Sementara itu, di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sedari tadi, Bu Padmi tidak bisa tidur.Â
Ia merebah di kasur. Matanya memandang langit-langit kamar. Terbayang wajah anaknya, Diana. Sesekali tubuhnya miring ke kiri, tidak lama berubah miring ke kanan.Â
Ia tampak begitu tidak tenang. Dalam hati ia berdoa semoga Tuhan melindungi dan menjaga anaknya, tiba dengan selamat di depannya. Ah, ia begitu rindu memeluk anak gadisnya yang beranjak dewasa.
Terbayang kenangan. Betapa Diana dari kecil menjadi anak yang periang. Selalu ngemong kepada adik-adiknya yang sangat dia sayang. Putri sulungnya yang selalu membantunya dan menjaga adik-adiknya hingga putrinya itu beranjak dewasa.
Bu Padmi merasa berdosa karena membiarkan Diana sibuk membantunya sehingga lupa untuk mencari pendamping hidupnya. Dia rela saat kedua adiknya mendahului menikah. Diana yakin jika sudah waktunya, pasti akan datang jua jodohnya.
Bu Padmi melirik ke arah Laras yang setengah mengantuk.
"Kakakmu belum sampai, Nak?"
Walaupun Ibu Diana dalam kondisi menderita sakit, ia masih saja mengkhawatirkan kondisi anaknya yang dalam perjalanan. Begitulah ikatan batin ibu dan anak, pertalian rasa sangat kuat.
***
Bersambung ke: Nostalgia Cinta di Atas Kereta (II - Tamat)
Cerpen ini merupakan hasil kolaborasi beberapa anggota Komunitas Inspirasiana.Â