Selain cyberbullying, film ini juga membahas isu lain yang semakin marak di era digital, yaitu hoax dan cancel culture. Singkoh, Kussanti, dan Palupi (2024) menyatakan bahwa Budi Pekerti mengangkat fenomena ini dengan cara yang kritis, memperlihatkan bagaimana berita palsu dan persepsi yang salah dapat menghancurkan kehidupan seseorang dalam waktu singkat. Dalam film ini, hoax bukan hanya disebarkan melalui media sosial, tetapi juga diperburuk dengan adanya efek sosial yang ditimbulkan oleh persepsi publik yang terbentuk dari informasi yang tidak akurat.
Menurut Bahri et al. (2021), film ini menunjukkan bagaimana individu dapat kehilangan identitasnya hanya karena pengaruh informasi palsu yang beredar di dunia maya. Dalam hal ini, Budi Pekerti memberikan pelajaran yang sangat penting tentang bagaimana cara menyikapi berita dan informasi di media sosial dengan lebih bijaksana dan kritis. Hal ini sangat penting, mengingat besarnya dampak yang dapat ditimbulkan oleh berita yang salah di dunia maya, baik itu pada individu, keluarga, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, film Budi Pekerti bukan hanya sebuah karya seni yang menghibur, tetapi juga sebuah media pembelajaran yang efektif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya moralitas, etika dalam bermedia sosial, dan kesadaran akan dampak buruk dari dunia maya. Menggunakan teori semiotik, film ini memberikan pesan yang sangat dalam mengenai pengaruh media sosial terhadap kehidupan sosial kita. Melalui nilai-nilai moral dan pendidikan karakter yang ditonjolkan dalam film ini, penonton diingatkan untuk selalu menjaga sikap dan perilaku baik, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H