"Risa, sampai kapan kamu akan menutup hatimu?" tanya Mama kepada Risa suatu malam.
Risa mendesah. Setelah beberapa lama mama tidak mengungkit permasalahan ini, malam ini  mama kembali mengulang pertanyaaan itu.
"Risa belum berpikir tentang itu Mah," jawab Risa.
"Tapi usiamu sekarang sudah 33 tahun Dhuk. Hanya karena kau tak memiliki 2 indung telur bukan berarti kau tidak bisa menikah dan bahagia."
Risa hanya terdiam. Ingatannya melayang pada lima tahun silam saat ia mesti merelakan 1 indung telurnya karena divonis kanker ovarium stadium awal. Di saat itulah orangtua Elang meminta Elang menunda pernikahan mereka yang tinggal hitungan bulan. Namun akhirnya Risa mesti menerima kenyataan pahit saat hubungan kasih mereka selama 3 tahun harus berujung perpisahan karena orangtua Elang khawatir ia tidak dapat memberikan penerus bagi Elang.
"Tidak semua laki-laki seperti Elang yang tidak bisa menerimamu apa adanya Risa," kata mama seolah dapat membaca pikiran Risa.
"Bukan salah Elang Mah, orangtua Elang yang keberatan untuk memiliki menantu yang pernah menderita kanker dan mungkin tidak pernah bisa hamil sementara Elang adalah anak tunggal," jawab Risa dengan suara lemah.
"Saat seorang pria mencintaimu, ia akan menerimamu apa adanya dan akan memperjuangkanmu," ucap lembut mama sambil mengelus rambut Risa.
***
Sudah beberapa kali Aya berkunjung ke rumah Risa. Siang itu Aya tampak asyik mengoleskan kuning telur di atas adonan kue nastar di dapur rumah Risa, sementara Risa sedang mempersiapkan oven.
"Sudah selesai !" seru Aya sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara.