Tanggal 22 April ini adalah peringatan Hari Bumi. Tahukah Anda, setiap hari ada 80 juta sampah sedotan plastik di Indonesia. Dilansir kompas.com, Indonesia menghasilkan 93 juta ton sampah sedotan plastik.
Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, jika dijejer sampah sedotan plastik itu bisa dibentangkan antara Jakarta sampai Meksiko!
Apa dampak sampah sedotan plastik bagi bumi dan manusia? Apa tiga cara mengurangi sampah sedotan plastik?
Dampak sampah sedotan plastik
Sampah plastik, termasuk sedotan plastik sangat lama terurai. Bisa puluhan sampai ratusan tahun. Sampah sedotan plastik ini ukurannya relatif kecil sehingga kerap tidak ikut didaur ulang dan akhirnya mencemari bumi.Â
Saat bahan plastik ini tercacah di lautan dan menjadi mikro plastik, manusia dan makhluk penghuni lautan (utamanya ikan) dirugikan. Tak jarang, binatang laut mati karena memakan plastik. Partikel plastik yang sangat kecil akhirnya juga masuk ke rantai makanan.
Pada 2019, ECOTON meneliti sekitar 40 sampel feses (tinja) manusia dari berbagai daerah di Bali dan Jawa. Yang mengejutkan, semua sampel feses manusia yang diteliti sudah terkontaminasi mikroplastik.Â
Bentuk mikroplastik yang diteliti beragam, yakni fragmen, fiber, filamen, dan granula. Dalam 10 gram feses manusia yang diteliti di laboratorium, terdapat sekitar 2 hingga 15 partikel mikroplastik per milimeter.
Mikroplastik yang masuk ke dalam darah manusia berpotensi menyebabkan kanker dan kelainan imunitas.Â
Ini 3 cara mengurangi pemakaian sedotan plastik
Menyadari bahaya mikroplastik akibat sampah (sedotan) plastik, kita perlu segera mengurangi pemakaian sedotan plastik. Ini 3 cara mengurani pemakaian sedotan plastik:
1. Beralih ke sedotan ramah lingkungan
Kita perlu beralih ke sedotan yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya sedotan kertas. Memang benar, sedotan kertas juga mengakibatkan emisi dalam proses produksinya. Akan tetapi, kertas lebih mudah terurai alami.Â
Alternatif lain adalah menggunakan sedotan bambu atau dari tanaman lainnya. Di Kalimantan Selatan, perajin memproduksi sedotan dari gulma (tanaman purun). Sedotan ini diekspor ke Belanda.
Bisa juga kita memakai sedotan stainless steel yang bisa digunakan berkali-kali. Sedotan stainless steel juga bebas dari racun yang dapat muncul dari pemakaian sedotan plastik yang terkena panas.
2. Menolak sedotan plastik
Kita juga bisa menolak sedotan plastik yang ditawarkan pada kita. Kita bisa langsung meminum dari gelas.
3. Memilih kemasan botol dan kemasan ramah lingkungan lainnya
Kita juga bisa memilih minuman dengan kemasan botol dan kemasan ramah lingkungan lainnya. Kita bisa langsung meminum dari botol tanpa sedotan plastik.Â
Membawa bekal minuman sendiri dalam botol stainless steel juga bisa jadi alternatif gaya hidup sehat dan cinta bumi.
Salam lestari. Mari cintai bumi dengan mengurangi dan menghindari pemakaian sedotan plastik tak ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H