Lokasi penerimaan bantuan juga harus jelas. Jika memungkinkan, kita bisa bertanya pada aparat pemerintahan setempat, apakah sungguh donasi disalurkan. Di Indonesia, saat ini sudah banyak pejabat kabupaten/kota memiliki akun media sosial yang bisa dengan mudah kita hubungi.Â
Pula kepolisian tingkat sektor bisa kita hubungi untuk sekadar memastikan kebenaran penyaluran bantuan.Â
5. Waspadai iklan dan kampanye agresif "poverty porn"
Menurut pengalaman saya, lembaga yang baik akan beriklan secara wajar saja. Hal ini karena mereka menyisihkan sebagian kecil saja dari pemasukan untuk membayar iklan.Â
Nah, pertanyaannya ialah ketika kita dibanjiri iklan dan kampanye agresif lembaga amal dan sosial. Dari mana mereka mendapat pendanaan demikian besar untuk iklan? Untuk apa agresivitas beriklan itu? Untuk menambah jumlah bantuan atau menambah tebal isi rekening pengurusnya?
Konten promosi pun seharusnya wajar saja. Jangan salurkan bantuan pada lembaga-lembaga yang kerap memainkan kemiskinan dan sentimen politik sempit atau sentimen suku, agama, dan ras (SARA) untuk menarik simpati masyarakat.
Dalam dunia periklanan lembaga amal, dikenal adanya poverty porn. Artinya, menyajikan kemiskinan secara dramatis agar masyarakat terharu dan membantu. Umpama, menyajikan foto anak kurus tinggal tulang saja.Â
Mungkin memang demikian faktanya, tetapi bukankah si anak miskin itu tidak patut dieksploitasi sebagai "bintang iklan"? Apa tidak ada foto lain yang lebih pantas, selain menjual kemiskinan?
Cepat tanggap bantu sesama di sekitar kita dahulu
Selain 5 cara memilih lembaga amal dan sosial yang baik di atas, saya menyarankan agar kita menyalurkan bantuan kepada sesama yang berada di dekat kita dahulu.