Dari gaji itu pula dia masih bisa mengirim sedikit uang ke keluarganya, juga membeli handphone agar bisa menghubungi keluarga. Dengan handphone pula dia bisa sedikit terhibur, antara lain dengan memasang aplikasi Tiktok, bahkan sesekali ikut bermain.Â
"Cukup menghibur saya dari stres," aku Hepi.
Akan tetapi ini rupanya menjadi bumerang darinya. Unggahannya di Tiktok ditonton banyak orang termasuk pihak KBRI. Sehingga ketika dia melaporkan derita yang dialami, dianggap membual. Disangka KBRI dia senang menjalani kehidupan sebagai PMI di Irak.
Tak adanya respon itu membuatnya pilu. Perempuan yang heran karena dilarang berhijab oleh majikan padahal notabene muslim ini menuturkan sangat ingin pulang.
"Tersiksa saya di sini, ingin segera pulang tapi tidak tahu caranya. Pernah minta tolong ke agen yang memberangkatkan untuk memulangkan akan tetapi seorang dari agen ini malah minta uang 80 juta untuk ganti rugi. Belum tiket dan lain-lain," keluh Hepi.
Untuk itulah dia Masih bertahan bekerja di Irak hingga hari ini. Ingin kabur tapi Hepi takut. Dia ingin pulang saja, tanpa masalah apapun.
Kembali ke kantor agensi tidak mungkin karena kalau kembali ke kantor akan disiksa.Â
"Disamping itu masa kerja setahun tidak dihitung, akan tetapi harus mengulang lagi kontrak,"imbuh Hepi.
"Saya bingung, sedih, tersiksa. Saya pingin pulang ke kampung halaman, ke Indonesia."
Sebuah penuturan memilukan yang membuat saya memikirkan benar. Saya hanya perempuan biasa, tidak punya kuasa apa-apa selain hanya deretan kata-kata. Berharap ada yang mendengar, lalu berbuat sesuatu untuk perempuan Indonesia yang sedang tersiksa di negeri orang.
Oleh Anis Hidayatie untuk Inspirasiana