"Lagu apa itu Mah ? Lagunya Kahitna kah ?" adiknya justru balik bertanya dengan wajah serius.
Saya memutarkan mata saya tanda tak percaya mendengar pertanyaannya. Entah anak saya menggoda saya atau dia benar-benar tidak tahu lagu perjuangan ciptaan Ismail Marzuki itu. Saya semakin penasaran. Saya bertanya lagi padanya.
"Lagu daerah Jawa Tengah apa aja Dik ?" tanya saya kepada anak saya yang kecil.
Dia tampak berpikir serius sebelum menjawab dengan penuh semangat, "Ambyar Mah!"
Saya tidak kuasa menahan tawa mendengar jawabannya. Tidak aneh juga kalau anak saya lebih mengingat lagu itu mengingat lagu itu sangat populer dan lebih sering terdengar oleh anak saya.
"Masak sih di sekolah tidak diajarkan lagu nasional atau lagu daerah ?" tanya saya tak percaya.
"Diajarin sih Mah, lagu Indonesia Raya, Hari Merdeka, Syukur, Mengheningkan Cipta" jawab Kakak.
Adiknya menambahkan, "Halo-halo Bandung, Berkibarlah Benderaku dan Satu Nusa Satu Bangsa."
"Lagu daerah seperti Kicir Kicir, Ampar-ampar Pisang atau Bungong Jeumpa ?" selidik saya.
"Oh...itu sih seringnya denger kalau pas dulu naik pesawat Garuda Mah, tapi kalau di sekolah sih engga" jawab Kakak sambil tertawa.
Pembicaraan saya dengan anak-anak sore itu menyisakan pemikiran, "Apakah benar sekarang sekolah tidak lagi mengajarkan lagu nasional dan lagu daerah sebanyak saat saya kecil dulu ?"
Â
Saya masih ingat saat saya masih SD dulu, saya tahu dan hapal lagu-lagu nasional dan lagu-lagu daerah karena diajarkan di sekolah. Bengawan Solo adalah salah satu lagu favorit saya, apalagi saya tinggal di Kota Solo sehingga saya merasa memiliki kebanggaan lebih pada lagu ini.