Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengupayakan Perubahan Meski Hanya Hal Kecil

5 November 2022   07:00 Diperbarui: 5 November 2022   07:09 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi resolusi yang dibuat hendaknya juga dievaluasi-photo by breakingpic from pexels

Membuat resolusi nampaknya telah menjadi kebiasaan banyak orang menjelang pergantian tahun. Ada yang menyarankan bahwa resolusi tahun baru itu harus jelas, realistis, spesifik dan terukur. Apalagi alasannya kalau bukan agar tidak gagal maning gagal maning. 

Ketika mengetahui kalau Komunitas Inspirasiana membuat event lomba bertopik "evaluasi tahun 2022 dan resolusi tahun 2023", saya malah bingung apa yang hendak saya tulis. Maklum, saya memang tidak punya kebiasaan bikin resolusi apapun. 

Namun, bukan berarti saya hidup sekadar hidup, ya. Saya tetap mengupayakan untuk terus belajar dan memperbaiki diri meski dalam hal paling remeh sekalipun. Bodoh amat orang mau menganggapnya sebagai pencapaian atau tidak. 

Alih-alih membuat resolusi saban tahun tapi cuma berakhir jadi teori tanpa realisasi, saya lebih suka berintrospeksi atas kekurangan diri dan bersyukur atas pencapaian atau hal-hal baik yang terjadi pada saya sepanjang tahun. Saya berpikir apa yang harus saya ubah dan lakukan agar bisa menjadi manusia yang tidak hanya numpang makan, tidur dan buang air di bumi Allah (duh, beratberat~)

 Jika ada hal yang ingin saya ubah dari diri saya, utamanya adalah prokrastinasi. 

Prokrastinasi saya ini bisa dibilang terbagi menjadi tiga sebab: 1.) prokrastinasi karena terlalu sok perfeksionis dan idealis; 2.) prokrastinasi karena takut gagal dan 3.) prokrastinasi karena males gerak (mager). Yang sering terjadi pada saya adalah nomor 1 dan 2.

Akibatnya, harga yang harus saya tanggung jadi terlalu mahal, yaitu penyesalan. Kalau sudah menyesal, biasanya jadi susah move on. Saya kesal sendiri mengapa kemarin tidak melakukan ini, mengambil kesempatan itu, membuat keputusan anu dan sebagainya. Nah lho, ruwet kan? Saya harap Anda tidak mencontohnya. 

Ada lagi yang ingin saya ubah adalah masalah inferioritas alias ketidakpercayaan diri. Saya benci mengakuinya, tapi kenyataannya inilah musuh terbesar dan tersulit yang ingin saya musnahkan. 

Dalam beberapa hal, inferioritas ini juga kompleks. Sudah inferior, kompleks lagi. Jadilah apa yang disebut orang-orang sebagai inferiority complex. 

Gara-gara “penyakit jahanam” satu ini, saya jadi tidak bisa melihat diri saya secara objektif. 

Padahal orang selalu bilang, “Kalau bukan kamu yang mencintai dan mengapresiasi dirimu sendiri, lalu siapa lagi?” 

Namun, saking kuatnya musuh yang bersemayam dalam diri saya ini, anjuran dan nasihat untuk self-love tentu tidak semudah pekerjaan Bandung Bondowoso membangun 1.000 candi dalam semalam. Dia ini ada dalam diri saya sudah bertahun-tahun. 

Dan saya bukan orang yang bisa dipaksa untuk cepat-cepat berubah. Bukan karena tidak mau berubah, melainkan saya melakukannya dengan langkah-langkah kecil—yang saking kecilnya seolah saya dianggap tak melakukan apa-apa-. Mungkin sejak saya belum akil baligh kali ya. 

Sampai sekarang saya masih belajar dan akan terus begitu untuk—jika tak mampu memusnahkan sepenuhnya—setidaknya inferioritas itu lebih terkontrol dan tidak terlalu menyulitkan hidup saya. 

Minimal saya sudah tahu sebab dari inferioritas itu dan berusaha mencari “obatnya”. Meski masih banyak yang belum terobati, tapi saya bisa merasakan ada perubahan kecil dibandingkan dengan diri saya yang dulu. 

Dibandingkan dengan saya 5 tahun lalu atau lebih pendek lagi 1-2 tahun yang lalu, misalnya, ada kok yang sudah berubah. Setidaknya saya sudah tidak mengulangi kebodohan masa lalu, memaafkan masa lalu dan lebih bisa mengapresiasi setiap hal kecil yang sudah dilakukan. Meski di sisi yang lain, saya juga masih memelihara kebencian atas beberapa kekurangan saya. 

Berhubung saya bukan orang yang hobi bikin daftar resolusi, tidak ada salahnya dong kalau saya punya satu rencana yang ingin saya wujudkan di tahun 2023 mendatang, yaitu belajar skill baru atau menjajal hobi baru. Entah salah satu dari dua hal itu, atau keduanya saya lakukan sekaligus, yang jelas itulah yang baru terpikirkan dan paling saya butuhkan saat ini. 

Tujuannya bukan melulu soal materi, melainkan lebih kepada salah satu mengontrol inferioritas saya. Sebab, salah satu faktor inferioritas saya adalah perasaan tidak berbakat atau memiliki kemampuan yang punya nilai jual di zaman di mana semua-mua dinilai dengan materi. Selain itu, supaya saya juga bisa flexing dan nyombong tipis-tipis bertahan dan tetap waras dalam kehidupan yang keras ini. 

Ditulis oleh Luna Septalisa untuk Inspirasiana 

NB: artikel ini adalah contoh artikel lomba blog Inspirasiana: Evaluasi 2022 dan Resolusi 2023. Silakan berpartisipasi dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang dapat dibaca di sini (sila klik). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun