Pak Awan meminta kami menyediakan satu buku tulis khusus karangan kami. Ya, waktu itu belum masanya menulis di komputer. Masih manual.
Di buku itulah, setiap siswa diminta menulis karya untuk latihan. Saya ingat, contoh-contoh karya yang harus kami tulis adalah: perkenalan diri, cerita pendek, profil teman sekelas, hasil wawancara, opini singkat, resensi buku, dan sebagainya.
Pak Awan berhasil memacu para siswa untuk menulis aneka ragam tulisan yang berpotensi menjadi konsumsi publik di media massa. Dengan demikian, para siswa disiapkan untuk menjadi penulis yang telah lebih dahulu mempersiapkan bahan penulisan secara sistematis.Â
Buah-buah dedikasi Pak Awan
Kami yang saat itu masih kelas satu SMA memang belum ada yang berhasil menembus media massa lokal. Setidaknya angkatan kami belum ada yang dapat sepuluh karena karyanya dimuat di media massa.Â
Akan tetapi, kualitas karya kami meningkat tajam sehingga pada tahun berikutnya, banyak di antara kami yang menjadi pengurus majalah sekolah.Â
Kemampuan menulis itu juga sangat membantu dalam menjawab ujian berupa uraian dan dalam latihan pidato. Ya, kami terbiasa menyiapkan materi dengan isi dan sistematika yang baik.Â
Selang beberapa tahun setelah kami kuliah dan berkarya di tengah masyarakat, ada sejumlah rekan seangkatan yang berhasil menjadi penulis buku dan artikel media massa.Â
Buah-buah dedikasi Pak Awan terasa, meski tak selalu instan. Justru buah-buah itu semakin matang dan berbuah tepat pada waktunya dalam diri kami, para muridnya yang kini menjadi penggawa-penggawa di aneka lingkup pekerjaan.Â
Terima kasih, Pak Awan. Jasa Bapak tidak akan kami lupakan. Salam edukasi dan literasi.Â
-persembahan seorang kontributor Inspirasiana, Mei 2022-