Potret suram pendidikan dan literasi Indonesia telah lama menjadi sorotan. Pada 2017, riset UNESCO mengungkapkan bahwa dari seribu orang Indonesia, hanya satu orang yang suka membaca buku.
Kemampuan siswa dan siswi Indonesia dalam memahami wacana dan mengungkapkan gagasan secara lisan dan tulisan juga masih semenjana. Apalagi di pelosok Indonesia, di mana kualitas dan kuantitas pengajar serta sarana pengajaran minim.
Berhadapan dengan situasi ini, syukurlah ada guru-guru kreatif yang cerdik memotivasi siswa-siswi untuk membaca dan menulis. Salah satunya adalah Pak Awan, sebut saja demikian, guru kami di sebuah SMA di Magelang, Jawa Tengah.
Pak Awan dan kiat suksesnya ajak siswa menulis
Pak Awan adalah guru bahasa dan sastra Indonesia. Ia secara khusus mendampingi siswa dalam belajar mengarang. Pak Awan memotivasi siswa menulis dengan menjadi penulis di media massa.
Dalam pelajaran, ia kerap mengatakan bahwa menulis di media massa itu membahagiakan, sekaligus sulit. Maklum saja, dari puluhan naskah, paling ada dua atau satu naskah yang dimuat.
Pak Awan menunjukkan kepada kami beberapa karyanya yang dimuat di kolom opini media massa lokal. Sambil menunjukkan karyanya, ia memberi janji yang sangat menarik.
"Kalau kalian berhasil menulis untuk media massa, langsung saya beri nilai sepuluh!" janji beliau kepada kami. Siapa tidak ingin dapat nilai sepuluh? Apalagi cukup satu artikel dimuat, tanpa harus ujian ini dan itu lagi.
Kami yang masih lugu dalam dunia tulis menulis merasa sangat ingin tulisan kami dimuat di media massa. Menulis cerpen dan opini siswa untuk koran lokal dan majalah lokal adalah target kami.
Buku khusus mengarang
Pak Awan meminta kami menyediakan satu buku tulis khusus karangan kami. Ya, waktu itu belum masanya menulis di komputer. Masih manual.
Di buku itulah, setiap siswa diminta menulis karya untuk latihan. Saya ingat, contoh-contoh karya yang harus kami tulis adalah: perkenalan diri, cerita pendek, profil teman sekelas, hasil wawancara, opini singkat, resensi buku, dan sebagainya.
Pak Awan berhasil memacu para siswa untuk menulis aneka ragam tulisan yang berpotensi menjadi konsumsi publik di media massa. Dengan demikian, para siswa disiapkan untuk menjadi penulis yang telah lebih dahulu mempersiapkan bahan penulisan secara sistematis.Â
Buah-buah dedikasi Pak Awan
Kami yang saat itu masih kelas satu SMA memang belum ada yang berhasil menembus media massa lokal. Setidaknya angkatan kami belum ada yang dapat sepuluh karena karyanya dimuat di media massa.Â
Akan tetapi, kualitas karya kami meningkat tajam sehingga pada tahun berikutnya, banyak di antara kami yang menjadi pengurus majalah sekolah.Â
Kemampuan menulis itu juga sangat membantu dalam menjawab ujian berupa uraian dan dalam latihan pidato. Ya, kami terbiasa menyiapkan materi dengan isi dan sistematika yang baik.Â
Selang beberapa tahun setelah kami kuliah dan berkarya di tengah masyarakat, ada sejumlah rekan seangkatan yang berhasil menjadi penulis buku dan artikel media massa.Â
Buah-buah dedikasi Pak Awan terasa, meski tak selalu instan. Justru buah-buah itu semakin matang dan berbuah tepat pada waktunya dalam diri kami, para muridnya yang kini menjadi penggawa-penggawa di aneka lingkup pekerjaan.Â
Terima kasih, Pak Awan. Jasa Bapak tidak akan kami lupakan. Salam edukasi dan literasi.Â
-persembahan seorang kontributor Inspirasiana, Mei 2022-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H