Abstrak
Kesenian wayang merupakan salah satu budaya lokal Indonesia yang menakjubkan hingga dikenal sampai kaca dunia, berbagai jenis wayang telah hadir ditengah masyarakat dan seiring perkembangan zaman mampu melahirkan jenis-jenis wayang baru hasil dari inovasi dan kreativitas masyarakatnya.Â
Salah satu jenis wayang yang hadir dan berkembang di tengah masyarakat Tegal adalah wayang golek cepak. Seperti yang diketahui bersama, arus globalisasi berjalan dengan cepat yang berdampak pada semakin terbukanya berbagai budaya luar yang dengan mudahnya masuk ke dalam negeri.Â
Hal tersebut membawa banyak perubahan baru yang mengubah nilai-nilai tradisional dan dapat mempengaruhi kecintaannya kepada budaya lokal salah satunya yaitu kesenian wayang, banyak generasi milenial sebagai generasi penerus yang kurang menaruh perhatiannya terhadap seni tradisional wayang.Â
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran masyarakat Tegal terutama generasi milenial terhadap kesenian wayang ditengah era globalisasi. Â
PENDAHULUAN
Arus globalisasi seperti saat ini membawa banyak perubahan ditengah masyarakat salah satunya berdampak pada generasi milenial. Dikutip dari artikel Milenial Trends (2016), Yuswohady mengatakan bahwa generasi milenial atau sering disebut sebagai gen-Y merupakan generasi yang lahir pada awal tahun 1980-2000an.Â
Generasi milenial merupakan generasi modern yang hidup dan berkembang ditengah kemajuan zaman ketika berbagai teknologi-teknologi baru hadir dimasyarakat, sehingga dalam hal ini generasi milenial sebagai penentu masa depan suatu bangsa atau sebagai tolak ukur keberhasilan suatu bangsa diharapkan mampu berpikir secara kreatif, inovatif, optimis, terbuka, serta fleksibel terhadap situasi yang dihadapi.Â
Sebagai agen perubahan, generasi milenial memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih luas serta memiliki jiwa semangat yang tinggi untuk mencapai perubahan sebagai upaya memajukan bangsa.Â
Bagi masyarakat sekarang sudah tidak asing lagi dengan sebutan generasi milenial yang bersamaan dengan kemajuan berbagai teknologi.Â
Kemajuan teknologi membawa pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat karena dengan adanya teknologi masyarakat merasa dimudahkan dalam berbagai hal, namun pada kenyataannya teknologi juga membawa pengaruh negatif terhadap nilai-nilai yang sudah dulu dianut oleh masyarakat sehingga perubahan-perubahan baru timbul dikalangan masyarakat.Â
Hal tersebut dikarenakan teknologi memudahkan masyarakat dalam memperoleh berbagai informasi dari seluruh dunia sehingga membuka budaya-budaya luar dengan mudahnya masuk ke dalam masyarakat Indonesia.
Salah satu yang terkena dampak dari kemajuan teknologi yaitu generasi milenial yang dengan cepat mengikuti perkembangan zaman, saat ini banyak terjadi fenomena baru dikalangan generasi muda yang memperlihatkan lunturnya nilai-nilai tradisional yang sudah lama dipegang karena masuknya pengaruh budaya dari luar.Â
Hal ini tentu sangat disayangkan, nilai-nilai lokal perlahan mulai ditinggalkan dikalangan milenial yang berpengaruh terhadap kecintaannya terhadap budaya lokal.
Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang kaya akan keberagaman budaya seperti pada masyarakat Tegal. Tegal memiliki keberagaman jenis budaya yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat sekitar salah satunya yaitu kesenian wayang.Â
Menurut Handayani (2014) kesenian wayang sebagai budaya Indonesia banyak berkembang di wilayah Jawa dan Bali. Terlebih lagi kesenian wayang telah dinyatakan sebagai warisan budaya yang sangat berharga oleh UNESCO, pengakuan tersebut membuktikan jika kesenian wayang telah dikenal dikaca dunia.Â
Seiring perkembangan zaman seni tradisional wayang memiliki jenis yang lebih banyak dari hasil inovasi dan kreativitas manusianya, seperti halnya pada wilayah Tegal yang mengembangkan jenis wayang golek cepak. Kesenian wayang golek cepak dapat terus eksis ditengah arus globalisasi ketika masyarakatnya memiliki kesadaran untuk melestarikan serta mendukung semua kegiatan yang berkaitan dengan kesenian wayang.Â
Pelestarian kesenian wayang ditengah arus globalisasi dapat dilakukan melalui kreativitas dan inovasi baru yang dapat dikolaborasikan dengan teknologi baik dalam hal pementasan maupun suasana yang diangkat sesuai dengan perkembangan zaman.Â
Hal tersebut bukan berarti mengubah budaya yang sudah ada, tetapi lebih kepada pengembangan atau pembaruan yang harus dilakukan dalam upaya menjaga eksistensi wayang golek cepak pada masa sekarang.Â
Dalam rangka menjaga nilai-nilai seni tradisional wayang di Tegal perlu adanya kesadaran dan dukungan dari masyarakat setempat terutama generasi milenial sebagai penerus budaya lokal agar turut aktif dalam melestarikan kesenian lokal Tegal.
PEMBAHASAN
Kesenian Wayang Golek Cepak Tegal
Tegal merupakan wilayah di pesisir utara laut Jawa memiliki potensi yang melimpah, tidak hanya pada bidang pariwisata dan kuliner tetapi juga dalam hal budaya. Tegal memiliki keberagaman jenis budaya yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat sekitar salah satunya yaitu kesenian wayang. Kesenian wayang golek cepak Tegal merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Tegal hingga sekarang.Â
Selain sebagai hiburan, kesenian wayang golek cepak juga mengandung nilai moral yang disampaikan pada saat pementasan wayang, keunikan wayang golek cepak ini ada pada cara dalang menyampaikan pesan moral cerita yang dibawakan dengan sangat mengena kepada para penonton wayang dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami bagi semua kalangan sehingga mudah diterima.
Karakteristik wayang golek cepak memiliki ciri pada bentuk kepala yang datar, di Tegal terdapat dua tokoh wayang yang sangat terkenal dikalangan masyarakat yang bernama Lupit dan Slentheng.Â
Setiap lakon wayang tersebut memiliki makna yang berbeda, jika Lupit sebagai lakon wayang yang bersifat tegas dan cerdas layaknya seorang pemimpin, sedangkan Slentheng merupakan lakon yang dekat dan pemberi nasehat kepada pemimpinya.Â
Dalang Tegal yang sangat terkenal bernama Ki Enthus Susmono yang memiliki kemahiran dalam memainkan wayang golek tegal ini, melalui keahlian dan kreativitasnya Ki Enthus Susmono menciptakan wayang hasil dari pemikirannya sendiri yang disebut dengan wayang santri, keberadaan wayang santri tersebut sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Tegal karena eksistensinya terus hidup ditengah kehidupan masyarakat Tegal.Â
Wayang santri merupakan wayang yang berasal dari wayang golek cepak yang ditampilkan dengan nuansa islami, wayang santri sebagai keunikan kesenian Tegal pada awalnya hanya ditujukan untuk para santri tetapi seiring berjalannya waktu tidak hanya para santri yang dapat menikmati persembahan wayang tetapi masyarakat umum dapat menikmati pertunjukan wayang santri Tegal tersebut.Â
Wayang santri yang dibawakan oleh Ki Enthus Susmono sebagai media dakwah mengandung tiga ciri yang menjelaskan hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam.
Kesenian wayang golek cepak Tegal dipentaskan dengan iringan musik gamelan jawa dan sholawat sebagai nuansa islami, bahasa yang digunakan saat pementasan wayang menggunakan bahasa jawa ngoko dengan dialek ngapak khas Tegalan sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat karena bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa sehari-hari, tema cerita yang dibawakan pada saat pementasan wayang oleh dalang berbeda-beda disesuaikan dengan acaranya.Â
Dalam pementasan wayang golek cepak ini selalu memberikan pesan-pesan moral yang mampu membuat para penonton terhibur dan memberikan apresiasi pada saat pementasan wayang telah selesai.Â
Pementasan wayang golek cepak juga biasa dijadikan sebagai pengiring ritual dalam berbagai acara di masyarakat dan menjadikan kesenian ini tetap hidup di kemajuan zaman.Â
Kesenian wayang golek cepak Tegal sering ditampilkan pada hari-hari besar seperti pada hari jadi Tegal, hari kemerdekaan, bahkan seringkali dipentaskan pada hari besar islam.Â
Kesenian wayang golek cepak Tegal menjadi kesenian kebanggaan masyarakat Tegal dan sebagai identitas budaya masyarakat setempat yang masih dilestarikan oleh generasi penerus Ki Enthus Susmono bahkan kesenian wayang golek ini mampu mengikuti perkembangan zaman dengan memadukan penggunaan teknologi sebagai unsur pendukung dalam kesenian wayang golek cepak Tegal.
Tingkat Kesadaran Generasi Milenial di Tegal terhadap Kesenian Wayang Golek Cepak ditengah Globalisasi
Arus globalisasi berjalan dengan cepat identik dengan perkembangan pola hidup dan kemajuan teknologi dalam masyarakat yang membawa perubahan-perubahan baru dikalangan masyarakat dan mengubah kehidupan sosial masyarakat.Â
Tidak bisa dipungkiri era globalisasi merupakan tantangan besar bagi para masyarakat untuk mempertahankan kesenian lokal ditengah pesatnya kemajuan zaman, usaha mempertahankan kesenian lokal ini perlu adanya dukungan dari berbagai pihak dalam upaya memperkuat kembali penanaman nilai-nilai tradisional. Adanya kemajuan teknologi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat mempengaruhi segala aspek seperti perubahan sikap dan perilaku.Â
Pada kenyataannya kemajuan teknologi membuka peluang bagi budaya luar untuk dengan mudahnya masuk ke dalam negeri dan dapat menjadi penyebab setiap individu melupakan nilai-nilai tradisional. Hal tersebut juga terjadi pada generasi milenial di Tegal yang kurang memiliki kesadaran terhadap kesenian lokal yaitu seni wayang golek cepak sebagai identitas masyarakat Tegal.Â
Tingkat kesadaran yang rendah pada generasi milenial terhadap kesenian lokal dapat dipengaruhi akibat kemajuan teknologi, pasalnya teknologi memberikan kemudahan dalam memperoleh segala informasi tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga luar negeri.
Kemajuan teknologi yang sangat pesat mengakibatkan kesenian wayang kurang dilirik para generasi milenial sehingga kesenian wayang ini sudah mulai ditinggalkan, tidak sedikit para generasi milenial kurang menaruh kesadarannya pada kesenian wayang dikarenakan kurangnya wawasan tentang kesenian lokal tersebut.Â
Meskipun tingkat kesadaran cenderung rendah tetapi bukan berarti kesenian wayang di Tegal dibiarkan hilang begitu saja, faktanya masih terdapat sekumpulan generasi milenial yang peduli akan kelestarian dan eksistensi wayang golek cepak ini melalui sebuah sanggar yang bernama sanggar Putra Satria Laras sebagai upaya menjaga identitas kesenian Tegal agar dapat terus berkembang dan hidup ditengah masyarakat sehingga mampu dikenal lebih luas lagi oleh masyarakat luar Tegal.Â
Bersama dalang milenial Ki Haryo Enthus Susmono, sanggar ini mengembangkan berbagai inovasi dan kreasi wayang golek cepak yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.Â
Dengan didirikannya sanggar tersebut diharapkan para generasi milenial lebih meningkatkan kesadarannya terhadap kesenian wayang golek cepak serta mengajak milenial lainnya untuk ikut serta aktif dalam sanggar ini bersama-sama melestarikan kesenian wayang santri Tegal.Â
Sanggar wayang ini juga dapat dijadikan sebagai wisata bagi sekolah-sekolah untuk menjelajahi rumah wayang sehingga dapat menambah wawasan bagi para generasi milenial.Â
Upaya meningkatkan kesadaran generasi milenial terhadap kesenian wayang di wilayah Tegal juga dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan edukasi tentang seni tradisional wayang serta dapat melibatkan para generasi milenial lainnya ke dalam acara pertunjukan wayang sehingga perlahan generasi milenial akan mengetahui kesenian kebanggaan wilayahnya karena telah tertanam kecintaannya pada nilai-nilai tradisional kesenian wayang tersebut.Â
Dengan demikian, tingkat kesadaran masyarakat sekitar terutama generasi milenial terhadap seni wayang golek cepak akan meningkat sehingga masyarakat Tegal tidak kehilangan identitas budayanya sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
Tingkat kesadaran generasi milenial di Tegal terhadap kesenian wayang golek cepak cenderung kurang, pasalnya arus globalisasi yang berjalan cepat memberi dampak bagi perubahan kehidupan masyarakat salah satunya pada lunturnya kecintaan terhadap kesenian lokal, hal ini disebabkan karena masuknya berbagai budaya baru dari luar yang dengan cepat mempengaruhi kalangan muda. Rendahnya tingkat kesadaran generasi milenial terhadap kesenian wayang Tegal dapat dipulihkan melalui pemberian pengetahuan dan edukasi tentang kesenian setempat serta nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tersebut.Â
Penanaman nilai-nilai lokal pada generasi milenial di Tegal juga dapat dilakukan dengan melibatkan para generasi muda untuk ikut aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan kesenian wayang dan mengajak mereka bergabung dalam sanggar Putra Satria Laras untuk meningkatkan kembali kesadarannya sebagai agen penerus budaya agar tidak kehilangan identitas budaya wilayahnya.Â
Keberadaan sanggar Putra Satria Laras tersebut dapat dijadikan tempat wisata sejarah karena selain para generasi milenial datang dan melihat berbagai koleksi wayang juga dapat belajar kesenian wayang serta menambah wawasan terhadap seni tradisional Tegal.Â
Upaya meningkatkan kembali kesadaran kesenian wayang golek cepak pada para generasi milenial diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar mencapai tujuan utama dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Novilya, S. (2021, April 20). Wayang Golek Cepak Santri, Eksistensi, dan Entitas Pengembangan Budaya di Tegal. Retrieved from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/shandynovilyaa/607e83aa8ede4850bd0f8172/wayang-golek-cepak-santri-eksistensi-dan-entitas-pengembangan-budaya-di-tegal
Pratiwi, A. (2019). Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millenial di Indonesia. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan, 70-77.
Rais, N. S. (2018). Kemajuan teknologi informasi berdampak pada generalisasi unsur sosial budaya bagi generasi milenial. Jurnal Mozaik, 66-69.
Setiawan, D. A. (2018). Pelestarian Wayang di Kabupaten Tegal Melalui Sanggar Satria Laras. Journal of Education, Society and Culture, 266-271.
Wulandari, R. S. (2018). Pewarisan Nilai-Nilai Kesejarahan di Masyarakat Melalui Media Seni Pewayangan di Kabupaten Tegal. Indonesian Journal of History Education, 55-64.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H