Sholat isya sudah lama usai, namun Ade masih duduk termenung dalam masjid. Dua bulan lagi Laras akan melahirkan. Ia  sangat bersyukur Laras hamil tidak lama setelah mereka menikah awal tahun ini.Â
Namun, pandemi yang tak kunjung berakhir akhirnya membuat pabrik harus melakukan pengurangan pegawai dua bulan lalu dan Laras termasuk di antaranya.Â
Tabungan mereka belum terkumpul lagi setelah habis untuk biaya pernikahan dan mengontrak rumah. Â Gajinya yang hanya sedikit di atas UMR hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.Â
Kantor juga kini tidak memperbolehkan lembur, sehingga ia tidak dapat mengharapkan tambahan pemasukan dari uang lembur. Pesangon Laraspun waktu itu tidak seberapa. Ade menghela napas dalam.
***
Sudah satu bulan ini Ade bekerja sebagai driver gojek online sepulang dari kantor sampai kadang hingga tengah malam. Namun, tak jarang dalam 1 hari ia hanya mendapat 2 atau 3 kali order. Seperti malam inipun, ia baru memperoleh 2 order sementara jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Hari ini sudah dapat berapa order Mas ?" tanya driver lain yang juga sedang mangkal.
"Baru dua Mas Pur"
Mas Pur mendesah. "Saya juga baru empat Mas, padahal saya sudah keluar sejak tadi siang"
"Sekarang susah Mas Ade, kalau dulu biasanya jam segini saya minimal sudah dapat 5 order. Tapi ya gimana lagi Mas, kalau Mas Ade sih enak masih punya pekerjaan lain."
Ade cuma tersenyum mendengar ucapan Mas Pur sebelum kemudian bangkit untuk pulang.
"Saya pulang duluan ya Mas Pur, saya agak tidak enak badan sejak tadi siang"
"Oo...njih Mas Ade, hati-hati" jawab Mas Pur sambil melambaikan tangan.
***
"Mas Ade pasti kecapekan. Sudah hampir sebulan ini Mas Ade pulang di atas jam 12 malam, padahal esoknya masih mesti seharian kerja" lanjut Laras sambil mulai mengeroki punggung Ade.
Ade membalikkan tubuhnya, menatap Laras dan mengelus perut buncit Laras. Sambil tersenyum, Ade berkata. "Nggak apa-apa kok Laras, mungkin ini karena belum terbiasa saja."
"Dedek tidak rewel kan ?" tanya Ade sambil menempelkan telinganya ke perut Laras.
Laras tertawa sambil mengelus rambut Ade, "Ayo, punggungnya dikerok dulu biar masuk anginnya sembuh."
***
Hari perkiraan lahir Laras makin dekat dan tinggal menghitung hari. Di suatu sore, Ade sedang menghitung lembaran kertas dan koin yang telah terkumpul di tabungan Laras. Terkumpul uang 1,3 juta. Laras duduk di sampingnya sambil membawakan segelas kopi.
"Masih kurang banyak ya Mas?", tanya Laras
"Entahlah Laras, semoga saja nanti cukup"
"Iya Mas, untuk biaya persalinan insya Allah ditanggung oleh BPJS. Jadi kita tinggal siapkan untuk perlengkapan bayi dan beberapa kemarin sudah kita beli."
Ade terdiam. Dia memikirkan perlengkapan bayi yang masih harus disiapkan. Ade  termenung dan tak menyadari saat Laras beranjak pergi ke kamar.
Ade tersadar saat Laras meletakkan cincin di telapak tangan Ade. Ade menatap cincin tersebut kebingungan. Itu cincin kawin yang tak lagi muat di jari Laras sejak ia hamil tua.
"Apa ini Laras ?"
Laras sejenak terdiam. Ia menatap dan mengelus cincin itu dengan penuh rasa sayang, sebelum berkata, "Cincin ini dijual saja Mas. Untuk membeli perlengkapan bayi dan jaga-jaga kalau ada biaya lainnya yang tidak ditanggung BPJS."
"Tidak usah Laras. Ini cincin kawinmu, tanda ikatan cinta kita berdua," ujar Ade sambil menggelengkan kepalanya.
Laras tersenyum. Digenggamnya tangan Ade dan dibawanya ke perutnya.
"Ini tanda ikatan cinta kita berdua Mas. "
Ade tetap bersikeras menolak permintaan Laras dan berkata, "Tidak Laras, kau sangat menyayangi cincin itu. Aku akan mengojek lebih lama agar dapat uang lebih banyak."
"Aku menyayangi Mas Ade dan anak ini jauh lebih besar dibanding dengan cincin itu. Kelak Mas Ade bisa membelikanku lagi cincin kawin seperti itu," tutur Laras sambil mengelus perutnya.
Ade terdiam. Dipandangnya Laras dengan penuh rasa cinta dan sayang. Tak terasa mata Ade terasa basah oleh air mata.
***
Ade baru saja keluar dari Toko Mas Kencana untuk menjual cincin kawin Laras. Ia menjualnya dengan penuh berat hati namun ia bertekad untuk membelikan lagi sebuah cincin kawin untuk Laras kelak. Mendadak teleponnya bergetar, sebuah pesan wa masuk.
"Mas Ade, Mbak Laras sudah mau melahirkan. Ini aku bawa ke RS Kasih Ibu," bunyi wa dari Dodi adik Laras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H