"Sahabatmu?"
"Geld sudah pergi. Aku yang membunuhnya. Aku harus menebus dosa itu dengan nyawaku. Aku ..."
"Tenang, Fanny." Peter memegangi tubuh kurus yang memberontak itu. "Aku?"
"Dokter?" Fanny menatapnya dengan heran. "Ada apa dengan dokter jika saya mati?"
"Kalau aku turuti permintaanmu untuk mengakhiri hidupmu, aku akan dikejar oleh perasaan bersalah seumur hidup."
"Kalau dokter membiarkan aku bunuh diri?"
"Aku akan tetap dikejar perasaan berdosa karena membiarkan seorang gadis manis tenggelam dalam jurang keputusasaan sehingga membunuh sendiri sebuah pengharapan yang seharusnya dia miliki."
Fanny terpaku. Ditatapnya Peter dengan rasa tidak percaya. Rasanya, Geld tiba-tiba hidup kembali dalam diri Peter.
"Tabah ya, Fanny. Pandanglah langit, belajar darinya. Biarpun saat ini kamu merasa kabut hitam menyelimuti hidupmu, cobalah memandang hari esokmu yang cerah. Secerah langit biru itu. Kamu harus tetap hidup, demi hari esokmu."
Fanny memandang Peter dengan terpesona. Ia tidak lagi menolak ketika dokter itu menusukkan sebatang jarum ke tubuhnya.
***