Mohon tunggu...
Intan Siti Noer Rita Daswan
Intan Siti Noer Rita Daswan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writer and Life Style Blogger

Mom of two boys who loves writing, blogging, and story telling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Layangan Putus dan Nussa, Pelajaran Apa yang Bisa Kita Dapatkan?

2 Januari 2022   22:35 Diperbarui: 2 Januari 2022   22:49 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screenshoot pribadi

Layangan Putus dan Nussa, dua film yang sedang ramai diperbincangkan. Film Nussa yang membidik keluarga dan juga anak-anak. Dengan tema yang sederhana tapi sangat menyentil telinga kita sebagai orang tua.

Jujur, sejak kemunculannya di kanal youtube, saya pribadi bertanya-tanya, kemana sosok ayahnya? Mengapa tidak dimunculkan agar kesan dan juga pesan keluarga utuh itu sebuah keharusan? Jangan sampai terkesan tokoh Nussa ini menjadi sosok fatherless, itulah yang awalnya terlintas.

Namun, semuanya terjawab dalam film Nussa. Dan, sebagai penonton, saya baru paham ada pesan yang sangat cerdas yang ingin disampaikan. Bahkan tidak aneh, ketika banyak orang tua yang meneteskan air mata di beberapa menit terakhir. Merasa tersentil, mungkin itulah yang terjadi.

Two thumbs up buat orang-orang luar biasa yang telah menghadirkan film Nussa. Film yang bisa dinikmati oleh semua anggota keluarga. Sarat makna, banyak pembelajaran yang didapatkan tapi tanpa meninggalkan unsur entertainnya juga.

Lalu, bagaimana dengan Layangan Putus?

Saya mengetahui kisah Layangan Putus sebelum diangkat menjadi film (Serial). Hmmm... Agak ngeri juga membacanya. Maklum sebagai orang yang memiliki karakter melankolis phlegmatis, sisi overthinking saya mulai bekerja. Bahkan saat itu, saya langsung mengajak suami untuk berdiskusi hal ini. Sempat terlontar, pasti ini kisah bakalan "menjual" kalau diangkat menjadi film. Ternyata benar juga dugaan saya itu.

Ya, saat ini, siapa sih yang tahu Layangan Putus? Meski jujur saja, saya belum menonton secara utuh. Alasannya, pertama karena saya sudah pernah membaca kisahnya. Kedua, saya takut imajinasi dan ke-overthinking-an saya terlalu liar dan tidak dapat direm.

Sebenarnya memang film dengan tema perselingkuhan itu seperti dua mata pisau. Ia bisa dijadikan pelajaran, agar orang lain tidak terjerumus ke lobang yang sama. Namun, bisa jadi malah menginspirasi atau menjadikan kita berpikiran negative terhadap pasangan.

Kembali lagi, semuanya tergantung dari sisi mana kita melihat. Namun, kalau boleh berpendapat, ada ketakutan dengan beredarnya film seperti ini dan bisa diakses (dilihat) dengan mudah oleh siapapun, ada beberapa adegan yang kurang pantas disaksikan oleh anak-anak.

Di luar itu semua, terbersit pertanyaan dalam hati saya pribadi, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari dua film ini? Pastinya, kita tidak ingin hanya sekadar menonton tanpa mendapatkan nilai-nilai positif yang bisa dijadikan pembelajaran buat diri kita.

Saya pribadi menyimpulkan, ada 4 faktor yang akhirnya merusak hubungan dengan pasangan, dan pada akhirnya merusak keutuhan keluarga. Mulai dari komunikasi, karakter, lingkungan, dan keimanan.

Keempatnya sangat memberikan andil ketika permasalan muncul. Ketika komunikasi itu sudah tidak nyambung, bahkan hilang sama sekali, maka jangan berharap keadaan bisa baik-baik saja. Apalagi ditambah kita tidak saling paham dengan karakter. Lingkungan juga mendukung kita untuk melakukan hal yang tidak baik. Terakhir, baterai keimanan kita jarang di recharge. Maka, masalah itu muncul.

Di dalam sebuah hubungan pernikahan dan keluarga, ketika suami, istri dan anak sudah jarang berkomunikasi, tidak ada lagi waktu untuk berdiskusi, mengobrol ringan dan bercanda bersama, maka tanyakan ada apa dengan hubungan ini?

Hampir setiap permasalahan itu muncul karena komunikasi yang tidak tepat. Coba perhatikan, berapa banyak kasus perselingkuhan, biasanya alasannya klise sebenarnya, karena merasa tidak puas dengan pasangan, pasangan kurang perhatian, pasangan tidak mendapatkan apa yang diinginan, dan sebagainya.

Tapi, kalau kita benar-benar perhatikan, andaikan setiap pasangan langsung mengkomunikasikan ketika ada sesuatu yang tidak sesuai, tentunya dengan cara yang tepat, pasti akan ada solusi.

Intinya, fokus ke solusi, bukan lari dari masalah dengan mencari masalah baru. Ya, mencari pelarian dengan selingkuh itu adalah menciptakan masalah baru. Dan, yakinlah yang akan menjadi korban adalah anak-anak yang sebenarnya mereka tidak memiliki andil salah apapun.

Kembali kepada kedua film tadi. Dua film yang menurut saya bisa menjadi bahan renungan bagi kita untuk menilai diri sendiri. Kalau saya pribadi, mendapatkan benang merah, komunikasi adalah solusi dari setiap permasalahan yang ada, apapun itu. Perbaiki komunikasi dengan Sang Pencipta dan juga kepada orang-orang yang halal untuk kita cintai. It's my dream not hers! J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun