Padahal orang selalu bilang, “Kalau bukan kamu yang mencintai dan mengapresiasi dirimu sendiri, lalu siapa lagi?”
Namun, saking kuatnya musuh yang bersemayam dalam diri saya ini, anjuran dan nasihat untuk self-love tentu tidak semudah pekerjaan Bandung Bondowoso membangun 1.000 candi dalam semalam. Dia ini ada dalam diri saya sudah bertahun-tahun.
Dan saya bukan orang yang bisa dipaksa untuk cepat-cepat berubah. Bukan karena tidak mau berubah, melainkan saya melakukannya dengan langkah-langkah kecil—yang saking kecilnya seolah saya dianggap tak melakukan apa-apa-. Mungkin sejak saya belum akil baligh kali ya.
Sampai sekarang saya masih belajar dan akan terus begitu untuk—jika tak mampu memusnahkan sepenuhnya—setidaknya inferioritas itu lebih terkontrol dan tidak terlalu menyulitkan hidup saya.
Minimal saya sudah tahu sebab dari inferioritas itu dan berusaha mencari “obatnya”. Meski masih banyak yang belum terobati, tapi saya bisa merasakan ada perubahan kecil dibandingkan dengan diri saya yang dulu.
Dibandingkan dengan saya 5 tahun lalu atau lebih pendek lagi 1-2 tahun yang lalu, misalnya, ada kok yang sudah berubah. Setidaknya saya sudah tidak mengulangi kebodohan masa lalu, memaafkan masa lalu dan lebih bisa mengapresiasi setiap hal kecil yang sudah dilakukan. Meski di sisi yang lain, saya juga masih memelihara kebencian atas beberapa kekurangan saya.
Berhubung saya bukan orang yang hobi bikin daftar resolusi, tidak ada salahnya dong kalau saya punya satu rencana yang ingin saya wujudkan di tahun 2023 mendatang, yaitu belajar skill baru atau menjajal hobi baru. Entah salah satu dari dua hal itu, atau keduanya saya lakukan sekaligus, yang jelas itulah yang baru terpikirkan dan paling saya butuhkan saat ini.
Tujuannya bukan melulu soal materi, melainkan lebih kepada salah satu mengontrol inferioritas saya. Sebab, salah satu faktor inferioritas saya adalah perasaan tidak berbakat atau memiliki kemampuan yang punya nilai jual di zaman di mana semua-mua dinilai dengan materi. Selain itu, supaya saya juga bisa flexing dan nyombong tipis-tipis bertahan dan tetap waras dalam kehidupan yang keras ini.
Ditulis oleh Luna Septalisa untuk Inspirasiana
NB: artikel ini adalah contoh artikel lomba blog Inspirasiana: Evaluasi 2022 dan Resolusi 2023. Silakan berpartisipasi dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang dapat dibaca di sini (sila klik).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H