Kata resolusi mungkin adalah salah-satu kata paling dicari dan disebut setiap akhir dan awal tahun. Banyak orang membicarakan, membahas lalu menuliskan di buku, ditempel di dinding kamar bahkan jadi bagian reminder di gadget.
Apakah banyak yang berhasil? Jawabannya tentu ada yang berhasil dan ada yang tidak. Tapi ada yang  biasanya menyusun resolusi lagi ... lagi .. dan lagi ... dan lagi. Hampir setiap tahun selalu begitu. Meski pun tidak semua resolusi terhempas, ada juga yang berhasil meski tidak sesuai sepenuhnya seperti diresolusikan.
Selidik punya selidik ... ternyata ada beberapa langkah yang tercecer dari upaya implementasi resolusi tersebut. Itu pun setelah penulis baca beberapa artikel tentang tips menyusun dan implementasi resolusi yang efektif.
Berikut adalah empat langkah yang merupakan sari dari beberapa artikel tersebut:
Pertama, ternyata kita perlu memposisikan diri dalam kondisi terpepet. Bagaimana maksudnya? Seharusnya kita membuat daftar ketidaknyamanan apa saja yang akan terjadi bila tidak mencapai satu resolusi. Kita umumnya justru merasa terjebak pada sebatas menyusun daftar resolusi dan langkah-langkah mencapainya. Kebanyakan orang (semoga Anda tidak tergolong ini ya) terjebak seperti ini ... hehe.
Padahal membuat daftar ketidaknyamanan itu penting. Kenapa? Karena kita akan merasa kepepet di awal (saat membuat resolusi). Pada umumnya bila seseorang manusia dalam kondisi terpepet maka otak kanannya akan bekerja. Nah, otak kanan ini adalah unsubconscious mind (pikiran alam bawah sadar) yang biasanya akan memerintahkan seluruh tubuh bergerak sesuai dengan apa yang dipikirkan.Â
Penulis jadi teringat buku seorang pengusaha dan motivator Jaya Setiabudi yang berjudul The Power of Kepepet. Di dalam bukunya yang diterbitkan 2008 itu, Jay -- panggilan akrabnya -- menyatakan bahwa kalau seseorang mau termotivasi maka jalan terbaik adalah berada atau memaksa diri dalam kondisi terpepet. Ya, kepepet tidak punya uang, tidak punya solusi dan kondisi-kondisi lain yang membuat seseorang mau tidak mau ya harus mencapai suatu target yang sudah ia canangkan.
Tapi, sebentar ... daftar ketidaknyamanan  ini bukan atau berbeda dengan overthinking ya. Overthinking yang belakangan ini nge-trend di kalangan anak muda lebih pada rasa takut yang berlebihan sebelum sesuatu terjadi. Bahkan, overthinking terjadi tanpa ada sesuatu yang ditargetkan lebih dulu.
Daftar ketidaknyamanan itu juga seharusnya bukan hal yang membuat kita jadi stress. Karena sebuah motivasi atas dasar ketakutan tidak akan efektif dan bahkan punya efek psikologi yang tidak baik.
Contoh sederhananya begini. Kalau kita punya resolusi untuk mencapai bentuk tubuh lebih berotot dalam empat bulan pertama 2023, lalu kita tetapkan langkah-langkahnya seperti latihan beban setiap hari selama 30 menit setiap hari dalam satu bulan pertama, satu bulan kedua naik menjadi 45 menit setiap hari. Lalu, kita buat daftar ketidaknyamanan kalau tidak mencapai resolusi tersebut dalam 4 bulan, salah-satunya, body akan bergelambir, cepat lelah, wajah tidak segar atau terlihat lebih tua dari usia.
Hal terakhir tentu siapa pun tidak menginginkan, ya 'kan ... hehe. Bagi penulis sendiri hal-hal tersebut sudah cukup berada dalam posisi terpepet. Soalnya usia penulis sudah tidak muda lagi ... haha. Penulis lebih takut dengan daftar ketidaknyamanan tersebut ketimbang langkah-langkah yang harus dilakukan.
Pertanyaannya kemudian kalau kita merasa sangat tidak nyaman dengan daftar yang tidak enak itu, bagaimana? Ya berarti resolusinya terlalu berat. Kita harus merevisi atau mengoreksi resolusi tersebut. Bahkan, ekstrimnya, resolusi tersebut harus dihapus!
Kedua, ini sangat terkait dengan yang pertama. Di langkah kedua ini membuat daftar yang membuat kita senang atau daftar kebahagiaan kalau resolusi tercapai. Sik-asik kan? Amat mudah membuat daftar ini. Karena kita hanya membuat kebalikan dari daftar yang langkah pertama. Itu aja, kok.
Semudah itu? Iya, semudah itu. Makanya penulis senang dengan dua langkah pertama ini. Bahkan, langkah kedua ini bisa menyelamatkan satu resolusi yang sudah masuk 'kotak' alias dihapus (akibat daftar ketidaknyamanan terlalu akut) untuk kembali menjadi resolusi karena daftar yang menyenangkan yang cukup menjanjikan.
Tapi, jangan juga terlena dengan kebahagiaan yang mengakibatkan tidak realistis. Misalnya, daftar kebahagiaan kita tulis 'bisa foto bareng dengan artis Korea' karena body kita sudah ramping dan berotot. Ini bagus ... tapi lebih bagus lagi kalau buat daftar yang serealistis mungkin.
Ketiga ... sebelumnya - mungkin Anda bertanya-tanya kok langkah kedua singkat sekali? Iya, berdasarkan dari baca-baca berbagai tips ternyata membuat resolusi yang efektif itu tidak perlu terlalu repot, kok. Selain itu, karena langkah ketiga ini agak njelimet (detil). Makanya, langsung lompat langkah ketiga.
Di langkah ketiga ini kita harus membuat semua tahap menuju resolusi sedetil mungkin. Seperti contoh yang tadi sudah ada di atas. Untuk badan berotot dalam empat bulan tahun pertama, misalnya, kita harus latihan beban 30 menit setiap hari (sebulan pertama), makanan dan minuman apa saja yang boleh dan tidak boleh dimakan, tidur berapa jam sehari, dan seterusnya.
Terkait usaha sedetil ini kita perlu banyak baca lagi dari berbagai sumber agar tidak salah. Nah, karena itu langkah keempat atau yang terakhir adalah kita perlu cek-ricek ke berbagai sumber atau orang-orang yang ahli serta orangtua atau teman-teman dekat kita untuk mengoreksi atau memberi masukan.
Kenapa teman-teman dekat atau orangtua dilibatkan juga? Karena mereka biasanya tahu seberapa realistiskah daftar-daftar konsekuensi dan upaya-upaya yang kita susun untuk mencapai resolusi tersebut. Mereka bisa obyektif, sedangkan kita pasti subyektif 'kan.
Jadi, kalau boleh penulis simpulkan empat langkah yang biasanya tercecer dalam menyusun resolusi tahunan itu adalah:Â
1) Membuat daftar ketidaknyamanan bila resolusi tidak tercapai,Â
2) Membuat daftar kebahagiaan bila resolusi tercapai,Â
3) Menyusun tahap-tahan detil untuk mencapai resolusi dan terakhir,Â
4) Mengukur seberapa realistis resolusi tersebut dari orang-orang terdekat agar bisa obyektif.
Semoga tidak ada lagi yang tercecer sehingga resolusi yang kita susun bisa moncer!
Â
AyahArif Te untuk Inspirasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H