn.go.id/files/493/Peraturan_KY_No__8_Tahun_2013_tentang_Advokasi_Hakim.pdf

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/15196/jaga-independensi-hakim-ky-lakukan-advokasi-hakim Diakses pada 10 Juli 2023 Pukul 23.10 WITA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun